Soal Kenaikan Harga BBM Era SBY, Demokrat Minta Adian PDIP Tidak Buta Tuli
loading...
A
A
A
Oleh karena itu, kata Ketua DPD Demokrat Kalimantan Timur (Kaltim) ini, Demokrat berpandangan bahwa menaikan harga BBM bukan solusi untuk saat ini. Karena saat ini bangsa Indonesia baru pulih pasca pandemi Covid. Ibarat orang yang baru sembuh dari sakit, belum sembuh benar, tapi sudah disuruh berlari sekencang-kencangnya, maka bisa jatuh.
Irwan menegaskan bahwa kenaikan BBM di jaman SBY dilakukan hati-hati. SBY pun meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan meningkatnya pendapatan per kapita 13%, pertumbuhan ekonomi sampai 6%, dan pengangguran turun 5,7%. Jadi, ketimbang menaikan harga BBM saat ini, lebih baik membangun sistem subsidi BBM yang tepat sasaran.
"Menurut pemerintah sendiri, permasalah BBM ini adalah soal tidak tepat sasaran. Seharusnya masalah ini yang diperbaiki dan dicari solusi, kenapa harus dinaikan BBM nya dan harus ditanggung seluruh rakyat Indonesia yang berbeda-beda kemampuan daya belinya di setiap kabupaten/kota?" tandas Irwan.
Sebelumnya, politikus PDIP Adian Napitupulu mengklaim kenaikan BBM di rezim SBY lebih tinggi ketimbang rezim Jokowi. Di era SBY total kenaikan harga BBM (Premium) Rp4.690, sedangkan di era Jokowi total kenaikan Premium/Pertalite Rp3.500.
"Jadi SBY menaikan BBM lebih mahal Rp1.190 dari Jokowi," kata Adian dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022) kemarin.
Di era SBY, Adian melanjutkan, upah minimum di DKI Jakarta sebesar Rp 2.200.000 untuk tahun 2013. Dengan BBM harga 6.500 per liter maka upah satu bulan hanya dapat 338 liter/bulan. Di era Jokowi hari ini, BBM Rp 10.000 tapi upah minimum DKI Rp 4.641.000/bulan. Dengan demikian di era Jokowi setiap bulan upah pekerja senilai dengan 464 liter BBM.
"Jadi ada selisih kemampuan upah membeli BBM antara SBY dan Jokowi sebesar 126 liter," ujarnya.
Kemudian, menurut Adian, di era SBY masih ada "mafia" terorganisir dan masif yaitu Petral yang embrionya sudah ada sejak awal orde Baru yaitu tahun 1969 dan beroperasi mulai 1971. Di era Jokowi Petral di bubarkan tahun 2015 atau hanya 6 bulan setelah Jokowi di lantik.
Kemudian, sambung Adian, pembangunan jalan tol sebagai salah satu infrastruktur penting dalam aktivitas ekonomi di era SBY hanya mampu membangun 193 km jalan tol sedangkan di era Jokowi jalan tol yang dibangun hampir 10 kali lipat dari zaman SBY yaitu 1.900 km.
Irwan menegaskan bahwa kenaikan BBM di jaman SBY dilakukan hati-hati. SBY pun meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan meningkatnya pendapatan per kapita 13%, pertumbuhan ekonomi sampai 6%, dan pengangguran turun 5,7%. Jadi, ketimbang menaikan harga BBM saat ini, lebih baik membangun sistem subsidi BBM yang tepat sasaran.
"Menurut pemerintah sendiri, permasalah BBM ini adalah soal tidak tepat sasaran. Seharusnya masalah ini yang diperbaiki dan dicari solusi, kenapa harus dinaikan BBM nya dan harus ditanggung seluruh rakyat Indonesia yang berbeda-beda kemampuan daya belinya di setiap kabupaten/kota?" tandas Irwan.
Sebelumnya, politikus PDIP Adian Napitupulu mengklaim kenaikan BBM di rezim SBY lebih tinggi ketimbang rezim Jokowi. Di era SBY total kenaikan harga BBM (Premium) Rp4.690, sedangkan di era Jokowi total kenaikan Premium/Pertalite Rp3.500.
"Jadi SBY menaikan BBM lebih mahal Rp1.190 dari Jokowi," kata Adian dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022) kemarin.
Di era SBY, Adian melanjutkan, upah minimum di DKI Jakarta sebesar Rp 2.200.000 untuk tahun 2013. Dengan BBM harga 6.500 per liter maka upah satu bulan hanya dapat 338 liter/bulan. Di era Jokowi hari ini, BBM Rp 10.000 tapi upah minimum DKI Rp 4.641.000/bulan. Dengan demikian di era Jokowi setiap bulan upah pekerja senilai dengan 464 liter BBM.
"Jadi ada selisih kemampuan upah membeli BBM antara SBY dan Jokowi sebesar 126 liter," ujarnya.
Kemudian, menurut Adian, di era SBY masih ada "mafia" terorganisir dan masif yaitu Petral yang embrionya sudah ada sejak awal orde Baru yaitu tahun 1969 dan beroperasi mulai 1971. Di era Jokowi Petral di bubarkan tahun 2015 atau hanya 6 bulan setelah Jokowi di lantik.
Kemudian, sambung Adian, pembangunan jalan tol sebagai salah satu infrastruktur penting dalam aktivitas ekonomi di era SBY hanya mampu membangun 193 km jalan tol sedangkan di era Jokowi jalan tol yang dibangun hampir 10 kali lipat dari zaman SBY yaitu 1.900 km.