Antisipasi Dampak Konflik Timur Tengah, Pakar Sarankan Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Produksi dalam negeri harus diperkuat guna mengantisipasi dampak konflik di Timur Tengah . Pemerintah disarankan menekan impor barang pangan dan barang konsumsi untuk mendukung kebijakan menjaga sektor riil dari dampak konflik tersebut.
Saran itu disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies sekaligus pakar ekonomi Bhima Yudhistira. Dia menilai penyebab melemahnya kurs rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat bukan hanya perang Iran-Israel, tetapi juga melemahnya pengaturan impor.
"Barang impor dari mulai beras 3 juta ton, bawang putih sampai terbukanya impor barang lewat e-commerce itu melemahkan sektor riil sekaligus rupiah," ujar Bhima, Rabu (17/4/2024).
Menurut dia, harus ada langkah nyata membatasi impor. "Efektifnya ya perketat impor dan perkuat produksi dalam negeri," katanya.
Pakar ekonomi dari Center of Reform on Economic (Core) Mohammad Faisal menuturkan kebijakan fiskal dan moneter yang dikeluarkan pemerintah harus lebih akomodatif dan responsif guna menjaga daya beli masyarakat tidak terpuruk imbas pengaruh global dalam hal ini perang di wilayah Timur Tengah.
“Fiskal harus lebih akomodatif. Kalau dari sisi moneter harus memperhatikan hal-hal yang menghambat sektor riil," kata Faisal.
Menurut dia, hal yang perlu diantisipasi juga adalah kenaikan harga minyak yang berdampak kepada kenaikan harga BBM di dalam negeri. “Kebijakan fiskal harus lebih longgar, menghindari kebijakan-kebijakan yang menekan konsumsi dan daya beli masyarakat," ujarnya.
"Kalau melihat eskalasi di Timur Tengah sebelum perang kan justru kebijakan fiskalnya lebih ketat ya dengan PPN 12%, cukai dan lain lain, ini yang harus dihindari. Termasuk pembatasan subsidi yang harus dihindari juga karena antisipasi harga minyak yang bakal bikin kenaikan harga BBM," sambungnya.
Dari sisi moneter, pemerintah harus memerhatikan hal-hal yang bisa menghambat sektor riil terutama tingkat suku bunga. Pemerintah tidak perlu mengikuti apabila The Fed merespons kondisi geopolitik di Timur Tengah dengan menaikkan tingkat suku bunga.
"Tapi, lebih mencari cara yang lain. Misal kalau tidak dinaikkan suku bunga jadi pelemahan nilai tukar rupiah. Maka untuk mengurangi pelemahan tersebut bisa dengan instrumen menggelontorkan cadangan devisa karena cadangan devisa kita juga cukup banyak,” kata Faisal.
Lihat Juga: Menelaah Perlawanan Warga Dago Elos Bandung dalam Perspektif Teori Manajemen Konflik Komunikasi
Saran itu disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies sekaligus pakar ekonomi Bhima Yudhistira. Dia menilai penyebab melemahnya kurs rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat bukan hanya perang Iran-Israel, tetapi juga melemahnya pengaturan impor.
"Barang impor dari mulai beras 3 juta ton, bawang putih sampai terbukanya impor barang lewat e-commerce itu melemahkan sektor riil sekaligus rupiah," ujar Bhima, Rabu (17/4/2024).
Menurut dia, harus ada langkah nyata membatasi impor. "Efektifnya ya perketat impor dan perkuat produksi dalam negeri," katanya.
Pakar ekonomi dari Center of Reform on Economic (Core) Mohammad Faisal menuturkan kebijakan fiskal dan moneter yang dikeluarkan pemerintah harus lebih akomodatif dan responsif guna menjaga daya beli masyarakat tidak terpuruk imbas pengaruh global dalam hal ini perang di wilayah Timur Tengah.
“Fiskal harus lebih akomodatif. Kalau dari sisi moneter harus memperhatikan hal-hal yang menghambat sektor riil," kata Faisal.
Menurut dia, hal yang perlu diantisipasi juga adalah kenaikan harga minyak yang berdampak kepada kenaikan harga BBM di dalam negeri. “Kebijakan fiskal harus lebih longgar, menghindari kebijakan-kebijakan yang menekan konsumsi dan daya beli masyarakat," ujarnya.
"Kalau melihat eskalasi di Timur Tengah sebelum perang kan justru kebijakan fiskalnya lebih ketat ya dengan PPN 12%, cukai dan lain lain, ini yang harus dihindari. Termasuk pembatasan subsidi yang harus dihindari juga karena antisipasi harga minyak yang bakal bikin kenaikan harga BBM," sambungnya.
Dari sisi moneter, pemerintah harus memerhatikan hal-hal yang bisa menghambat sektor riil terutama tingkat suku bunga. Pemerintah tidak perlu mengikuti apabila The Fed merespons kondisi geopolitik di Timur Tengah dengan menaikkan tingkat suku bunga.
"Tapi, lebih mencari cara yang lain. Misal kalau tidak dinaikkan suku bunga jadi pelemahan nilai tukar rupiah. Maka untuk mengurangi pelemahan tersebut bisa dengan instrumen menggelontorkan cadangan devisa karena cadangan devisa kita juga cukup banyak,” kata Faisal.
Lihat Juga: Menelaah Perlawanan Warga Dago Elos Bandung dalam Perspektif Teori Manajemen Konflik Komunikasi
(jon)