Merenda Optimisme dalam Histeria Ekonomi
loading...
A
A
A
Sejak beberapa tahun terakhir, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia memang relatif stabil. Namun, pertumbuhan ini juga diiringi ketimpangan pendapatan. Sederhananya, tidak semua orang menikmati manfaat tumbuhnya ekonomi. Nampaknya, kebijakan mengatasi masalah distribusi pendapatan harus lebih serius dilakukan di Indonesia.
Kemampuan sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal yang akomodatif terhadap perekonomian adalah kuncinya. Lewat instrumen suku bunga, kebijakan moneter pada hakikatnya bisa menciptakan efek kesejahteraan (wealth effect) melalui nilai aset dalam bingkai mengurangi ketimpangan pendapatan.
Namun, kebijakan fiskal nampaknya bisa lebih ampuh karena bisa secara langsung memengaruhi pendapatan disposibel melalui instrumen perpajakan dan transfer tunai. Tak terkecuali, mitigasi terhadap impak upside risks seperti impak normalisasi kebijakan ekonomi negara maju akan memberi impak pada sektor keuangan domestik dan meroketnya harga pangan dunia seperti sekarang ini.
Pada aras ini, paradigma pembangunan ekonomi yang didasarkan semangat inklusivitas adalah sebuah keniscayaan. Bukan hanya sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kemerataan ekonomi.
Ini bisa dilakukan dengan menata konstelasi perekonomian lewat transformasi digital masif nan inklusif. Seyogianya, integrasi teknologi digital dalam perekonomian akan membuka akses dan kesempatan lebih luas.
Melalui berbagai lini mulai dari pasar, sistem pembayaran, lapangan kerja, hingga transmisi kebijakan sendiri. Makanya, ketersediaan dan keterjangkauan infrastruktur digital di berbagai daerah patut dipertimbangkan. Tidak hanya sebatas akses, tetapi juga kualitasnya. Niscaya digitalisasi merupakan solusi tepat dalam rangka mendukung kebijakan ekonomi afirmatif.
Akhirnya, pilihan kebijakan ekonomi makro dalam menghela ekonomi domestik untuk menggelinding pada lajur yang benar memang haruslah dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Ketajaman instuisi para pengambil kebijakan, baik otoritas moneter maupun fiskal akan menentukan derajat tanjakan ekonomi kita.
Sinergi dan koordinasi kebijakan pemerintah dan BI menjadi tulang punggung yang harus ditingkatkan skalanya untuk membangkitkan optimisme di masa depan. Ini juga sebagai ikhtiar percepatan ekonomi yang mengalami efek memar (scarring effect) pascapendemi. Tetap mengedepankan gotong royong dalam memikul beban dan menatap ekonomi 2023 dengan optimisme di tengah tantangan gambaran muramnya.
Kemampuan sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal yang akomodatif terhadap perekonomian adalah kuncinya. Lewat instrumen suku bunga, kebijakan moneter pada hakikatnya bisa menciptakan efek kesejahteraan (wealth effect) melalui nilai aset dalam bingkai mengurangi ketimpangan pendapatan.
Namun, kebijakan fiskal nampaknya bisa lebih ampuh karena bisa secara langsung memengaruhi pendapatan disposibel melalui instrumen perpajakan dan transfer tunai. Tak terkecuali, mitigasi terhadap impak upside risks seperti impak normalisasi kebijakan ekonomi negara maju akan memberi impak pada sektor keuangan domestik dan meroketnya harga pangan dunia seperti sekarang ini.
Pada aras ini, paradigma pembangunan ekonomi yang didasarkan semangat inklusivitas adalah sebuah keniscayaan. Bukan hanya sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kemerataan ekonomi.
Ini bisa dilakukan dengan menata konstelasi perekonomian lewat transformasi digital masif nan inklusif. Seyogianya, integrasi teknologi digital dalam perekonomian akan membuka akses dan kesempatan lebih luas.
Melalui berbagai lini mulai dari pasar, sistem pembayaran, lapangan kerja, hingga transmisi kebijakan sendiri. Makanya, ketersediaan dan keterjangkauan infrastruktur digital di berbagai daerah patut dipertimbangkan. Tidak hanya sebatas akses, tetapi juga kualitasnya. Niscaya digitalisasi merupakan solusi tepat dalam rangka mendukung kebijakan ekonomi afirmatif.
Akhirnya, pilihan kebijakan ekonomi makro dalam menghela ekonomi domestik untuk menggelinding pada lajur yang benar memang haruslah dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Ketajaman instuisi para pengambil kebijakan, baik otoritas moneter maupun fiskal akan menentukan derajat tanjakan ekonomi kita.
Sinergi dan koordinasi kebijakan pemerintah dan BI menjadi tulang punggung yang harus ditingkatkan skalanya untuk membangkitkan optimisme di masa depan. Ini juga sebagai ikhtiar percepatan ekonomi yang mengalami efek memar (scarring effect) pascapendemi. Tetap mengedepankan gotong royong dalam memikul beban dan menatap ekonomi 2023 dengan optimisme di tengah tantangan gambaran muramnya.
(bmm)