Dicecar Pinjaman Luar Negeri Rp2,32 Triliun, Begini Penjelasan Kepala BNPT
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dicecar pimpinan dan anggota Komisi III DPR terkait Pinjaman Luar Negeri (PLN) senilai Rp2,328 triliun, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT ) Komjen Pol Boy Rafli Amar memberikan penjelasan mengenai peruntukannya.
Intinya adalah penguatan sarana dan prasarana (sarpras) BNPT sebagai dampak dari disahkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Anti Terorisme).
“Masalah pinjaman luar negeri ini, pertama ini memang setahun lalu kondisinya sedang Covid-19 juga, kita ada sinyal arahan dari Bappenas untuk dapat mengajukan program pinjaman, tapi dasarnya kami pernah memohon dukungan pengembangan kapasitas BNPT, BNPT sudah ada lembaga dan UU sendiri dan kita minta struktur kita dikembangkan tapi belum di-acc.” kata Boy Rafli dalam Rapat Kerja (Raker) di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Boy menjelaskan, karena saat ini BNPT memiliki 6 deputi, dan sarpras BNPT untuk penanganan terorisme hari ini masih konvensional, sedangkan untuk pengembangan teknologi adalah sebuah tuntutan. Awalnya, BNPT pun tidak terlalu memaksakan mengingat kondisi pandemi Covid-19.
Tapi, kata Boy, karena diundang untuk rapat pembahasan bersama Bappenas dan Kemenkeu, BNPT mengirimkan Biro Perencanaan. Dan lembaga keuangan yang akan membuat Letter of Interest terkait PLN tersebut adalah Bank mandiri.
“Awal mula ada beberapa lembaga dari luar negeri memang tapi ini proses terus terang saja dibicarakan dengan Kemenkeu dan Bappenas sendiri, tetapi terakhir kami mendapatkan informasi lembaga keuangan di dalam negeri adalah Bank Mandiri yang telah membuat letter of interest untuk pinjaman luar negeri ini,” terangnya.
Adapun peruntukannya, Boy menguraikan ada 3 poin besar yakni, Pusat Analisis dan Pengendalian Krisis (Pusdalsis) totalnya Rp1,3 triliun yang sifatnya multi year 2023-2025; peralatan Early Warning System (EWS) Rp 514 miliar; dan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Kerja Sama (Pusdiklat) Terorisme, juga Pusdiklat kerja sama internasional Rp397 miliar.
“Kami membuat rincian-rincian peralatan yang sangat teknis sekali, tapi gambaran garis besarnya begitu. Jadi kita hari ini masih konvensional bekerjanya, kayak alat surveilance dan EWS,” terangnya.
Intinya adalah penguatan sarana dan prasarana (sarpras) BNPT sebagai dampak dari disahkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Anti Terorisme).
“Masalah pinjaman luar negeri ini, pertama ini memang setahun lalu kondisinya sedang Covid-19 juga, kita ada sinyal arahan dari Bappenas untuk dapat mengajukan program pinjaman, tapi dasarnya kami pernah memohon dukungan pengembangan kapasitas BNPT, BNPT sudah ada lembaga dan UU sendiri dan kita minta struktur kita dikembangkan tapi belum di-acc.” kata Boy Rafli dalam Rapat Kerja (Raker) di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Boy menjelaskan, karena saat ini BNPT memiliki 6 deputi, dan sarpras BNPT untuk penanganan terorisme hari ini masih konvensional, sedangkan untuk pengembangan teknologi adalah sebuah tuntutan. Awalnya, BNPT pun tidak terlalu memaksakan mengingat kondisi pandemi Covid-19.
Tapi, kata Boy, karena diundang untuk rapat pembahasan bersama Bappenas dan Kemenkeu, BNPT mengirimkan Biro Perencanaan. Dan lembaga keuangan yang akan membuat Letter of Interest terkait PLN tersebut adalah Bank mandiri.
“Awal mula ada beberapa lembaga dari luar negeri memang tapi ini proses terus terang saja dibicarakan dengan Kemenkeu dan Bappenas sendiri, tetapi terakhir kami mendapatkan informasi lembaga keuangan di dalam negeri adalah Bank Mandiri yang telah membuat letter of interest untuk pinjaman luar negeri ini,” terangnya.
Adapun peruntukannya, Boy menguraikan ada 3 poin besar yakni, Pusat Analisis dan Pengendalian Krisis (Pusdalsis) totalnya Rp1,3 triliun yang sifatnya multi year 2023-2025; peralatan Early Warning System (EWS) Rp 514 miliar; dan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Kerja Sama (Pusdiklat) Terorisme, juga Pusdiklat kerja sama internasional Rp397 miliar.
“Kami membuat rincian-rincian peralatan yang sangat teknis sekali, tapi gambaran garis besarnya begitu. Jadi kita hari ini masih konvensional bekerjanya, kayak alat surveilance dan EWS,” terangnya.