Sering Berubah, Doni Monardo: WHO Tak Bisa Diikuti Mentah-Mentah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan imbauan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO tidak serta merta diterapkan di Indonesia. Hal ini disampaikan menanggapi adanya imbauan baru WHO bahwa tidak diperlukan tes dua kali untuk Covid-19 dalam waktu tertentu.
Menurut Doni, harus dilakukan kajian terlebih dahulu sebelum melaksanakan imbauan tersebut. Apalagi menurutnya pernyataan WHO sering berubah-ubah. Salah satunya soal OTG yang disebut memiliki risiko penularan kecil. Padahal, di Indonesia jumlah OTG mencapai antara 70% hingga mendekati 90%.
(Baca: BNPB Imbau Siaga dan Waspada Banjir di Beberapa Wilayah Indonesia)
“Mereka (OTG) ini tidak apa-apa. Menjadi sangat berisiko ketika dia menyentuh orang tua dan orang dengan penyakit komorbid. WHO telah merevisi pernyataan mereka. Pernyataan WHO itu sering berubah-ubah terus,” ungkap Doni seusai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/6/2020).
Doni menuturkan bahwa OTG harus diisolasi. Jika tidak maka akan sangat berbahaya karena bisa menjadi silent killer.
“Oleh WHO pernah dimuat mungkin dua minggu yang lalu. Kita sudah diskusi, apa nggak salah nih WHO. Ternyata bener diralat lagi sama WHO . Itu saja mungkin penjelasannya mengenai WHO. WHO berubah-ubah terus kok.,” tuturnya.
(Baca: Covid-19 Dunia 29 Juni: 10,1 Juta Kasus, 501.281 Meninggal, 5 Juta Sembuh)
Dia menegaskan tidak akan secara mentah-mentah menjalankan imbauan WHO. Jika tanpa kajian dampaknya bisa fatal bagi Indonesia.
”Pemberitahuan dari WHO perlu kita kaji sesuai kondisi di negara kita. Kalau kita ikuti mentah-mentah, dampaknya kita pasti akan terjadi penularan yang lebih banyak lagi,” pungkasnya.
Menurut Doni, harus dilakukan kajian terlebih dahulu sebelum melaksanakan imbauan tersebut. Apalagi menurutnya pernyataan WHO sering berubah-ubah. Salah satunya soal OTG yang disebut memiliki risiko penularan kecil. Padahal, di Indonesia jumlah OTG mencapai antara 70% hingga mendekati 90%.
(Baca: BNPB Imbau Siaga dan Waspada Banjir di Beberapa Wilayah Indonesia)
“Mereka (OTG) ini tidak apa-apa. Menjadi sangat berisiko ketika dia menyentuh orang tua dan orang dengan penyakit komorbid. WHO telah merevisi pernyataan mereka. Pernyataan WHO itu sering berubah-ubah terus,” ungkap Doni seusai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/6/2020).
Doni menuturkan bahwa OTG harus diisolasi. Jika tidak maka akan sangat berbahaya karena bisa menjadi silent killer.
“Oleh WHO pernah dimuat mungkin dua minggu yang lalu. Kita sudah diskusi, apa nggak salah nih WHO. Ternyata bener diralat lagi sama WHO . Itu saja mungkin penjelasannya mengenai WHO. WHO berubah-ubah terus kok.,” tuturnya.
(Baca: Covid-19 Dunia 29 Juni: 10,1 Juta Kasus, 501.281 Meninggal, 5 Juta Sembuh)
Dia menegaskan tidak akan secara mentah-mentah menjalankan imbauan WHO. Jika tanpa kajian dampaknya bisa fatal bagi Indonesia.
”Pemberitahuan dari WHO perlu kita kaji sesuai kondisi di negara kita. Kalau kita ikuti mentah-mentah, dampaknya kita pasti akan terjadi penularan yang lebih banyak lagi,” pungkasnya.
(muh)