Menuju Masyarakat (Lebih) Siap Siaga Bencana
loading...
A
A
A
Proyek mulai dibangun pada 1992 kontinyu hingga rampung pada 2006. Menurut Nikkei Asia, ketika mega topan Hagibis datang pada 2019 lalu, puluhan juta ton air sungai Nakagawa, Kuramatsu, dan Komatsu – tiga anak sungai dari Tonegawa dialihkan ke terowongan lalu dipompa ke Sungai Edogawa yang lebih akomodatif.
Berbagai teknologi inovasi baru untuk mitigasi bencana juga dipromosikan institusi riset dan berbagai perusahaan. Menurut Highlighting Japan 2018, National Research Institute for Earth Science and Disaster Resilience (NIED) pada 2017 memperkenalkan penggunaan Monitoring of Waves on Land and Seafloor (MOWLAS) yakni new observation network pengamatan gempa bumi, tsunami dan volcano yang bisa mengcover seluruh daratan dan laut Jepang.
Adanya risiko bencana terkait air yang terjadi setiap tahun, Badan Meteorologi Jepang JMA sejak 2017 juga mulai menyediakan “Real-time Risk Maps” yang menunjukkan tingkat risiko genangan, banjir dan tanah longsor untuk membantu mencegah bencana. Tingkat risiko didasarkan pada berbagai parameter dan diperbarui setiap 10 menit.
Langkah kedua, penerapan regulasi bencana yang maju dan kuat. Risiko besar ketika bencana adalah runtuhnya bangunan. Menurut pemerintah Jepang dalam laporan Disaster Management in Japan, pada 2008 diperkirakan masih ada sekitar 21% dari tempat tinggal yang tidak cukup tahan gempa.
Ini karena dibangun sebelum 1981 saat di mana peraturan bangunan tahan gempa ketat mulai diperkenalkan. Pada 2013, juga masih ada sekitar 30% sekolah dan 40% rumah sakit tidak memiliki konstruksi tahan gempa yang memadai.
Pada 2005 “Urgent Countermeasures Guidelines for Promoting the Earthquake Resistant Construction of Houses and Buildings” disusun untuk penegakan konstruksi rumah bangunan tahan gempa secara ketat. Lalu pada 2013, mewajibkan Seismic Qualification Test termasuk untuk rumah sakit, sekolah dan berbagai fasilitas umum. Langkah-langkah ini diyakini bisa meminimalkan kerusakan dan risiko korban jiwa.
Risiko besar bencana juga ketika terjadi kebakaran. Kota Tokyo misalnya berusaha menghindarkan kota dari kemungkinan kebakaran dengan mengembangkan pola firebreak belt dan mengatur regulasi pembangunan kembali rumah-rumah tua kayu menjadi bangunan tempat tinggal bersama yang modern terutama di distrik sempit padat penduduk.
Penguatan Preparedness: Pembelajaran untuk Kita
Langkah ketiga, mendorong penguatan kesiapsiagaan dan pendidikan kebencanaan ke masyarakat secara menyeluruh. Sebagai contoh, meeting point evakuasi jika terjadi bencana dipersiapkan dan disosialisasikan secara baik menyeluruh di setiap lingkungan. Survei yang dilakukan oleh Weathernews terhadap 9.495 responden tahun ini menunjukkan 93% responden tahu lokasi titik evakuasi terdekat dari rumah mereka. Dan 72% mengetahui lokasi evakuasi di dekat kantor atau sekolah mereka.
Warga juga didorong punya persiapan dan bekal untuk bertahan hidup di rumah atau evakuasi jika bencana benar-benar terjadi. Survei Weathernews juga menunjukkan hampir 80% dari responden yang disurvei telah menyiapkan persediaan darurat saat bencana dengan rata-rata bekal untuk 3,09 hari. Teknologi makanan cocok bencana juga makin banyak.
Saya pernah membeli jenis butiran beras pregelatinized kemasan yakni beras yang sudah dimasak dan dikeringkan dengan berbagai teknologi polish, sort, dry, soak hingga menjadi butiran yang tidak perlu dimasak lagi. Juga tidak perlu dicuci atau direndam. Cukup dituangi air panas dan dibiarkan selama 15 menit, sudah bisa jadi nasi siap saji. Rasanya sama dengan nasi biasa. Sangat cocok digunakan di tempat pengungsian.
Berbagai teknologi inovasi baru untuk mitigasi bencana juga dipromosikan institusi riset dan berbagai perusahaan. Menurut Highlighting Japan 2018, National Research Institute for Earth Science and Disaster Resilience (NIED) pada 2017 memperkenalkan penggunaan Monitoring of Waves on Land and Seafloor (MOWLAS) yakni new observation network pengamatan gempa bumi, tsunami dan volcano yang bisa mengcover seluruh daratan dan laut Jepang.
Adanya risiko bencana terkait air yang terjadi setiap tahun, Badan Meteorologi Jepang JMA sejak 2017 juga mulai menyediakan “Real-time Risk Maps” yang menunjukkan tingkat risiko genangan, banjir dan tanah longsor untuk membantu mencegah bencana. Tingkat risiko didasarkan pada berbagai parameter dan diperbarui setiap 10 menit.
Langkah kedua, penerapan regulasi bencana yang maju dan kuat. Risiko besar ketika bencana adalah runtuhnya bangunan. Menurut pemerintah Jepang dalam laporan Disaster Management in Japan, pada 2008 diperkirakan masih ada sekitar 21% dari tempat tinggal yang tidak cukup tahan gempa.
Ini karena dibangun sebelum 1981 saat di mana peraturan bangunan tahan gempa ketat mulai diperkenalkan. Pada 2013, juga masih ada sekitar 30% sekolah dan 40% rumah sakit tidak memiliki konstruksi tahan gempa yang memadai.
Pada 2005 “Urgent Countermeasures Guidelines for Promoting the Earthquake Resistant Construction of Houses and Buildings” disusun untuk penegakan konstruksi rumah bangunan tahan gempa secara ketat. Lalu pada 2013, mewajibkan Seismic Qualification Test termasuk untuk rumah sakit, sekolah dan berbagai fasilitas umum. Langkah-langkah ini diyakini bisa meminimalkan kerusakan dan risiko korban jiwa.
Risiko besar bencana juga ketika terjadi kebakaran. Kota Tokyo misalnya berusaha menghindarkan kota dari kemungkinan kebakaran dengan mengembangkan pola firebreak belt dan mengatur regulasi pembangunan kembali rumah-rumah tua kayu menjadi bangunan tempat tinggal bersama yang modern terutama di distrik sempit padat penduduk.
Penguatan Preparedness: Pembelajaran untuk Kita
Langkah ketiga, mendorong penguatan kesiapsiagaan dan pendidikan kebencanaan ke masyarakat secara menyeluruh. Sebagai contoh, meeting point evakuasi jika terjadi bencana dipersiapkan dan disosialisasikan secara baik menyeluruh di setiap lingkungan. Survei yang dilakukan oleh Weathernews terhadap 9.495 responden tahun ini menunjukkan 93% responden tahu lokasi titik evakuasi terdekat dari rumah mereka. Dan 72% mengetahui lokasi evakuasi di dekat kantor atau sekolah mereka.
Warga juga didorong punya persiapan dan bekal untuk bertahan hidup di rumah atau evakuasi jika bencana benar-benar terjadi. Survei Weathernews juga menunjukkan hampir 80% dari responden yang disurvei telah menyiapkan persediaan darurat saat bencana dengan rata-rata bekal untuk 3,09 hari. Teknologi makanan cocok bencana juga makin banyak.
Saya pernah membeli jenis butiran beras pregelatinized kemasan yakni beras yang sudah dimasak dan dikeringkan dengan berbagai teknologi polish, sort, dry, soak hingga menjadi butiran yang tidak perlu dimasak lagi. Juga tidak perlu dicuci atau direndam. Cukup dituangi air panas dan dibiarkan selama 15 menit, sudah bisa jadi nasi siap saji. Rasanya sama dengan nasi biasa. Sangat cocok digunakan di tempat pengungsian.