Uji ke MK, Damai Hari Lubis Sebut ‘UU Corona’ Lindungi Koruptor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Advokat Damai Hari Lubis telah mendaftarkan pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 (UU 2/2020) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (25/6/2020) kemarin. Ia menjadi pemohon keenam yang mengajukan gugatan terhadap beleid tersebut.
Lima pemohon lainnya adalah Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) dan kawan-kawan (dkk), Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dkk. Kemudian, Munarman dkk, Iwan Sumule dkk, dan Sururudin. (Baca: Pengesahan Inkonstitusional, Munarman FPI Minta UU 2/2020 Dibatalkan)
Mereka bersama-sama menggugat pengesahan UU 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 (Perppu 1/2020). Aturan itu mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Damai mengatakan alasannya mendaftar pengujian atau judicial review itu karena UU Corona dinilai telah melanggar UUD 1945. Bahkan, kehadiran norma hukum tersebut membuka pintu dan melindungi praktik tindak pidana korupsi.
“UU Nomor 2 Tahun 2020 sama dengan memberikan peluang para ‘tikus’. Karena memberi proteksi terhadap pelaku korupsi,” tegas Damai kepada SINDOnews, Jumat (26/6/2020).
UU 2/2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020 alias ‘Perppu Corona’ itu disebutnya tidak bisa diterima akal sehat. Selain bertentangan dengan UUD 1945, ia menduga beleid tersebut juga bertentangan dengan aturan hukum yang ada di dunia internasional.
Misalnya, Pasal 27 ayat (1) Perppu 1/2020 dalam lampiran UU 2/2020, disebutkan bahwa biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara. (Baca: Amien Rais: Pancasila Mau Digusur)
“Bayangkan saja terhadap seorang yang bergelar ahli yang diperkerjakan oleh pemerintah, berikut honor tinggi, bila melakukan kesalahan atau lalai dalam melaksanakan pekerjaannya, hingga merugikan keuangan milik pemerintah atau perekonomian negara, milik bangsa, tapi justru dilindungi oleh undang-undang,” celetuknya terheran.
Ketua Aliansi Anak Bangsa (AAB) itu menduga para pelaku atau pejabat negara dengan menggunakan UU Corona tidak bisa dituntut secara hukum, baik secara hukum pidana, hukum perdata maupun hukum tata negara.
“Ini undang-undang hukum apaan? Apa referensinya atau konsideran dan sikon (situasi kondisi) yang bagaimana sehingga dapat dipakai?” lanjutnya.
Damai menegaskan, semestinya hukum itu harus masuk akal sehingga sah secara hukum dan perundang-undangan. Sebaliknya, UU tersebut malah teridentifikasi sebagai justifikasi atau proteksi terhadap koruptor.
“Undang-undang harus mencegah ‘tikus’ menggerogoti bukan malah dipersilakan. Kayaknya zaman sudah edan. Heran, anggota DPR RI-nya bisa terima dan teken pengesahan Perppu menjadi undang-undang,” kata dia. (Baca juga: Bahas Finalisasi, Amien Rais dkk Siap Gugat UU No 2/2020)
Karena itu, Damai berharap bisa segera bersidang di MK. Dirinya yakin pengujian nanti bisa mendapatkan putusan yang benar dan logis dari para hakim.
Lima pemohon lainnya adalah Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) dan kawan-kawan (dkk), Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dkk. Kemudian, Munarman dkk, Iwan Sumule dkk, dan Sururudin. (Baca: Pengesahan Inkonstitusional, Munarman FPI Minta UU 2/2020 Dibatalkan)
Mereka bersama-sama menggugat pengesahan UU 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 (Perppu 1/2020). Aturan itu mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Damai mengatakan alasannya mendaftar pengujian atau judicial review itu karena UU Corona dinilai telah melanggar UUD 1945. Bahkan, kehadiran norma hukum tersebut membuka pintu dan melindungi praktik tindak pidana korupsi.
“UU Nomor 2 Tahun 2020 sama dengan memberikan peluang para ‘tikus’. Karena memberi proteksi terhadap pelaku korupsi,” tegas Damai kepada SINDOnews, Jumat (26/6/2020).
UU 2/2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020 alias ‘Perppu Corona’ itu disebutnya tidak bisa diterima akal sehat. Selain bertentangan dengan UUD 1945, ia menduga beleid tersebut juga bertentangan dengan aturan hukum yang ada di dunia internasional.
Misalnya, Pasal 27 ayat (1) Perppu 1/2020 dalam lampiran UU 2/2020, disebutkan bahwa biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara. (Baca: Amien Rais: Pancasila Mau Digusur)
“Bayangkan saja terhadap seorang yang bergelar ahli yang diperkerjakan oleh pemerintah, berikut honor tinggi, bila melakukan kesalahan atau lalai dalam melaksanakan pekerjaannya, hingga merugikan keuangan milik pemerintah atau perekonomian negara, milik bangsa, tapi justru dilindungi oleh undang-undang,” celetuknya terheran.
Ketua Aliansi Anak Bangsa (AAB) itu menduga para pelaku atau pejabat negara dengan menggunakan UU Corona tidak bisa dituntut secara hukum, baik secara hukum pidana, hukum perdata maupun hukum tata negara.
“Ini undang-undang hukum apaan? Apa referensinya atau konsideran dan sikon (situasi kondisi) yang bagaimana sehingga dapat dipakai?” lanjutnya.
Damai menegaskan, semestinya hukum itu harus masuk akal sehingga sah secara hukum dan perundang-undangan. Sebaliknya, UU tersebut malah teridentifikasi sebagai justifikasi atau proteksi terhadap koruptor.
“Undang-undang harus mencegah ‘tikus’ menggerogoti bukan malah dipersilakan. Kayaknya zaman sudah edan. Heran, anggota DPR RI-nya bisa terima dan teken pengesahan Perppu menjadi undang-undang,” kata dia. (Baca juga: Bahas Finalisasi, Amien Rais dkk Siap Gugat UU No 2/2020)
Karena itu, Damai berharap bisa segera bersidang di MK. Dirinya yakin pengujian nanti bisa mendapatkan putusan yang benar dan logis dari para hakim.
(kri)