Apakah Vaksin Covid-19 Penyebab Gagal Ginjal Anak?

Rabu, 26 Oktober 2022 - 17:12 WIB
loading...
Apakah Vaksin Covid-19...
Reza Aditya Digambiro (Foto: Ist)
A A A
Reza Aditya Digambiro
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

KEJADIAN gagal ginjal akut (acute kidney injury) yang telah menimbulkan korban jiwa ratusan anak-anak belakangan ini telah meningkatkan kewaspadaan terhadap jenis-jenis obat tertentu, khususnya preparat syrup yang sering dikonsumsi pada usia anak-anak.

Berawal dari Gambia, di mana puluhan anak telah meninggal dunia dengan gejala gagal ginjal akut. Bahan yang dicurigai merusak fungsi ginjal adalah etilen glikol dan dietilen glikol. Sebenarnya kasus keracunan dietilen glikol yang mengontaminasi obat sirop dalam hal ini obat penurun panas (asetaminofen/parasetamol), sudah beberapa kali terjadi sebelumnya.

Sebut saja epidemi yang terjadi di Dhaka – Bangladesh pada 1990, di mana sekitar 339 anak mengalami gagal ginjal akut dan 70% di antaranya meninggal dunia. Pada pemeriksaan 69 botol sampel yang mengandung parasetamol , dijumpai kandungan dietilen glikol dalam 19 botolnya.Total keseluruhan merek yang diuji ada 28 dan tujuh di antaranya mengandung dietilen glikol (Hanif M, Mobarak MR, Ronan A, dan rekan-rekan. “Fatal Renal Failure Caused by Diethylene Glycol in Paracetamol Elixir; The Bangladesh Epidemic”. BMJ, 1995; 311: 88).

Lalu, di Haiti antara November 1995 hingga Mei 1996. Terdapat 109 kasus gagal ginjal akut pada anak-anak dengan mortalitas mencapai 85 orang (98%). Pada pemeriksaan dijumpai kontaminasi dietilen glikol pada obat sirop astaminofen yang dikonsumsi sebelumnya. (O’Brien KL, Selanikio JD, Hecdivert C. “Epidemic of Pediatric Deaths from Acute Renal Failure Caused by Diethylene Glycol Poisoning”. JAMA, 1998, Apr 15; 279: 175-80).

Selanjutnya terdapat juga kejadian yang menelan korban 36 anak-anak dengan usia dua bulan hingga enam tahun dengan gagal ginjal akut di Delhi – India pada 1998, 33 di antaranya meninggal dalam perawatan. Sebanyak 26 dari 36 anak tersebut berasal dari Provinsi Gurgaon dan memiliki riwayat mengonsumsi obat batuk (ekspektoran) yang diproduksi di Gurgaon yang ternyata terkontaminasi dietilen glikol, sementara sampel obat parasetamol yang juga diperiksa negatif dari bahan berbahaya tersebut. (Singh J, Dutta AK, Khare S, dan rekan-rekan. “Diethylene Glycol Poisoning in Gurgaon, India, 1998”. Bulletin of the World Health Organization, 2001, 79: 88-95).

Sebelum kasus merebak di Gambia, negara tetangganya, Nigeria juga mengalami epidemi gagal ginjal akut akibat kontaminasi dietilen glikol pada obat sirop asetaminofen pada 2008. Dari 57 anak yang terkena, sebanyak 54 orang meninggal dunia (Centers for Disease Control and Prevention [CDC] . “Fatal Poisoning Among Young Children from Diethylene Glycol – Contaminated Acetaminophen – Nigeria, 2008-2009”. MWWR Morb Mortal Wkly Rep. 2009 Dec 11; 58 (48) : 1345-7).

Dietilen glikol sendiri merupakan suatu substrat yang tidak berwarna, tidak berbau, diabsorpsi, dan didistribusikan tubuh ke dalam ginjal, otak, hati, limpa, serta jaringan lemak. Asam diglikolik (diglycolic acid) sangat beracun bagi ginjal. Dietilen glikol kebanyakan digunakan sebagai pengganti pelarut obat sirop nonglikol karena harganya yang jauh lebih murah. Gejala klinis keracunan dietilen glikol dapat dibagi menjadi tiga fase; pertama, dimulai dengan gangguan pada pencernaan dan berlanjut pada kondisi asidosis metabolik.

Fase kedua asidosis metaboliknya akan memberat dan mulai terlihat gejala gagal ginjal akut. Jika tidak diterapi dengan baik, penderita akan mengalami kematian pada fase ini. Namun, jika penderita stabil, maka akan masuk pada fase ketiga dengan gejala-gejala gangguan syaraf (neuropati) (Schep LJ, Slaughter RJ, Temple WA, dan rekan-rekan. “Diethylene Glycol Poisoning”. Clinical Toxicology, Vol. 47, 2009 – Issue 6).

Pada kasus epidemi gagal ginjal akut yang saat ini sedang merebak di Indonesia, perlu kita cermati, apakah memang terdapat kandungan dietilen glikol pada obat-obatan sirop yang beredar pada saat ini. Karena, sebenarnya penggunaan bahan tersebut telah lama dilarang di beberapa negara, termasuk Indonesia. Meski demikian, kejadian ini cukup berdekatan dengan pemberian vaksin Covid-19 untuk anak-anak yang dimulai pada Februari 2022. Wajar, apabila muncul pertanyaan yang mengaitkan kondisi ini dengan pemberian vaksin tersebut.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2239 seconds (0.1#10.140)