Yunani, Uni Eropa dan Organisasi Regional

Rabu, 22 Juli 2015 - 10:30 WIB
Yunani, Uni Eropa dan Organisasi Regional
Yunani, Uni Eropa dan Organisasi Regional
A A A
Pusat krisis keuangan Eropa terkini berada di Yunani. Pada 30 Juni 2015 negara tersebut telah melewati batas waktu pembayaran utangnya kepada The International Monetary Fund (IMF) sebesar 1,5 miliar euro.

Yunani juga perlu membayar utangnya kepada The European Central Bank (ECB) sebesar 3,5 miliar euro pada tanggal 20 Juli 2015. Kegagalan bayar Yunani berdampak luas terhadap situasi domestiknya dan kemungkinan keluarnya Yunani dari kawasan mata uang tunggal Euro.

Jumlah utang Yunani cukup besar, yaitu 320 miliar euro dengan kreditor dana talangan terbesar adalah Eropa(240miliar euro). Pemerintah Yunani di bawah Perdana Menteri (PM) Alexis Tsipras mengadakan referendum pada 5 Juli 2015 untuk menanyakan rakyatnya apakah menerima desakan para kreditor untuk melaksanakan paket penghematan di Yunani atau menolaknya.

Hasil referendum dari rakyat Yunani adalah 61 % menolak paket penghematan dan 38,7 % menerima paket penghematan. Apa implikasi krisis keuangan Yunani terhadap situasi geopolitik di Eropa? Bagaimana situasi tersebut memengaruhi keberlanjutan integrasi regional di Uni Eropa? Pelajaran apa yang dapat diambil oleh organisasi- organisasiregionallainnya dari situasi tersebut?

Yunani dan Geopolitik di Eropa

Pada 7 Juli 2015 ada fragmentasi posisi dari dua negara besar di kawasan Euro, yaitu Jerman dan Prancis dalam melihat perkembangan krisis Yunani khususnya setelah keluarnya hasil referendum. Pada satu sisi, Jerman tetap lebih tegas dalam bernegosiasi dengan Yunani.

Di sisi lain, PM Manuel Valls berusaha agar Yunani tetap berada di kawasan Euro karena pelbagai alasan ekonomi dan juga alasan politik. Dari sisi ekonomi, jika tidak ada terobosan baru antara para kreditor atau Troika (IMF, ECB, dan Komisi Eropa) dengan Pemerintah Yunani dalam beberapa waktu ke depan maka ada potensi Yunani akan meninggalkan kawasan Euro.

Kolapsnya ekonomi Yunani akan mengurangi kemampuan Yunani membayar gaji pegawai, pensiun, dan alokasi anggaran lain. Konsekuensinya, ada ketidakstabilan politik, ekonomi, dan sosial di Yunani. Ketidakstabilan di Yunani akan berimplikasi pada situasi geopolitik di Eropa. Jika situasi domestik Yunani tidak stabil, keadaan politik dan keamanan di subregion Eropa Tenggara menjadi rapuh dan situasi tersebut akan berdampak terhadap stabilitas dan perdamaian di Eropa (Gordon & Wright, 2015).

Pertama, Yunani adalah gerbang Uni Eropa di subregion Eropa tenggara yang berbatasan langsung dengan subregion Balkan dan Turki. Subregion Eropa tenggara adalah salah satu gerbang utama masuknya para migran dan pengungsi dari kawasan Mediterania timur (Suriah dan Irak) dan Afrika Utara yang ingin memasuki wilayah Uni Eropa.

Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Frontex menunjukkan bahwa ada 63.000 migran/ pengungsi kedua wilayah di atas yang tiba di Yunani melalui jalur laut pada periode bulan Januari - Juni 2015 (Peter, 2015). Kedua, Yunani adalah negara penyeimbang dan penyangga bagi stabilitas keamanan di Kepulauan Siprus. Hal ini menjadi penting karena sebagian wilayah Siprus di bawah Turki dan meningkatnya pengaruhTurki di kawasan Mediterania.

Republik Siprus merupakan anggota dari Uni Eropa dan masuk di dalam kawasan Euro. Ketiga, alpanya bantuan talangandari para kreditorTroika pada pertengahan 2015 akan membuka peluang bagi PM Tsipras mendapatkan bantuan pembangunan saluran gas (The South Stream) dan kemungkinan sebagian dana talangan dari Rusia.

Hubungan baik Yunani dan Rusia akan memengaruhi situasi geopolitik di Eropa. Tidak bisa dimungkiri, hubungan Uni Eropa dan Rusia merenggang setelah kejadian Crimea dan Ukraina timur. Hal ini berpotensi meningkatkan perebutan pengaruh antara Uni Eropa dengan dukungan Amerika Serikat dan Rusia di Eropa.

Melambatnya Integrasi

Potensi keluarnya Yunani dari kawasan Euro akan memberikan beberapa implikasi. Pertama, Uni Eropa berada di persimpangan jalan dalam proyek mata uang tunggal, euro. Krisis Yunani berpotensi menjadi preseden awal dari berpotensinya negara-negara lain untuk keluar dari kawasan Euro, jika kondisi ekonomi dan keuangan domestik mereka menurun atau berpotensi kolaps.

Kedua, upaya Uni Eropa memperkuat penyatuan ekonomi dan keuangannya (The Economic and Monetary Union/ EMU ) pada tahun 2025 akan melambat. Pada tanggal 22 Juni 2015, gabungan lima presiden dari Komisi Eropa, the Euro Summit, Eurogroup, ECB dan Parlemen Eropa menyetujui rencana besar untuk penguatan dan pembentukan EMU yang stabil.

Rencana tersebut dibagi ke dalam tiga periode. Untuk periode awal Uni Eropa berusaha memperdalam kesatuan keuangan di Eropa dengan membuat fiscal union antara periode pertengahan tahun 2015-2017. Di periode selanjutnya Uni Eropa akan menyelesaikan EMU melalui proses penyeragaman pelbagai peraturan keuangan yang mengikat di seluruh kawasan Euro.

Pada tahun 2025, jika kedua tahapan di atas selesai dilakukan, EMU akan menjadi kawasan yang stabil dengan mata uang tunggal yang kuat. Kombinasi atas implikasi geopolitik di Eropa dan implikasi integrasi ekonomi Uni Eropa akan mempengaruhi proses penyatuan politik dan ekonomi regional di Uni Eropa secara khusus dan memperlambat proses integrasi kawasan Eropa secara umum. Tak tertutup kemungkinan kepercayaan pasar dan masyarakat internasional atas proses integrasi Eropa khususnya proses penguatan Uni Eropa akan relatif menurun.

Pelajaran Organisasi Regional

Ada beberapa hal yang bisa diambil oleh organisasi kawasan lainnya (seperti The Association Southeast Asian Nations/ ASEAN dan Mercado Comun del Sur/Mercosur) sebagai pelajaran.

Pertama, penguatan integrasi ekonomi dan keuangan regional memerlukan kerangka integrasi ekonomi kawasan yang jelas dan kedisiplinan ekonomi/keuangan dari masing-masing negara anggota suatu organisasi regional dalam melaksanakan kerangka bersama tersebut dengan tujuan menjaga penyatuan ekonomi dan finansial di suatu kawasan.

Kedua, jika negara-negara anggota dari suatu organisasi regional memiliki rencana untuk menyatukan ekonomi dan keuangannya, seperti pembentukan mata uang tunggal, maka mereka perlu menyerahkan sebagian dari kedaulatannya kepada organisasi regional tersebut.

Ketiga, krisis ekonomi dan keuangan di suatu negara anggota dari suatu organisasi regional akan berimplikasi terhadap situasi politik dan sosial domestiknya dan juga mempengaruhi dinamika geopolitik regional serta meningkatkan persaingan pengaruh dari aktor-aktor besar yang hadir di kawasan tersebut.

Karena itu, perubahan dinamika yang ada di suatu negara anggota dari suatu organisasi regional perlu dikelola dengan baik oleh organisasi regional tersebut dengan dukungan penuh dari negaranegara anggotanya.

BEGINDA PAKPAHAN PHD
Pengajar pada Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5088 seconds (0.1#10.140)