Indonesia Akan Bangun Pusat Peluncuran Roket, Morotai dan Biak Jadi Pilihan Lokasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berencana membangun bandar antariksa atau pusat roket Indonesia. Pilihan lokasinya di Pulau Morotai atau Pulau Biak, karena kedua daerah tersebut memenuhi berbagai persyaratan untuk dibangun bandar antariksa.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan, pembangunan bandar antariksa sangat urgen karena Indonesia merupakan negara besar. Sebagai negara kepulauan Indonesia membutuhkan media komunikasi berbasis satelit.
"Kemudian untuk menciptakan nilai ekonomi dari kegiatan keantariksaan, khususnya terkait peluncuran roket. Saat ini juga sedang tumbuh tren pasar satelit baik yang berukuran nano, maupun mikro dengan berbagai kebutuhan, termasuk untuk remote sensing, pemetaan dan sebagainya," kata Laksana dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Kepala BRIN di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/9/2021).
Baca juga: Dukung Pembangunan Bandara Antariksa di Papua, Pemda Numfor Ajukan 4 Prasyarat
Laksana menjelaskan, Indonesia yang berada di dekat garis khatulistiwa menjadi lokasi strategis untuk peluncuran satelit karena memiliki gravitasi rendah. Secara regulasi, hal ini juga sesuai dengan amanat Undang-Undang No 21/2013 tentang Keantariksaan bahwa kegiatan peluncuran satelit itu memang dari Indonesia, dan sesuai Perpres No 49/2017 tentang Rencana Keantariksaan, mengamankan persiapan bandar antariksa skala kecil.
"Untuk persiapan pembangunan antariksa ini, telah dilakukan perencanaan dalam 3 tahap, yaitu tahap 5 tahun pertama, tahap 10 tahun dan tahap 25 tahun," paparnya.
Menurut Laksana, saat ini ada beberapa bandar antariksa di dunia, tapi hanya sedikit yang berada di daerah khatulistiwa. BRIN ingin mengejar keuntungan geografis dengan membangun badan antariksa sehingga bisa menjadi pusat peluncuran secara global bagi berbagai negara lain.
Secara umum, dia menjelaskan, ada beberapa persyaratan pemilihan lokasi bandar antariksa. Di antaranya, berada di daerah dekat khatulistiwa; menghadap ke laut bebas, sehingga ada ruang kosong menuju ke laut, dan sejauh mungkin dari wilayah yang memiliki populasi yang sangat padat. Drop zone tabung roket bisa jatuh di laut bebas; kondisi iklim dan cuaca yang mendukung untuk peluncuran.
Baca juga: Menristek: Bangun Bandara Antariksa dan Eksplorasi Angkasa Luar
Selanjutnya, kata Laksana, tidak ada masalah dengan status pertanahan, harus clean and clear sebagai bandar antariksa; lokasi sebisa mungkin berada pada ketinggian yang memadai sehingga bebas dari air pasang, karena berada di pinggir laut juga harus bebas dari tsunami dan tanahnya cukup keras, biasanya dari tanah karang; lokasi bandar antariksa memiliki potensi seminimal mungkin terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan lain sebagainya.
"Sebisa mungkin bandar antariksa dipilih lokasinya yang bisa diperoleh dengan cepat tanpa banyaknya permasalahan dan juga terdapat sungai yang dekat dengan lokasi peluncuran, ada akses transportasi yang cukup memadai, sehingga bisa mempermudah pada saat dibutuhkan logistik dan mobilitas manusia," katanya.
"Tentu ada dukungan infrastruktur terkait utilitas, air tawar, listrik dan komunikasi, sebisa mungkin jauh dari lokasi para nelayan yang beraktivitas di lepas pantai. Perlu menjamin keselamatan, saat peluncuran ada potensi drop zone roket, jauh dari lokasi penerbangan komersial dan tegangan tinggi," kata Laksana.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, daerah yang memenuhi kriteria tersebut adalah Pulau Morotai dan Pulau Biak. "Secara umum ada dua kandidat utama yang dipilih berdasarkan aspek tersebut, ada Pulau Morotai dan Pulau Biak," kata Laksana.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan, pembangunan bandar antariksa sangat urgen karena Indonesia merupakan negara besar. Sebagai negara kepulauan Indonesia membutuhkan media komunikasi berbasis satelit.
"Kemudian untuk menciptakan nilai ekonomi dari kegiatan keantariksaan, khususnya terkait peluncuran roket. Saat ini juga sedang tumbuh tren pasar satelit baik yang berukuran nano, maupun mikro dengan berbagai kebutuhan, termasuk untuk remote sensing, pemetaan dan sebagainya," kata Laksana dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Kepala BRIN di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/9/2021).
Baca juga: Dukung Pembangunan Bandara Antariksa di Papua, Pemda Numfor Ajukan 4 Prasyarat
Laksana menjelaskan, Indonesia yang berada di dekat garis khatulistiwa menjadi lokasi strategis untuk peluncuran satelit karena memiliki gravitasi rendah. Secara regulasi, hal ini juga sesuai dengan amanat Undang-Undang No 21/2013 tentang Keantariksaan bahwa kegiatan peluncuran satelit itu memang dari Indonesia, dan sesuai Perpres No 49/2017 tentang Rencana Keantariksaan, mengamankan persiapan bandar antariksa skala kecil.
"Untuk persiapan pembangunan antariksa ini, telah dilakukan perencanaan dalam 3 tahap, yaitu tahap 5 tahun pertama, tahap 10 tahun dan tahap 25 tahun," paparnya.
Menurut Laksana, saat ini ada beberapa bandar antariksa di dunia, tapi hanya sedikit yang berada di daerah khatulistiwa. BRIN ingin mengejar keuntungan geografis dengan membangun badan antariksa sehingga bisa menjadi pusat peluncuran secara global bagi berbagai negara lain.
Secara umum, dia menjelaskan, ada beberapa persyaratan pemilihan lokasi bandar antariksa. Di antaranya, berada di daerah dekat khatulistiwa; menghadap ke laut bebas, sehingga ada ruang kosong menuju ke laut, dan sejauh mungkin dari wilayah yang memiliki populasi yang sangat padat. Drop zone tabung roket bisa jatuh di laut bebas; kondisi iklim dan cuaca yang mendukung untuk peluncuran.
Baca juga: Menristek: Bangun Bandara Antariksa dan Eksplorasi Angkasa Luar
Selanjutnya, kata Laksana, tidak ada masalah dengan status pertanahan, harus clean and clear sebagai bandar antariksa; lokasi sebisa mungkin berada pada ketinggian yang memadai sehingga bebas dari air pasang, karena berada di pinggir laut juga harus bebas dari tsunami dan tanahnya cukup keras, biasanya dari tanah karang; lokasi bandar antariksa memiliki potensi seminimal mungkin terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan lain sebagainya.
"Sebisa mungkin bandar antariksa dipilih lokasinya yang bisa diperoleh dengan cepat tanpa banyaknya permasalahan dan juga terdapat sungai yang dekat dengan lokasi peluncuran, ada akses transportasi yang cukup memadai, sehingga bisa mempermudah pada saat dibutuhkan logistik dan mobilitas manusia," katanya.
"Tentu ada dukungan infrastruktur terkait utilitas, air tawar, listrik dan komunikasi, sebisa mungkin jauh dari lokasi para nelayan yang beraktivitas di lepas pantai. Perlu menjamin keselamatan, saat peluncuran ada potensi drop zone roket, jauh dari lokasi penerbangan komersial dan tegangan tinggi," kata Laksana.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, daerah yang memenuhi kriteria tersebut adalah Pulau Morotai dan Pulau Biak. "Secara umum ada dua kandidat utama yang dipilih berdasarkan aspek tersebut, ada Pulau Morotai dan Pulau Biak," kata Laksana.
(abd)