8 Wacana dan Kebijakan Kontroversial di Tengah Pandemi Corona

Sabtu, 04 Juli 2020 - 12:11 WIB
loading...
8 Wacana dan Kebijakan Kontroversial di Tengah Pandemi Corona
Di tengah pandemi Covid, kontroversi muncul menyikapi seputar kebijakan pemerintah dalam menangani Corona dan dampaknya. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - PANDEMI virus Corona (Covid-19) telah melanda hampir sebagian besar negara-negara di dunia. Virus yang pertama kali muncul di Wuhan itu diketahui masuk Indonesia sejak Maret lalu. Pada 2 Maret 2020, ada dua warga Depok, Jawa Barat yang tertular Covid-19.

Kasus penderita Covid-19 terus bertambah. Dampak yang ditimbulkan juga multidimensi, dari ekonomi hingga sosial. Tidak mudah bagi pemerintah untuk menangani pandemi yang menyebar secara global ini.

Di tengah pandemi Covid-19, kontroversi muncul di ruang publik menyikapi wacana dan kebijakan pemerintah dalam menangani Corona dan dampaknya. Berikut delapan isu kontroversial yang beredar saat pandemiCorona.

1. Wacana darurat sipil

Isu mengenai penerapan darurat sipil sempat mengemuka. Saat rapat dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Senin 30 Maret 2020, Jokowi mengungkapkan dirinya telah meminta penerapan kebijakan pemabtasan socila berskala besar dengan tegas dan disiplin serta perl didampingi kebijakan darurat sipil.

Pernyataan Jokowi menimbulkan prokontra. Banyak pihak yang menilai darurat sipil tidak tepat dilakukan dalam menangani pandemi. Menjawab polemik, akhirnya Jokowi mengatakan darurat sipil hanya opsi dan tidak diberlakukan sekarang.

2. Perppu Corona

Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 atau Perppu Corona.

Perppu ini menuai banyak protes. Karena jika Perppu disetujui, ada banyak pasal dalam sejumlah UU yang tidak berlaku. Pasal 27 termasuk salah satu yang disorot karena dianggap memberikan imunitas bagi pejabat dalam mengeluarkan kebijakan anggaran untuk Covid-19.

Banyaknya protes tidak menghambat lajut pengesahan Perppu itu menjadi UU. Melalui forum rapat paripurna, DPR akhirnya mengesahkan Perppu Corona menjadi UU pada 12 Mei 2020.

3. Larangan Mudik

Kebijakan pelarangan mudik Lebaran untuk mencegah penyebaran virus Corona sempat menjadi polemik. Walau banyak yang menilai terlambat, Presiden akhirnya menyatakan melarang masyarakat untk mudik pada 24 April 2020 hingga Mei 2020.

Sebagai legalitas pelarangan, pemerintah mengeluarkan Permenhub 25 Tahun 2020 yang mengatur tentang pengendalian transportasi darat, laut, dan udara pada masa pandemi.

Kebijakan pelarangan mudik membingungkan menyusul keluarnya Surat Edaran dari Gugus Tugas Penanganan Covid yang mengizinkan perjalanan oramh dengan kriteria dan sarat tertentu dengan mengantongi sejumlah izin.

Untuk mencegah polemik berkepanjangan, Ketua Gugus Tugas Doni Monardo pada 6 Mei 2020 menegaskan tidak ada perubahan peraturan mudik. Pemerintah dikatakanya tetap melarang mudik.

4. Aturan soal Ojek Online

Pengaturan tentang boleh tidaknya ojek online (ojol) sempat menjadi polemik. Pemicunya, adanya dua aturan yang tidak singkron. Dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020. Dalam salah satu pasal dalam Permenkes, ojek online hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang.

Namun tidak lama kemudian, muncul Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Aturan yang terbit 9 April 2020 tersebut pada intinya memperbolehkan Ojol mengangkut penumpang.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020. Tepatnya, pada Pasal 11 ayat 1 huruf d yang berbunyi:

“Dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut:(3) menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.

5. Usia di bawah 45 Tahun boleh beraktivitas

Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo pada 11 Mei 2020 melontarkan pernyataan yang menarik perhatian luas. Doni mengatakan masyarakat yang berusia di bawah 45 tahun masih bisa beraktivitas meski kondisi pandemi Coron belum berakhir.

Menurut dia, usia tersebut merupakan kelompok muda yang memiliki fisik sehat dan mobilitasnya tinggi. “Rata-rata kalau toh mereka terpapar, mereka belum tentu sakit. Mereka tidak ada gejala. Kelompok ini tentunya kita berikan ruang untuk bisa beraktivitas lebih banyak lagi, sehingga potensi terkapar karena PHK akan bisa kita kurangi,” kata Doni saat itu.

Kebijakan tersebut pun menuai kontroversi. Membiarkan orang bekerja di masa pandemi dinilai membahayakan. Sebab saat itu pandemi belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

Kritik, salah satunya disampaikan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menyatakan sesuai dengan protokol Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai pencegahan Covid-19, hal utama yang harus dilakukan adalah menghindari berkerumun.

Menurut dia, pemerintah membuat banyak kelonggaran termasuk di area yang sudah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Salah satu contohnya, kebijakan yang tetap mengizinkan perusahaan tetap beroperasi sehingga buruh tetap bekerja di tengah pandemi Corona.

Hal itu berdampak terhadap banyak banyak pekerja yang dilaporkan meninggal dunia dan positif Covid-19. Mereka yang terdampak ada yang berusia di bawah 45 tahun. "Dengan kata lain, usia 45 tahun ke bawah bukan jaminan kebal dengan corona," kata Iqbal.

6. Berdamai dengan Corona

Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan, "Sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan. Sejak awal pemerintah memilih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, bukan lockdown. Dengan PSBB, masyarakat masih bisa beraktivitas, tetapi dibatasi," melalui akun medsos pada 7 Mei 2020 ramai dibicarakan masyarakat.

Banyak kritik disampaikan berbagai pihak karena ketika itu pandemi belum menunjukan tanda-tanda menurun. Tidak sedikit yang bertanya kepada Presiden mengenai maksud ucapan tersebut. "Maaf Pak Jokowi apa makna 'berdamai dengan virus' itu? Mohon penjelasan. Kalau mau bikin kategorisasi, statement ini masuk kategori: 'pernyataan kalah perang?' atau sikap pasifisme?' Atau 'kata2 filosofis?' Atau 'kepasrahan karena ruwet?' Selamat ibadah Ramadhan Pak, semoga sehat selalu," tanya Presiden PKS.

Bahkan mantan Wapres Jusuf Kalla tidak sependapat dengan Presiden. Menurut Kalla, virus tidak bisa diajak berdamai. "Ini kan virus ganas dan tidak pilih-pilih siapa (korbannya-red)," kata JK, Selasa 19 Mei lalu.

Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan maksud pernyataan Jokowi.Kata Bey yang dimaksud Presiden adalah penyesuaian pola hidup diperlukan untuk mencegah penyebaran virus corona selama vaksin belum ditemukan. Berdamai tidak berarti menyerah tapi penyesuaian baru dalam kehidupan," katanya.

7. Pelatihan Kartu Prakerja

Pelaksanaan kartu prakerja menuai polemik. Program yang semula untuk mengurangi pengangguran harus diubah menjadi program penanganan dampak pandemi Corona, yakni khususnya untuk korban PHK.

Dalam pelaksanaannya muncul kontroversi. Salah satunya mengenai penunjukkan Ruangguru termasuk mitra penyelenggara pelatihan digital Kartu Prakerja. Kontroversi mencuat karena perusahaan tersebut milik salah satu Staf Khusus Presiden Jokowi, Belva Devara yang kemudian memilih mundur dari jabatan tersebut. Teranyar, pemerintah akhirnya menghentikan program pelatihan Kartu Prakerja.

8. Kenaikan Iuran BPJS

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah berlaku sejak 1 Juli 2020. Kebijakan itu didasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang merupakan revisi atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres 64 ditandatangani Presiden Jokowi, 24 Oktober 2019.

Berbagai kalangan memprotes kenaikan tersebut. Pasalnya, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan membatalkan kenaikan iuran BPJS yang tertuang dalam Perpres 75 Tahun 2019.

Melalui putusan Nomor 7 P/HUM/2020, MA membatalkan Perpres tersebt karena adanya berbagai buruknya pengelolaan BPJS Kesehatan.

Masalah BPJS Kesehatan karena dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dilaksanakan Dewan Jaminan Sosial Nasional ada masalah. Kedua, penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BPJS, yang terjadi dalam praktek selama ini terdapat suatu persoalan. Salah satunya adanya kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1254 seconds (0.1#10.140)