Apakah Vaksin Covid-19 Penyebab Gagal Ginjal Anak?
loading...
A
A
A
Reza Aditya Digambiro
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
KEJADIAN gagal ginjal akut (acute kidney injury) yang telah menimbulkan korban jiwa ratusan anak-anak belakangan ini telah meningkatkan kewaspadaan terhadap jenis-jenis obat tertentu, khususnya preparat syrup yang sering dikonsumsi pada usia anak-anak.
Berawal dari Gambia, di mana puluhan anak telah meninggal dunia dengan gejala gagal ginjal akut. Bahan yang dicurigai merusak fungsi ginjal adalah etilen glikol dan dietilen glikol. Sebenarnya kasus keracunan dietilen glikol yang mengontaminasi obat sirop dalam hal ini obat penurun panas (asetaminofen/parasetamol), sudah beberapa kali terjadi sebelumnya.
Sebut saja epidemi yang terjadi di Dhaka – Bangladesh pada 1990, di mana sekitar 339 anak mengalami gagal ginjal akut dan 70% di antaranya meninggal dunia. Pada pemeriksaan 69 botol sampel yang mengandung parasetamol , dijumpai kandungan dietilen glikol dalam 19 botolnya.Total keseluruhan merek yang diuji ada 28 dan tujuh di antaranya mengandung dietilen glikol (Hanif M, Mobarak MR, Ronan A, dan rekan-rekan. “Fatal Renal Failure Caused by Diethylene Glycol in Paracetamol Elixir; The Bangladesh Epidemic”. BMJ, 1995; 311: 88).
Lalu, di Haiti antara November 1995 hingga Mei 1996. Terdapat 109 kasus gagal ginjal akut pada anak-anak dengan mortalitas mencapai 85 orang (98%). Pada pemeriksaan dijumpai kontaminasi dietilen glikol pada obat sirop astaminofen yang dikonsumsi sebelumnya. (O’Brien KL, Selanikio JD, Hecdivert C. “Epidemic of Pediatric Deaths from Acute Renal Failure Caused by Diethylene Glycol Poisoning”. JAMA, 1998, Apr 15; 279: 175-80).
Selanjutnya terdapat juga kejadian yang menelan korban 36 anak-anak dengan usia dua bulan hingga enam tahun dengan gagal ginjal akut di Delhi – India pada 1998, 33 di antaranya meninggal dalam perawatan. Sebanyak 26 dari 36 anak tersebut berasal dari Provinsi Gurgaon dan memiliki riwayat mengonsumsi obat batuk (ekspektoran) yang diproduksi di Gurgaon yang ternyata terkontaminasi dietilen glikol, sementara sampel obat parasetamol yang juga diperiksa negatif dari bahan berbahaya tersebut. (Singh J, Dutta AK, Khare S, dan rekan-rekan. “Diethylene Glycol Poisoning in Gurgaon, India, 1998”. Bulletin of the World Health Organization, 2001, 79: 88-95).
Sebelum kasus merebak di Gambia, negara tetangganya, Nigeria juga mengalami epidemi gagal ginjal akut akibat kontaminasi dietilen glikol pada obat sirop asetaminofen pada 2008. Dari 57 anak yang terkena, sebanyak 54 orang meninggal dunia (Centers for Disease Control and Prevention [CDC] . “Fatal Poisoning Among Young Children from Diethylene Glycol – Contaminated Acetaminophen – Nigeria, 2008-2009”. MWWR Morb Mortal Wkly Rep. 2009 Dec 11; 58 (48) : 1345-7).
Dietilen glikol sendiri merupakan suatu substrat yang tidak berwarna, tidak berbau, diabsorpsi, dan didistribusikan tubuh ke dalam ginjal, otak, hati, limpa, serta jaringan lemak. Asam diglikolik (diglycolic acid) sangat beracun bagi ginjal. Dietilen glikol kebanyakan digunakan sebagai pengganti pelarut obat sirop nonglikol karena harganya yang jauh lebih murah. Gejala klinis keracunan dietilen glikol dapat dibagi menjadi tiga fase; pertama, dimulai dengan gangguan pada pencernaan dan berlanjut pada kondisi asidosis metabolik.
Fase kedua asidosis metaboliknya akan memberat dan mulai terlihat gejala gagal ginjal akut. Jika tidak diterapi dengan baik, penderita akan mengalami kematian pada fase ini. Namun, jika penderita stabil, maka akan masuk pada fase ketiga dengan gejala-gejala gangguan syaraf (neuropati) (Schep LJ, Slaughter RJ, Temple WA, dan rekan-rekan. “Diethylene Glycol Poisoning”. Clinical Toxicology, Vol. 47, 2009 – Issue 6).
Pada kasus epidemi gagal ginjal akut yang saat ini sedang merebak di Indonesia, perlu kita cermati, apakah memang terdapat kandungan dietilen glikol pada obat-obatan sirop yang beredar pada saat ini. Karena, sebenarnya penggunaan bahan tersebut telah lama dilarang di beberapa negara, termasuk Indonesia. Meski demikian, kejadian ini cukup berdekatan dengan pemberian vaksin Covid-19 untuk anak-anak yang dimulai pada Februari 2022. Wajar, apabila muncul pertanyaan yang mengaitkan kondisi ini dengan pemberian vaksin tersebut.
Apakah Vaksin Covid-19 menyebabkan gagal ginjal akut pada anak-anak di Indonesia?
Gagal ginjal akut sendiri adalah kondisi di mana terjadi penurunan fungsi ginjal yang tidak berhasil membuang produk limbah dari tubuh, ditandai dengan peningkatan serum kreatinin dalam darah dan menurunnya produksi urine/glomerular filtration rate. Keadaan ini dapat memicu gagal organ multiple hingga kematian.
Gagal ginjal akut yang terjadi pada anak-anak lebih cepat mengalami perburukan dengan angka mortalitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Meskipun hingga saat ini belum diketahui secara pasti hubungan antara mortalitas yang tinggi pada anak-anak dengan fase gagal ginjal akut yang diderita (Selby NM, Lennon R. “Be on Alert for Pediatric AKI”. Kidney International, Vol.92, Issue 2. P286-8. 2017).
Sebagaimana kita diketahui, vaksin yang diberikan untuk pencegahan Covid-19 di Indonesia adalah Sinovac-CoronaVac Vaccine, AstraZeneca Vaccine, Pfizer-BioNTech Vaccine, dan Moderna Covid-19 Vaccine. Dalam kondisi pandemik, ketersediaan vaksin sangat diperlukan dan oleh sebab itu banyak proses-proses yang dipintas demi mencegah korban jiwa akibat Covid-19.
Dalam pembuatan vaksin yang berbeda-beda tersebut terdapat senyawa yang menyerupai dietilen glikol dalam produksi Pfizer-BioNTech Vaccine dan Moderna Covid-19 Vaccine, bahan tersebut adalah Polyethylene Glycol (PEG) (Bigini P, Gobbi M, Bonati M, dan rekan-rekan. “The Role and Impact of Polyethylene Glycol on Anaphylactic Reactions to Covid-19 Nano Vaccine”. Nature Nanotechnology. 16.1169-71. 2021).
Polimer ini digunakan dalam produksi kedua vaksin tersebut untuk melapisi Solid Lipid Nano Particles (SLNPs) yang berfungsi meningkatkan kelarutannya dalam darah serta stabilisasinya. Bahan ini tidak digunakan dalam Sinovac-CoronaVac Vaccine dan AstraZeneca Vaccine.
Sejak lama telah banyak laporan kasus gagal ginjal akut yang disebabkan oleh polyethylene glycol (PEG) ini. Chun YJ melaporkan kasus gagal ginjal akut setelah pasien mengonsumsi PEG, yang merupakan bagian dari pencucian saluran cerna sebelum dilakukan prosedur kolonoskopi. (Chun YJ, Pak MK, Kim JS, dan rekan-rekan. “Acute Renal Failure Caused by Oral Polyethylene Glycol Ingestion”. Korean J Gastrointes Endosc. Vol. 34(3); 2007: 161-3). Hal yang sama juga dilaporkan di Taiwan oleh Cheng dan rekan-rekan (Cheng CL, Liu NJ, Tang JH, dan rekan-rekan. “Risk of Renal Injury After The Use of Polyethylene Glycol for Outpatient Colonoscopy: A Prospective Observational Study”. Journal of Clinical Gastroenterology, 53(10, e444-50).
Hingga saat ini belum terdapat penelitian yang komprehensif mengenai efek polyethylene glycol (PEG) yang digunakan dalam produksi vaksin Covid-19, khususnya Pfizer-BioNTech Vaccine dan Moderna Covid-19 Vaccine. Penting untuk kita ketahui bersama bahwa PEG belum pernah dipakai sebelumnya dalam proses produksi vaksin kecuali untuk vaksin Pfizer-BioNTech Vaccine dan Moderna Covid-19 Vaccine.
Sekitar 72% orang dewasa memiliki antibodi yang melawan efek negatif PEG. Namun, hal ini masih menjadi tanda tanya pada anak-anak (Yang Qi, Jacobs TM, McCallen JD, dan rekan-rekan. “Analysis of Pre Existing Igg and Igm Antibodies Against Polyethylene Glycol (Peg) in General Population”. Anal Chem, 2016, 88,23.11804-12).
Beberapa penelitian berhasil mendeteksi adanya vaksin mRNA di dalam air susu ibu, namun laporan yang dikeluarkan menyatakan keseluruhannya berada pada dosis yang aman dan umumnya hilang setelah 48 jam. (Yeo KT, Chia WN, Tan CW dan rekan-rekan. "Neutralizing Activity and SARS-CoV-2 Vaccine m RNA Persistence in Serum and Breastmilk After BNT162b2 Vaccination in Lactating Women". Immunol. Jan 2022. Vol.12. Article 783975) dan (Hanna N, Doon AH, Lin X, dan rekan-rekan. "Detection of Messenger RNA Covid 19 Vaccines in Human Breast Milk". JAM Pediatrics September 26, 2022.E1-2) .
Berdasarkan fakta-fakta di atas diperlukan tindakan investigasi yang meliputi autopsi klinik terhadap para korban gagal ginjal akut dan pemeriksaan sampel bukan hanya obat sirup , namun juga vaksin dan tracing terhadap keluarga dalam hal ini para ibu.
Patut dipertimbangkan efek polyethylene glycol di dalam vaksin Covid-19 terhadap kondisi ginjal yang dialami oleh ratusan anak di Indonesia. Diperlukan penelitian yang menyeluruh dan terintegrasi serta kehati-hatian dalam membuat kesimpulan dan mengambil kebijakan mengenai kasus epidemik gagal ginjal akut yang terjadi saat ini.
Lihat Juga: Gagal Ginjal Akut Kembali Ditemukan, Partai Perindo Pertanyakan Pengawasan Peredaran Obat
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
KEJADIAN gagal ginjal akut (acute kidney injury) yang telah menimbulkan korban jiwa ratusan anak-anak belakangan ini telah meningkatkan kewaspadaan terhadap jenis-jenis obat tertentu, khususnya preparat syrup yang sering dikonsumsi pada usia anak-anak.
Berawal dari Gambia, di mana puluhan anak telah meninggal dunia dengan gejala gagal ginjal akut. Bahan yang dicurigai merusak fungsi ginjal adalah etilen glikol dan dietilen glikol. Sebenarnya kasus keracunan dietilen glikol yang mengontaminasi obat sirop dalam hal ini obat penurun panas (asetaminofen/parasetamol), sudah beberapa kali terjadi sebelumnya.
Sebut saja epidemi yang terjadi di Dhaka – Bangladesh pada 1990, di mana sekitar 339 anak mengalami gagal ginjal akut dan 70% di antaranya meninggal dunia. Pada pemeriksaan 69 botol sampel yang mengandung parasetamol , dijumpai kandungan dietilen glikol dalam 19 botolnya.Total keseluruhan merek yang diuji ada 28 dan tujuh di antaranya mengandung dietilen glikol (Hanif M, Mobarak MR, Ronan A, dan rekan-rekan. “Fatal Renal Failure Caused by Diethylene Glycol in Paracetamol Elixir; The Bangladesh Epidemic”. BMJ, 1995; 311: 88).
Lalu, di Haiti antara November 1995 hingga Mei 1996. Terdapat 109 kasus gagal ginjal akut pada anak-anak dengan mortalitas mencapai 85 orang (98%). Pada pemeriksaan dijumpai kontaminasi dietilen glikol pada obat sirop astaminofen yang dikonsumsi sebelumnya. (O’Brien KL, Selanikio JD, Hecdivert C. “Epidemic of Pediatric Deaths from Acute Renal Failure Caused by Diethylene Glycol Poisoning”. JAMA, 1998, Apr 15; 279: 175-80).
Selanjutnya terdapat juga kejadian yang menelan korban 36 anak-anak dengan usia dua bulan hingga enam tahun dengan gagal ginjal akut di Delhi – India pada 1998, 33 di antaranya meninggal dalam perawatan. Sebanyak 26 dari 36 anak tersebut berasal dari Provinsi Gurgaon dan memiliki riwayat mengonsumsi obat batuk (ekspektoran) yang diproduksi di Gurgaon yang ternyata terkontaminasi dietilen glikol, sementara sampel obat parasetamol yang juga diperiksa negatif dari bahan berbahaya tersebut. (Singh J, Dutta AK, Khare S, dan rekan-rekan. “Diethylene Glycol Poisoning in Gurgaon, India, 1998”. Bulletin of the World Health Organization, 2001, 79: 88-95).
Sebelum kasus merebak di Gambia, negara tetangganya, Nigeria juga mengalami epidemi gagal ginjal akut akibat kontaminasi dietilen glikol pada obat sirop asetaminofen pada 2008. Dari 57 anak yang terkena, sebanyak 54 orang meninggal dunia (Centers for Disease Control and Prevention [CDC] . “Fatal Poisoning Among Young Children from Diethylene Glycol – Contaminated Acetaminophen – Nigeria, 2008-2009”. MWWR Morb Mortal Wkly Rep. 2009 Dec 11; 58 (48) : 1345-7).
Dietilen glikol sendiri merupakan suatu substrat yang tidak berwarna, tidak berbau, diabsorpsi, dan didistribusikan tubuh ke dalam ginjal, otak, hati, limpa, serta jaringan lemak. Asam diglikolik (diglycolic acid) sangat beracun bagi ginjal. Dietilen glikol kebanyakan digunakan sebagai pengganti pelarut obat sirop nonglikol karena harganya yang jauh lebih murah. Gejala klinis keracunan dietilen glikol dapat dibagi menjadi tiga fase; pertama, dimulai dengan gangguan pada pencernaan dan berlanjut pada kondisi asidosis metabolik.
Fase kedua asidosis metaboliknya akan memberat dan mulai terlihat gejala gagal ginjal akut. Jika tidak diterapi dengan baik, penderita akan mengalami kematian pada fase ini. Namun, jika penderita stabil, maka akan masuk pada fase ketiga dengan gejala-gejala gangguan syaraf (neuropati) (Schep LJ, Slaughter RJ, Temple WA, dan rekan-rekan. “Diethylene Glycol Poisoning”. Clinical Toxicology, Vol. 47, 2009 – Issue 6).
Pada kasus epidemi gagal ginjal akut yang saat ini sedang merebak di Indonesia, perlu kita cermati, apakah memang terdapat kandungan dietilen glikol pada obat-obatan sirop yang beredar pada saat ini. Karena, sebenarnya penggunaan bahan tersebut telah lama dilarang di beberapa negara, termasuk Indonesia. Meski demikian, kejadian ini cukup berdekatan dengan pemberian vaksin Covid-19 untuk anak-anak yang dimulai pada Februari 2022. Wajar, apabila muncul pertanyaan yang mengaitkan kondisi ini dengan pemberian vaksin tersebut.
Apakah Vaksin Covid-19 menyebabkan gagal ginjal akut pada anak-anak di Indonesia?
Gagal ginjal akut sendiri adalah kondisi di mana terjadi penurunan fungsi ginjal yang tidak berhasil membuang produk limbah dari tubuh, ditandai dengan peningkatan serum kreatinin dalam darah dan menurunnya produksi urine/glomerular filtration rate. Keadaan ini dapat memicu gagal organ multiple hingga kematian.
Gagal ginjal akut yang terjadi pada anak-anak lebih cepat mengalami perburukan dengan angka mortalitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Meskipun hingga saat ini belum diketahui secara pasti hubungan antara mortalitas yang tinggi pada anak-anak dengan fase gagal ginjal akut yang diderita (Selby NM, Lennon R. “Be on Alert for Pediatric AKI”. Kidney International, Vol.92, Issue 2. P286-8. 2017).
Sebagaimana kita diketahui, vaksin yang diberikan untuk pencegahan Covid-19 di Indonesia adalah Sinovac-CoronaVac Vaccine, AstraZeneca Vaccine, Pfizer-BioNTech Vaccine, dan Moderna Covid-19 Vaccine. Dalam kondisi pandemik, ketersediaan vaksin sangat diperlukan dan oleh sebab itu banyak proses-proses yang dipintas demi mencegah korban jiwa akibat Covid-19.
Dalam pembuatan vaksin yang berbeda-beda tersebut terdapat senyawa yang menyerupai dietilen glikol dalam produksi Pfizer-BioNTech Vaccine dan Moderna Covid-19 Vaccine, bahan tersebut adalah Polyethylene Glycol (PEG) (Bigini P, Gobbi M, Bonati M, dan rekan-rekan. “The Role and Impact of Polyethylene Glycol on Anaphylactic Reactions to Covid-19 Nano Vaccine”. Nature Nanotechnology. 16.1169-71. 2021).
Polimer ini digunakan dalam produksi kedua vaksin tersebut untuk melapisi Solid Lipid Nano Particles (SLNPs) yang berfungsi meningkatkan kelarutannya dalam darah serta stabilisasinya. Bahan ini tidak digunakan dalam Sinovac-CoronaVac Vaccine dan AstraZeneca Vaccine.
Sejak lama telah banyak laporan kasus gagal ginjal akut yang disebabkan oleh polyethylene glycol (PEG) ini. Chun YJ melaporkan kasus gagal ginjal akut setelah pasien mengonsumsi PEG, yang merupakan bagian dari pencucian saluran cerna sebelum dilakukan prosedur kolonoskopi. (Chun YJ, Pak MK, Kim JS, dan rekan-rekan. “Acute Renal Failure Caused by Oral Polyethylene Glycol Ingestion”. Korean J Gastrointes Endosc. Vol. 34(3); 2007: 161-3). Hal yang sama juga dilaporkan di Taiwan oleh Cheng dan rekan-rekan (Cheng CL, Liu NJ, Tang JH, dan rekan-rekan. “Risk of Renal Injury After The Use of Polyethylene Glycol for Outpatient Colonoscopy: A Prospective Observational Study”. Journal of Clinical Gastroenterology, 53(10, e444-50).
Hingga saat ini belum terdapat penelitian yang komprehensif mengenai efek polyethylene glycol (PEG) yang digunakan dalam produksi vaksin Covid-19, khususnya Pfizer-BioNTech Vaccine dan Moderna Covid-19 Vaccine. Penting untuk kita ketahui bersama bahwa PEG belum pernah dipakai sebelumnya dalam proses produksi vaksin kecuali untuk vaksin Pfizer-BioNTech Vaccine dan Moderna Covid-19 Vaccine.
Sekitar 72% orang dewasa memiliki antibodi yang melawan efek negatif PEG. Namun, hal ini masih menjadi tanda tanya pada anak-anak (Yang Qi, Jacobs TM, McCallen JD, dan rekan-rekan. “Analysis of Pre Existing Igg and Igm Antibodies Against Polyethylene Glycol (Peg) in General Population”. Anal Chem, 2016, 88,23.11804-12).
Beberapa penelitian berhasil mendeteksi adanya vaksin mRNA di dalam air susu ibu, namun laporan yang dikeluarkan menyatakan keseluruhannya berada pada dosis yang aman dan umumnya hilang setelah 48 jam. (Yeo KT, Chia WN, Tan CW dan rekan-rekan. "Neutralizing Activity and SARS-CoV-2 Vaccine m RNA Persistence in Serum and Breastmilk After BNT162b2 Vaccination in Lactating Women". Immunol. Jan 2022. Vol.12. Article 783975) dan (Hanna N, Doon AH, Lin X, dan rekan-rekan. "Detection of Messenger RNA Covid 19 Vaccines in Human Breast Milk". JAM Pediatrics September 26, 2022.E1-2) .
Berdasarkan fakta-fakta di atas diperlukan tindakan investigasi yang meliputi autopsi klinik terhadap para korban gagal ginjal akut dan pemeriksaan sampel bukan hanya obat sirup , namun juga vaksin dan tracing terhadap keluarga dalam hal ini para ibu.
Patut dipertimbangkan efek polyethylene glycol di dalam vaksin Covid-19 terhadap kondisi ginjal yang dialami oleh ratusan anak di Indonesia. Diperlukan penelitian yang menyeluruh dan terintegrasi serta kehati-hatian dalam membuat kesimpulan dan mengambil kebijakan mengenai kasus epidemik gagal ginjal akut yang terjadi saat ini.
Lihat Juga: Gagal Ginjal Akut Kembali Ditemukan, Partai Perindo Pertanyakan Pengawasan Peredaran Obat
(bmm)