Pandemi Covid-19 Momentum BPJS Kesehatan Kedepankan Preventif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 tidak melulu harus dipandang negatif. Sebaliknya, situasi ini harus dimanfaatkan sebagai memontum perbaikan tata kelola jaminan kesehatan nasional (JKN). Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan sudah saatnya pemerintah fokus pada preventif dan promotif (prev-prom).
“Dari sisi pelaksanaan JKN, ini akan menjadi titik mula perbaikan ekosistem JKN. Selama ini carut-marut JKN hanya dilihat dari sisi kuratif (penyembuhan) tanpa pernah melihat hulunya, prev-prom,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (6/7/2020).
Hal ini tentu sejalan dengan kampanye pemerintah dalam membangkitkan perekonomian yang tetap mengedepankan protokol kesehatan. Dalam masa transisi menuju kenormalan baru ini, yang paling utama harus dilakukan masyarakat adalah hidup sehat dengan mengedepankan preventif dan promotif.
(Baca: Menko PMK: Tingkat Kepesertaan JKN Baru Capai 83%)
Sayangnya, selama ini persepsi dan kesadaran pemerintah dan BPJS Kesehatan masih rendah terhadap pentingnya preventif dan promotif. Timboel menyebut hal itu bisa diukur dari rendahnya alokasi anggaran untuk preventif dan promotif.
Berdasarkan data, biaya JKN tahun lalu itu totalnya Rp108 triliun. Namun, anggaran preventif dan promotif sekitar Rp499 miliar atau 0,5 persen. Tahun 2020 ini, anggaran JKN mencapai Rp111,24 triliun, tapi dana untuk preventif dan promotifnya hanya Rp584 miliar.
“Program JKN selama ini hanya dipandang sebagai kuratif semata. Saatnya puskesmas dikembalikan untuk melakukan tugas preventif dan promotif,” tuturnya.
(Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, PKS Ingatkan Gelombang Tunggakan dan Turun Kelas)
Timboel mendorong para dokter dan tenaga kesehatan untuk keliling ke desa-desa. Mereka harus mengedukasi, melihat kebersihan lingkungan rumah masyarakat, serta melakukan tindakan lain sehingga kesehatan masyarakat terjaga.
Dia menjelaskan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitasi merupakan amanat pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Timboel mengkritik jajaran direksi BPJS Kesehatan yang tidak bisa mengedepankan preventif dan promotif dalam penanganan kesehatan nasional.
“Sebentar lagi, sekitar Februari 2021 Direksi BPJS periode 2016-2021 selesai masa tugasnya. Semoga panitia seleksi dan Dewas BPJS Kesehatan mampu menggali pengetahuan dan visi-misi calon direksi mengenai masalah preventif dan promotif,” pungkasnya.
“Dari sisi pelaksanaan JKN, ini akan menjadi titik mula perbaikan ekosistem JKN. Selama ini carut-marut JKN hanya dilihat dari sisi kuratif (penyembuhan) tanpa pernah melihat hulunya, prev-prom,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (6/7/2020).
Hal ini tentu sejalan dengan kampanye pemerintah dalam membangkitkan perekonomian yang tetap mengedepankan protokol kesehatan. Dalam masa transisi menuju kenormalan baru ini, yang paling utama harus dilakukan masyarakat adalah hidup sehat dengan mengedepankan preventif dan promotif.
(Baca: Menko PMK: Tingkat Kepesertaan JKN Baru Capai 83%)
Sayangnya, selama ini persepsi dan kesadaran pemerintah dan BPJS Kesehatan masih rendah terhadap pentingnya preventif dan promotif. Timboel menyebut hal itu bisa diukur dari rendahnya alokasi anggaran untuk preventif dan promotif.
Berdasarkan data, biaya JKN tahun lalu itu totalnya Rp108 triliun. Namun, anggaran preventif dan promotif sekitar Rp499 miliar atau 0,5 persen. Tahun 2020 ini, anggaran JKN mencapai Rp111,24 triliun, tapi dana untuk preventif dan promotifnya hanya Rp584 miliar.
“Program JKN selama ini hanya dipandang sebagai kuratif semata. Saatnya puskesmas dikembalikan untuk melakukan tugas preventif dan promotif,” tuturnya.
(Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, PKS Ingatkan Gelombang Tunggakan dan Turun Kelas)
Timboel mendorong para dokter dan tenaga kesehatan untuk keliling ke desa-desa. Mereka harus mengedukasi, melihat kebersihan lingkungan rumah masyarakat, serta melakukan tindakan lain sehingga kesehatan masyarakat terjaga.
Dia menjelaskan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitasi merupakan amanat pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Timboel mengkritik jajaran direksi BPJS Kesehatan yang tidak bisa mengedepankan preventif dan promotif dalam penanganan kesehatan nasional.
“Sebentar lagi, sekitar Februari 2021 Direksi BPJS periode 2016-2021 selesai masa tugasnya. Semoga panitia seleksi dan Dewas BPJS Kesehatan mampu menggali pengetahuan dan visi-misi calon direksi mengenai masalah preventif dan promotif,” pungkasnya.
(muh)