Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

Jum'at, 17 Mei 2024 - 18:25 WIB
loading...
Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan
YLBHI menilai polemik pembahasan draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran telah mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia, Jumat (17/5/2024). Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai polemik pembahasan draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran telah mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Ketua YLBHI, M Isnur.

"Sejumlah pasal multitafsir dan sangat berpotensi digunakan oleh alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik," kata Isnur dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/5/2024).

Isnur menyebutkan, Pasal 50 B Ayat (2) huruf c RUU Penyiaran terkait larangan liputan investigasi jurnalistik menjadi salah satu klausul yang multitafsir. Menurutnya, keberadaan klausul itu telah merugikan masyarakat.

"Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik," terang Isnur.



Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid menegaskan, sampai saat ini revisi UU tentang Penyiaran belum ada. Dia menyebutkan, yang menjadi polemik belakangan ini hanya sebatas draf saja.

"RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draf, tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multitafsir," kata Meutya dalam keterangannya, Kamis (16/5/2024).

Legislator Partai Golkar itu menjelaskan, tahapan draf revisi UU Penyiaran saat ini masih di Badan Legislasi (Baleg). Sehingga, belum ada pembahasan dengan pemerintah.

PWI menyatakan secara tegas bahwa larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang tercantum dalam Pasal 50B Ayat (2) huruf C, dalam berkas RUU Penyiaran hasil Rapat Badan Legislasi DPR 27 Maret 2024, menunjukkan bahwa penyusun RUU melakukan pelanggaran atas Pasal 4 Ayat (2) dari UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 4 tersebut jelas mengatur bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan pelarangan penyiaran, dan jika hal tersebut dilakukan akan berhadapan dengan tuntutan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1719 seconds (0.1#10.140)
pixels