Uji Materi UU Penyiaran, iNews-RCTI Perbaiki Permohonan dan Tambah Bukti

Kamis, 09 Juli 2020 - 19:32 WIB
loading...
Uji Materi UU Penyiaran, iNews-RCTI Perbaiki Permohonan dan Tambah Bukti
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang gugatan uji materi UU Penyiaran yang diajukan iNews TV dan RCTI. Foto/Setkab
A A A
JAKARTA - PT Visi Citra Mitra Mulia (iNews TV) dan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) menyampaikan beberapa perbaikan terkait permohonan uji materi Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran .

Dalam permohonan gugatannya, iNews TV dan RCTI melakukan penambahan beberapa bukti. iNews TV diwakili oleh David Fernando Audy selaku Direktur Utama dan Rafael Utomo selaku Direktur bertindak sebagai Pemohon I dan RCTI yang diwakili oleh Jarod Suwahjo selaku Direktur Keuangan dan Dini Aryanti Putri selaku Direktur Direktur Program dan Produksi sebagai Pemohon II. Kuasa pemohon berasal dari kantor hukum TKNP Law Firm.

Persidangan penyampaian dan pembacaan perbaikan permohonan berlangsung Kamis (9/7/2020). Hadir dalam persidangan dua orang kuasa pemohon, Muhammad Imam Nasef dan Sahlan Adiputra Al-Boneh. Persidangan perkara Nomor 39/PUU-XVIII/2020 ditangani oleh panel hakim konstitusi yang diketuai Enny Nurbaningsih. ( )

Alasan gugatan, yakni meminta semua layanan dan tayangan video berbasis spektrum frekuensi radio tanpa terkecuali tunduk kepada UU Penyiaran. Dalam hal ini termasuk siaran menggunakan internet.

Adapun yang digugat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), "Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran."

Kuasa hukum pemohon, Muhammad Imam Nasef mengatakan, pada intinya dalam perbaikan permohonan perkara Nomor 39/PUU-XVIII/2020 telah tertuang dan dielaborasikan dengan masukan dan saran dari hakim panel saat persidangan sebelumnya.

Beberapa perbaikan tersebut, pertama, tentang MK di mana tim kuasa pemohon memasukkan kewenangan MK yang terdapat dalam UUD 1945, UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK, UU Nomor 15 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan Peraturan MK tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK PUU).

"Sesuai dengan saran Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi," ujar Imam di hadapan panel hakim konstitusi, Kamis (9/7/2020).

Perbaikan kedua, lanjut dia, pada bagian legal standing khususnya untuk Pemohon II. Dalam persidangan sebelumnya, salah satu yang mewakili Pemohon II adalah warga negara asing yaitu Jarod Suwahjo.

Imam membeberkan, pihaknya menambahkan satu poin terkait dengan legalitas Jarod yang telah dituangkan dalam Poin Nomor 17. Di sini, kuasa pemohon mencantumkan, sesuai dengan Pasal 16 Ayat 2 UU Penyiaran tertuang warga negara asing dimungkinkan menjadi pengurus sepanjang salah satunya adalah direktur keuangan.

"Sebentar tapi berdasarkan akta itu. Jarot Suwahjo ini dia yang berhak mewakili untuk di pengadilan?" tanya hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

"Betul Yang Mulia. Dua orang Direktur. Jadi Pak Jarot dan Bu Dini Ariyanti," jawab Imam.

Di dalam perbaikan permohonan, lanjut Imam, pemohon juga melampirkan bukti berupa Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Nomor: Keputusan 107728 dan seterusnya. Legalitas Jarot, ujar Imam, telah sesuai juga dengan penetapan rencana penempatan-penempatan tenaga kerja asing 571 dan seterusnya.

"Di mana, Pak Jarot Suwahjo ini dipekerjakan oleh prinsipal (RCTI), Yang Mulia," bebernya.

Perbaikan ketiga yaitu kerugian konstitusional yang ada pada Poin 21 yang terkait dengan penghapusan prinsip non-diskriminasi. Karenanya pemohon melakukan perbaikan dengan tidak memasukkan Pasal 28D Ayat 2 UUD 1945 yang diperbaiki dengan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945.

"Penghapusan prinsip non-diskriminasi setelah kami kaji kami hapuskan, karena tidak relevan dengan permohonan ini," tuturnya.

Perbaikan keempat, ujar Imam, ada pada pokok permohonan maka pihak pemohon menggunakan tiga pasal sebagai batu uji yakni Pasal 1 Ayat 3, Pasal 27 Ayat 1, dan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945. Perbaikan kelima juga terkait dengan pokok permohonan yang tercantum dalam poin 26 dan 27 dengan sedikit penambahan uraian mengenai konvergensi teknologi dan komunikasi.

Perbaikan keenam, penambahan teori dari ahli sehubungan dengan konvergensi teknologi dan komunikasi. Hal ini akan menguatkan kehadiran negara pada bidang yuridiksi virtual sebagai bentuk kedaulatan negara.

Dengan demikian, kata Imam, pengaturan terhadap internet termasuk penggunanya tidak bisa hanya menggunakan dan mengandalkan regulasi dari penyedia layanan aplikasi atau provider atau etika internet atau neziten sebagaimana dianut oleh kelompok liberal.

"Uraian lebih lengkap sudah tercantum di perbaikan kami Yang Mulia," tegasnya.

Terakhir ungkap Imam, perbaikan dengan penambahan satu dalil baru sesuai dengan masukan dari panel hakim pada persidangan sebelumnya sehubungan dengan komplikasi ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran apabila dimaknai mencakup penyelenggaraan penggunaan internet dengan pasal-pasal lainnya.

Karenanya pada poin ini, pemohon memberikan judul dari baru dengan "Konvergensi Tatanan Hukum Telematika Mewujudkan Keterpaduan Hukum dengan Memberikan Penafsiran Hukum Konstitusional Pasal 1 angka 2 Mencakup Penggunaan Internet".

"Kami elaborasi apa itu TIK, konvergensi hukum, Yang Mulia. Dari poin 77 sampai dengan poin 89," katanya.

Intinya, kata Imam, dengan pendekatan konvergensi yang mengatur konvergensi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) harus ada peleburan beberapa UU di bidang telekomunikasi yakni UU ITE, UU Telekomunikasi, dan UU Penyiaran. Dalam konteks UU Penyiaran, maka salah satu yang diujikan oleh pemohon adalah pasal a aquo yang bisa mengimplementasikan secara padu ketiga UU tersebut.

"Termasuk implikasi terhadap pasal-pasal lain di dalam UU Penyiaran," ucapnya.

Untuk petitum, Imam menggariskan, tidak ada perubahan sama sekali. Intinya pemohon tetap meminta agar MK memutuskan tiga hal. Satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "… dan/atau kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran."

Sehingga, Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran selengkapnya berbunyi: “Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran dan/atau kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran."

Tiga, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya. Atau, apabila Yang Mulia majelis hakim konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (et aequo et bono).

Di bagian akhir sidang, Ketua Panel Hakim Enny Nurbaningsih mengonfirmasi bukti-bukti yang diajukan pemohon yakni P1 hingga P25. Imam membenarkan.

Hakim Enny kemudian mengesahkan. Selanjutnya, kata Enny, panel hakim akan melaporkan ke rapat permusyawaratan hakim (RPH) MK. Dia menegaskan, RPH akan menentukan kelanjutan dari persidangan perkara ini apakah akan diteruskan atau tidak.

Anggota Panel Hakim Arief Hidayat menyampaikan tanggapan atas legal standing Jarot Suwahjo. Arief menanyakan apakah kuasa pemohon melampirkan bukti surat izin tinggal terbatas di Indonesia atas nama Jarot yang berasal dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta bukti Keputusan Kementerian Ketenagakerjaan atas penempatan tenaga kerja asing di dalam perbaikan permohonan.

"Apakah dilampirkan sekaligus ditambahkan sebagai bukti atau tidak?" tanya hakim konstitusi Arief.

"Mohon izin Yang Mulia, kami tadi pagi sudah memasukkan. Kami tambahkan Yang Mulia, kami tambahkan di P23," jawab Imam.

Hakim konstitusi Arief melanjutkan, dia memberikan tambahan atas petitum yang disampaikan pemohon sehubungan dengan permintaan penambahan frasa pada pasal yang diuji. Arief meminta agar kuasa pemohon mempelajari kembali implikasi jika MK mengabulkan petitum tersebut.

"Kalau petitum andaikata dikabulkan Majelis, apakah tidak ada implikasi terhadap pasal- pasal yang lain dalam Undang-Undang Penyiaran. Karena Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Penyiaran merupakan jantungnya, jadi tolong dipelajari," sarannya.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1046 seconds (0.1#10.140)