Kekerasan Seksual di Kampus dan Kebijakan Berbasis Bukti
loading...
A
A
A
HENDARMAN
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek
MASIH terdapat pihak-pihak yang memasalahkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Bahkan ada yang menggugat peraturan tersebut dengan permohonan uji materi yang diajukan kepada Mahkamah Agung.
Apakah peraturan tersebut tidak memenuhi norma sebagai sebuah kebijakan? Apakah peraturan tersebut tidak berbasis bukti yang cukup kuat?
Faktor Penting Kebijakan Publik
Kebijakan publik dipengaruhi oleh tiga faktor penting (Eko Prasojo, 2021), yaitu pengetahuan, kewenangan dan kepentingan. Pengetahuan mencakup teori dan data. Kewenangan terkait otoritas dan kuasa yang dimiliki oleh pihak yang mengeluarkan kebijakan. Sedangkan kepentingan dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi.
Kebijakan yang baik seyogianya didukung oleh ketiga faktor tersebut. Di samping itu, harus disertai bukti yang memadai yang dikenal sebagai kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) atau kebijakan berbasis pengetahun (knowledge-based policy).
Adi Suryanto (2021) dalam makalahnya “Peran Analis Kebijakan dalam Kajian dan Analisis Kebijakan di Era VUCA” menegaskan bahwa kebijakan yang baik dan berbasis bukti juga ditentukan oleh tiga hal. Pertama yaitu unsur pembentuk bukti kuat (robust evidence) yang ditentukan oleh metodologi dan kapasitas analis kebijakan.
Kedua, berupa translasi laporan riset ke materi kebijakan. Dua komponen terkait yaitu perubahan dari data produser menjadi knowledge management, serta mandat jelas dan komitmen kuat dalam perumusan kebijakan.
Ketiga yaitu jaminan kredibilitas informasi (publikasi). Artinya, kebijakan tersebut dijamin oleh transparansi yaitu keterbukaan, akses dan peluang debat dari komunitas epistemik dan publik. Di samping itu, terdapat independensi dengan indikator kemandirian, objektivitas dan inklusivitas lembaga dan hasil kerja.
Berbasis Bukti
Apakah Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan sebuah solusi? Peraturan ini memiliki tiga tujuan. Pertama, mengatasi kasus kekerasan di perguruan tinggi. Kedua, menjamin hak Warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pelayanan di pendidikan tinggi yang aman. Ketiga, memungkinkan pimpinan perguruan tinggi memiliki kepastian hukum untuk mengambil langkah tegas.
Apakah peraturan ini didukung latar belakang, data dan informasi akurat? Data kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan (2015-2020) menunjukkan kasus tertinggi pada universitas (27%), diikuti pesantren atau pendidikan berbasis Islam (19%), SMU/SMK (15%), SMP (7%), dan bahkan pada TK, SD, SLB dan Pendidikan Berbasis Kristen (12%).
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek
MASIH terdapat pihak-pihak yang memasalahkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Bahkan ada yang menggugat peraturan tersebut dengan permohonan uji materi yang diajukan kepada Mahkamah Agung.
Apakah peraturan tersebut tidak memenuhi norma sebagai sebuah kebijakan? Apakah peraturan tersebut tidak berbasis bukti yang cukup kuat?
Faktor Penting Kebijakan Publik
Kebijakan publik dipengaruhi oleh tiga faktor penting (Eko Prasojo, 2021), yaitu pengetahuan, kewenangan dan kepentingan. Pengetahuan mencakup teori dan data. Kewenangan terkait otoritas dan kuasa yang dimiliki oleh pihak yang mengeluarkan kebijakan. Sedangkan kepentingan dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi.
Kebijakan yang baik seyogianya didukung oleh ketiga faktor tersebut. Di samping itu, harus disertai bukti yang memadai yang dikenal sebagai kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) atau kebijakan berbasis pengetahun (knowledge-based policy).
Adi Suryanto (2021) dalam makalahnya “Peran Analis Kebijakan dalam Kajian dan Analisis Kebijakan di Era VUCA” menegaskan bahwa kebijakan yang baik dan berbasis bukti juga ditentukan oleh tiga hal. Pertama yaitu unsur pembentuk bukti kuat (robust evidence) yang ditentukan oleh metodologi dan kapasitas analis kebijakan.
Kedua, berupa translasi laporan riset ke materi kebijakan. Dua komponen terkait yaitu perubahan dari data produser menjadi knowledge management, serta mandat jelas dan komitmen kuat dalam perumusan kebijakan.
Ketiga yaitu jaminan kredibilitas informasi (publikasi). Artinya, kebijakan tersebut dijamin oleh transparansi yaitu keterbukaan, akses dan peluang debat dari komunitas epistemik dan publik. Di samping itu, terdapat independensi dengan indikator kemandirian, objektivitas dan inklusivitas lembaga dan hasil kerja.
Berbasis Bukti
Apakah Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan sebuah solusi? Peraturan ini memiliki tiga tujuan. Pertama, mengatasi kasus kekerasan di perguruan tinggi. Kedua, menjamin hak Warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pelayanan di pendidikan tinggi yang aman. Ketiga, memungkinkan pimpinan perguruan tinggi memiliki kepastian hukum untuk mengambil langkah tegas.
Apakah peraturan ini didukung latar belakang, data dan informasi akurat? Data kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan (2015-2020) menunjukkan kasus tertinggi pada universitas (27%), diikuti pesantren atau pendidikan berbasis Islam (19%), SMU/SMK (15%), SMP (7%), dan bahkan pada TK, SD, SLB dan Pendidikan Berbasis Kristen (12%).