Menumbuhkan Kesetiakawanan Kesehatan
loading...
A
A
A
Daya Beli dan HAM untuk Sehat
Perekonomian rakyat belum pulih betul setelah diterpa Covid 19. Hal ini berarti kehidupan masyarakat masih sulit. Mereka belum memiliki kemampuan yang baik untuk memilih dan membeli zat gizi yang dibutuhkannya. Menyebabkan makin sulit beranjak dari triple burden of malnutrition. Semoga saja kasus kematian bayi atau balita seperti tahun 2008 silam tidak berulang.
Fenomena di atas seharusnya membukakan mata kita bahwa sesungguhnya hak atas hidup manusia tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun (non-derogable rights), termasuk ketika negara dalam keadaan darurat ekonomi sekali pun. Karena itu kematian bayi di balik sejumlah kasus gizi buruk dan stunting akibat kekurangan pangan merupakan pertanda lemahnya pelayanan publik suatu negara.
Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik secara jelas menegaskan: ”Setiap orang dilekati hak atas hidup. Hak atas hidup harus dilindungi oleh hukum. Tiada seorang pun yang dapat secara sewenang-wenang dirampas hidupnya. Hak hidup memiliki dimensi yang sangat luas, tidak boleh hanya direduksi pada permasalahan perlindungan atas hak politik dari tindakan pembunuhan sewenang-wenang”.
Lebih lanjut, adanya hak atas kesehatan, yang selain mencakup pelayanan kesehatan yang layak, juga termasuk mengenai akses terhadap ketersediaan pangan yang aman, nutrisi dan perumahan, air minum yang sehat, sanitasi yang layak, dan lingkungan yang layak sebagai hak kesehatan yang mendasar. Apabila hal ini tidak terpenuhi maka dapat berindikasi terjadinya pelanggaran atas standar pemenuhan hak atas kesehatan.
Konvensi Hak Anak (KHA) sebagai instrumen hukum HAM juga secara spesifik menjamin hak asasi anak (international bill of child rights), yang telah menjadi bagian hukum positif negara RI. Jaminan hak asasi setiap anak tersebut meliputi: 1) Hak yang melekat atas kehidupan dan negara harus menjamin sampai pada jangkauan semaksimal mungkin ketahanan dan perkembangan anak (Pasal 6). 2) Hak atas penikmatan standar kesehatan yang paling tinggi melalui jaminan: (a) penyediaan bantuan kesehatan yang diperlukan dan perawatan kesehatan untuk semua anak dengan penekanan pada perawatan kesehatan primer, (b) memerangi penyakit dan kurang gizi, dan (c) penyediaan pangan bergizi yang memadai dan air minum bersih. 3) Hak atas suatu standar kehidupan yang memadai bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak (Pasal 27).
Persoalan kemudian karena HAM atas sehat ini sangat bergantung kepada daya beli masyarakat. Selama ini masalah kesehatan masyarakat akibat penyakit atau kemiskinan, mungkin masih bisa ditanggulangi oleh pemerintah dari dana APBN atau APBD. Atau melalui program JKN selama sakitnya masuk di dalam skema JKN. Namun, sebanyak apa pun dana yang disediakan sepanjang daya beli masyarakat tidak membaik, tetap saja tidak mencukupi. Apalagi bila harga bahan pokok naik. Di sisi lain kita pun belum memikirkan upaya pendanaan artenatif untuk menopangnya.
Kesetiakawanan Kesehatan sebagai Nilai dan Gerakan
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menopang pendanaan masyarakat adalah menumbuhkan kesetiakawanan kesehatan. Dapat dimulai dari kalangan pengusaha, masyarakat umum, organisasi masyarakat (ormas), dan organisasi profesi. Indonesia mempunyai banyak ormas dan organisasi profesi. Mereka itu dapat melakukannya sebagai rangkaian peringatan hari lahirnya.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sendiri, sejak 2008 telah menetapkan 20 Mei yang bertepatan Hari Kebangkitan Nasional sebagai Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI). Rangkaian HBDI ini berlangsung sampai puncaknya pada hari lahir IDI, 24 Oktober. HBDI ini diisi dengan berbagai kegiatan yang sekaligus berfungsi sebagai kesetiakawakan kesehatan. Untuk tahun ini misalnya, ada sebagian IDI Cabang yang menggerakkan anggotanya untuk menjadi orang tua asuh bagi anak stunting di daerahnya.
Kesetiakawanan kesehatan adalah suatu nilai yang harus terus ditumbuhkan guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya saling berbagi dan mengasihi tanpa membedakan ras, suku, agama, dan identitas lainnya. Nilai adalah sesuatu yang bersifat ruhani, yang memberikan makna kepada seseorang dan karena itu akan memotivasinya untuk mewujudkan dalam tindakan nyata.
Kesetiakawanan kesehatan sebagai suatu nilai sejak dulu telah jumpai di setiap kelompok-kelompok masyarakat Indonesia dan telah dijadikan sebagai nilai-nilai luhur, yang sering dikenal sebagai kearifan lokal. Sebut saja tradisi jimpitan beras atau yang lainnya untuk membantu yang kekurangan pangan.
Perekonomian rakyat belum pulih betul setelah diterpa Covid 19. Hal ini berarti kehidupan masyarakat masih sulit. Mereka belum memiliki kemampuan yang baik untuk memilih dan membeli zat gizi yang dibutuhkannya. Menyebabkan makin sulit beranjak dari triple burden of malnutrition. Semoga saja kasus kematian bayi atau balita seperti tahun 2008 silam tidak berulang.
Fenomena di atas seharusnya membukakan mata kita bahwa sesungguhnya hak atas hidup manusia tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun (non-derogable rights), termasuk ketika negara dalam keadaan darurat ekonomi sekali pun. Karena itu kematian bayi di balik sejumlah kasus gizi buruk dan stunting akibat kekurangan pangan merupakan pertanda lemahnya pelayanan publik suatu negara.
Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik secara jelas menegaskan: ”Setiap orang dilekati hak atas hidup. Hak atas hidup harus dilindungi oleh hukum. Tiada seorang pun yang dapat secara sewenang-wenang dirampas hidupnya. Hak hidup memiliki dimensi yang sangat luas, tidak boleh hanya direduksi pada permasalahan perlindungan atas hak politik dari tindakan pembunuhan sewenang-wenang”.
Lebih lanjut, adanya hak atas kesehatan, yang selain mencakup pelayanan kesehatan yang layak, juga termasuk mengenai akses terhadap ketersediaan pangan yang aman, nutrisi dan perumahan, air minum yang sehat, sanitasi yang layak, dan lingkungan yang layak sebagai hak kesehatan yang mendasar. Apabila hal ini tidak terpenuhi maka dapat berindikasi terjadinya pelanggaran atas standar pemenuhan hak atas kesehatan.
Konvensi Hak Anak (KHA) sebagai instrumen hukum HAM juga secara spesifik menjamin hak asasi anak (international bill of child rights), yang telah menjadi bagian hukum positif negara RI. Jaminan hak asasi setiap anak tersebut meliputi: 1) Hak yang melekat atas kehidupan dan negara harus menjamin sampai pada jangkauan semaksimal mungkin ketahanan dan perkembangan anak (Pasal 6). 2) Hak atas penikmatan standar kesehatan yang paling tinggi melalui jaminan: (a) penyediaan bantuan kesehatan yang diperlukan dan perawatan kesehatan untuk semua anak dengan penekanan pada perawatan kesehatan primer, (b) memerangi penyakit dan kurang gizi, dan (c) penyediaan pangan bergizi yang memadai dan air minum bersih. 3) Hak atas suatu standar kehidupan yang memadai bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak (Pasal 27).
Persoalan kemudian karena HAM atas sehat ini sangat bergantung kepada daya beli masyarakat. Selama ini masalah kesehatan masyarakat akibat penyakit atau kemiskinan, mungkin masih bisa ditanggulangi oleh pemerintah dari dana APBN atau APBD. Atau melalui program JKN selama sakitnya masuk di dalam skema JKN. Namun, sebanyak apa pun dana yang disediakan sepanjang daya beli masyarakat tidak membaik, tetap saja tidak mencukupi. Apalagi bila harga bahan pokok naik. Di sisi lain kita pun belum memikirkan upaya pendanaan artenatif untuk menopangnya.
Kesetiakawanan Kesehatan sebagai Nilai dan Gerakan
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menopang pendanaan masyarakat adalah menumbuhkan kesetiakawanan kesehatan. Dapat dimulai dari kalangan pengusaha, masyarakat umum, organisasi masyarakat (ormas), dan organisasi profesi. Indonesia mempunyai banyak ormas dan organisasi profesi. Mereka itu dapat melakukannya sebagai rangkaian peringatan hari lahirnya.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sendiri, sejak 2008 telah menetapkan 20 Mei yang bertepatan Hari Kebangkitan Nasional sebagai Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI). Rangkaian HBDI ini berlangsung sampai puncaknya pada hari lahir IDI, 24 Oktober. HBDI ini diisi dengan berbagai kegiatan yang sekaligus berfungsi sebagai kesetiakawakan kesehatan. Untuk tahun ini misalnya, ada sebagian IDI Cabang yang menggerakkan anggotanya untuk menjadi orang tua asuh bagi anak stunting di daerahnya.
Kesetiakawanan kesehatan adalah suatu nilai yang harus terus ditumbuhkan guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya saling berbagi dan mengasihi tanpa membedakan ras, suku, agama, dan identitas lainnya. Nilai adalah sesuatu yang bersifat ruhani, yang memberikan makna kepada seseorang dan karena itu akan memotivasinya untuk mewujudkan dalam tindakan nyata.
Kesetiakawanan kesehatan sebagai suatu nilai sejak dulu telah jumpai di setiap kelompok-kelompok masyarakat Indonesia dan telah dijadikan sebagai nilai-nilai luhur, yang sering dikenal sebagai kearifan lokal. Sebut saja tradisi jimpitan beras atau yang lainnya untuk membantu yang kekurangan pangan.