'Research University' dan Tuntutan Kinerja Profesor

Selasa, 02 Agustus 2022 - 19:05 WIB
loading...
A A A
Jabatan dosen memiliki strata mulai dari asisten ahli (dengan angka kredit atau kum 150), lektor (kum 200-300), lektor kepala (kum 400-700), dan yang tertinggi profesor (kum 850-1050). Menjadi profesor bukan sekadar mengumpulkan kum karya ilmiah, tetapi juga kum pendidikan, pengabdian pada masyarakat, dan kum kegiatan penunjang (tridarma perguruan tinggi).

Porsi karya ilmiah bagi dosen yang akan naik pangkat menjadi profesor adalah 45%. Ini menunjukkan besarnya peran calon profesor dan setelah menjadi profesor dalam riset yag secara tidak langsung berkontribusi pada pembentukan research university.

Seorang dosen harus memiliki publikasi dalam jurnal ilmiah internasional bereputasi untuk menjadi seorang profesor dari jabatan sebelumnya lektor kepala. Ini artinya calon profesor harus terlebih dahulu melakukan penelitian yang baik, bermutu, dan kemudian hasilnya layak dipublikasikan dalam jurnal internasional.

Untuk melakukan penelitian, dosen dapat mengajukan proposal riset pada Kemendikbudristek atau lembaga-lembaga yang memberi hibah riset. Persaingan sungguh ketat karena dana riset diperebutkan oleh banyak dosen se-Indonesia. Kalau dosen-dosen dapat memperoleh dana per kegiatan penelitian rata-rata Rp300 juta, publikasi yang bermutu dan layak terpublikasikan di jurnal internasional mungkin dapat diraih.

Namun bila dana riset terlalu kecil dan sekadar untuk pemerataan penelitian agar lebih banyak dosen meneliti, yang lahir hanyalah iptek-iptek dangkal. Riset yang baik memerlukan dana besar.

Salah satu indikator research university adalah publikasi ilmiah para dosennya yang dimuat di jurnal internasional. Seorang profesor berkewajiban setiap tiga tahun harus menulis satu karya buku ajar/buku referensi dan tiga karya ilmiah di jurnal internasional. Ini menyiratkan adanya upaya serius pemerintah yang mendorong setiap profesor untuk berkarya dan membangun perguruan tinggi bermutu.

Publikasi ilmiah Indonesia bergerak secara eksponensial sejak beberapa tahun terakhir hingga mencapai puncaknya pertengahan 2019, Indonesia berhasil merajai ASEAN dalam hal publikasi ilmiah untuk 2018. Ini semua membuktikan bahwa Kemendikbud serius dalam memperbaiki iklim riset Indonesia. Pada 2018 berdasarkan data di Scopus dosen/ilmuwan Indonesia telah memublikasikan karya ilmiah berjumlah 34.007, sementara Malaysia di peringkat kedua dengan jumlah publikasi sebanyak 33.286.

Sebelumnya Indonesia selalu berada di nomor empat di Asia Tenggara dan kemudian berhasil menggeser Malaysia serta menjadi nomor satu di Asia Tenggara.

Dengan kalkulasi kasar saya menghitung, bila untuk memublikasikan karya ilmiah di jurnal ilmiah internasional bereputasi memerlukan biaya Rp20 juta–40 juta per artikel, maka pada 2018 dengan jumlah publikasi 34.007 artikel, dosen/ilmuwan Indonesia “terpaksa” harus mengeluarkan biaya Rp680.140.000.000–1.360.280.000.000.

Hal yang harus menjadi perhatian kita bersama adalah bahwa penelitian dosen masih dibebani dengan urusan administrasi pertanggungjawaban keuangan yang rumit. Peneliti tidak hanya harus berpikir keras tentang bagaimana kualitas data risetnya, dia juga harus terampil mengelola urusan kwitansi dana riset yang harus dilaporkan kepada institusinya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1987 seconds (0.1#10.140)