Sejarah dan Latar Belakang Pemberontakan Morotai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemberontakan Morotai merupakan sebuah peristiwa yang terjadi pada bulan April 1945. Peristiwa ini melibatkan Australian First Tactical Air Force yang memiliki pangkalan di Pulau Morotai , Maluku Utara.
Dikutip dari laman Free Library, pada tahap akhir perang pasifik, First Tactical Air Force (TAF) berpangkalan di Morotai. Kala itu, Jenderal MacArthur tengah merumuskan sebuah gerakan yang bertujuan untuk membebaskan Filipina Selatan, Hindia Belanda, dan Borneo dari kekuatan musuh.
Baca juga : Uji Kemampuan Prajurit, Koopsau III Gelar Latihan di Morotai
Dalam rencana tersebut, TAF bertugas untuk netralisasi, penghancuran musuh, serta membantu pertahanan udara Morotai. Kapten Arthur dari Wing 81 menyebut bahwa operasi yang dilakukannya tidak berguna.
Setelahnya, dia menyampaikan hal tersebut kepada petugas intelijennya, namun tak kunjung mendapat perhatian apapun. Arthur sendiri kemudian mengatakan kegelisahannya ini kepada sejumlah koleganya yang ternyata menunjukan dukungan terhadapnya.
Pada akhirnya, tepat 20 April 1945, Kapten Wilfred Arthur, Kapten Clive Caldwell, Komandan Sayap Kenneth Ranger, Komandan Sayap Robert Gibbes, Pemimpin Skuadron John Waddy, Pemimpin Skuadron Bert Grace, Pemimpin Skuadron Douglas Vanderfield dan Pemimpin Skuadron Stuart Harpham mengajukan izin untuk mengundurkan diri.
Atas kejadian ini, pihak berwenang melakukan penyelidikan terkait pengunduran diri mereka. Dari sinilah, muncul dugaan pemberontakan yang dilakukan Kapten Arthur dan koleganya.
Sebenarnya, isu pemberontakan pertama telah muncul ketika Arthur datang ke Morotai dan memutuskan tidak akan mengambil bagian dalam operasinya yang menurutnya tidak berguna.
Baca juga : Indonesia Akan Bangun Pusat Peluncuran Roket, Morotai dan Biak Jadi Pilihan Lokasi
Setelahnya, dia pun beranggapan bahwa keputusannya ini memang cukup dekat dengan istilah pemberontakan. Namun, dia berdalih hal ini dilakukannya demi sebuah perubahan di satuan tersebut.
Dikutip dari laman Free Library, pada tahap akhir perang pasifik, First Tactical Air Force (TAF) berpangkalan di Morotai. Kala itu, Jenderal MacArthur tengah merumuskan sebuah gerakan yang bertujuan untuk membebaskan Filipina Selatan, Hindia Belanda, dan Borneo dari kekuatan musuh.
Baca juga : Uji Kemampuan Prajurit, Koopsau III Gelar Latihan di Morotai
Dalam rencana tersebut, TAF bertugas untuk netralisasi, penghancuran musuh, serta membantu pertahanan udara Morotai. Kapten Arthur dari Wing 81 menyebut bahwa operasi yang dilakukannya tidak berguna.
Setelahnya, dia menyampaikan hal tersebut kepada petugas intelijennya, namun tak kunjung mendapat perhatian apapun. Arthur sendiri kemudian mengatakan kegelisahannya ini kepada sejumlah koleganya yang ternyata menunjukan dukungan terhadapnya.
Pada akhirnya, tepat 20 April 1945, Kapten Wilfred Arthur, Kapten Clive Caldwell, Komandan Sayap Kenneth Ranger, Komandan Sayap Robert Gibbes, Pemimpin Skuadron John Waddy, Pemimpin Skuadron Bert Grace, Pemimpin Skuadron Douglas Vanderfield dan Pemimpin Skuadron Stuart Harpham mengajukan izin untuk mengundurkan diri.
Atas kejadian ini, pihak berwenang melakukan penyelidikan terkait pengunduran diri mereka. Dari sinilah, muncul dugaan pemberontakan yang dilakukan Kapten Arthur dan koleganya.
Sebenarnya, isu pemberontakan pertama telah muncul ketika Arthur datang ke Morotai dan memutuskan tidak akan mengambil bagian dalam operasinya yang menurutnya tidak berguna.
Baca juga : Indonesia Akan Bangun Pusat Peluncuran Roket, Morotai dan Biak Jadi Pilihan Lokasi
Setelahnya, dia pun beranggapan bahwa keputusannya ini memang cukup dekat dengan istilah pemberontakan. Namun, dia berdalih hal ini dilakukannya demi sebuah perubahan di satuan tersebut.