Tragedi Kanjuruhan, Masyarakat Diminta Melihat Keseluruhan Peristiwa Secara Objektif

Senin, 03 Oktober 2022 - 14:07 WIB
loading...
Tragedi Kanjuruhan,...
Kericuhan terjadi usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). FOTO/ANTARA
A A A
JAKARTA - Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan ,Malang, Jawa Timur yang menelan korban 125 orang tewas sangat memilukan sekaligus memalukan. Namun, masyarakat harus melihat keseluruhan peristiwa tersebut secara objektif.

"Jumlah korban 125 jiwa tewas dan masih banyak korban yang terluka. Tragedi sepak bola terbesar kedua di dunia setelah 1964 di Peru, sungguh memilukan dan memalukan. Seperti biasa, publik bereaksi keras atas kejadian, memaki, mengutuk, dan mempersalahkan berbagai pihak," kata Analis Keamanan Publik, Roger P Silalahi melalui pesan tertulis, Senin (3/10/2022).

Menurut Roger, masyarakat harus melihat keseluruhan peristiwa sesuai runutannya secara objektif. Jangan hanya cari gampang mempersalahkan aparat atau terbawa arus mempersalahkan polisi lalu pemerintah. "Jangan mau ditunggangi. Tempatkan semua pada posisi, sesuai porsi," katanya.



Roger mengaku telah melibatkan diri dalam berbagai diskusi di berbagai ruang publik, mengamati, mengumpulkan data, dan akhirnya angkat bicara. Mempersalahkan polisi dengan gas air mata, yang disebut membuat sesak dan menimbulkan kepanikan serta keterpojokkan massa di beberapa titik, itu reaksi banyak pihak. Namun ada hal lain yang perlu juga disorot.

"Data menunjukkan suporter yang datang ke Stadion Kanjuruhan berjumlah 42.288 orang. Dapat dipastikan Stadion Kanjuruhan yang memiliki 14 pintu itu menampung jumlah orang melebihi kapasitasnya. Bisa dibayangkan, setidaknya 1 pintu harus melayani sekitar 7.265 orang," katanya.

Roger meyakini adanya permintaan kepolisian untuk menurunkan jumlah penonton pastilah terkait dengan risk assessment dan risk management yang diperhitungkan dan direncanakan. Namun pertandingan tetap berlangsung. Kerusuhan terjadi setelah pertandingan selesai.

Baca juga: Mahfud MD Minta Polri Segera Umumkan Pelaku Pidana Tragedi Kanjuruhan Malang

"Kepolisian menembakkan gas air mata, sesuai dengan protap dan Perkap Nomor 16 Tahun 2006. Lalu banyak yang mempersalahkan gas air mata ini dengan berpegang pada aturan FIFA Poin 19B," imbuhnya.

Aturan FIFA tersebut, kata dia, berlaku hanya untuk pertandingan yang langsung berada di bawah FIFA, dan pertandingan internasional yang diselenggarakan dengan regulasi FIFA. Dari sini, jelas aturan tidak berlaku untuk laga di Kanjuruhan.

Adapun Perkap Nomor 19 yang dianggap dilanggar Polri diperuntukkan bagi stewards, dan petugas keamanan yang diperbantukan sebagai stewards. Peraturan FIFA pasal 9 dan 10 juga mencantumkan adanya 'contingency & emergency plan' untuk pengamanan jika terjadi kerusuhan. Jadi, ketika terjadi kerusuhan, yang berlaku adalah emergency plan, force major.

"Tdak ada dan tidak mungkin Polri harus tunduk pada peraturan FIFA," katanya.

Roger lalu menyoroti pengelola stadion. Saat itu pintu dibuka, penonton masuk, lalu pintu dikunci, tetapi penjaga pintu pergi entah ke mana. Saat kerusuhan pecah, semua berebut keluar, berdesakkan, terhimpit di ruang menuju pintu keluar, dan beberapa pintu terkunci. "SOP stadion seperti apa? Sesuai FIFA? Adakah SOP standar PSSI? Saya meragukannya," katanya.

"Lalu kemudian karena banyak yang terhimpit, kehabisan oksigen, sampai meninggal sekian banyak, apakah karena gas air mata atau karena tidak bisa keluar stadion," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1554 seconds (0.1#10.140)