Masjid Ramah Lingkungan

Jum'at, 03 Juni 2022 - 11:05 WIB
loading...
A A A
Mereka menginisiasi banyak inovasi seperti embung desa, kompor biomasa, tungku bakar sampah tanpa asap, penyediaan air bersih desa dari pengelolaan air wudhu, dan listrik surya. Salah satu inovasi mereka, 300 Keran Hemat Air yang menekan penggunaan air hingga 50%, telah digunakan di Pondok Pesantren Al-Amanah dan Azzikra.

Dari Isu Elitis ke Populis
Barangkali kampanye Masjid Hijau di Indonesia masih menjadi isu elitis, namun bila melihat masjid-masjid ramah lingkungan di Turki, usaha itu sangat mungkin menjadi sebuah gerakan populis. Setidaknya ada dua faktor mengapa kampanye tersebut bisa menjadi gerakan populis; kebudayaan yang menjadi basis inspirasi dan objektivikasi negara terhadap kebudayaan tersebut.

Sejak masa Utsmani, masjid-masjid di Turki telah dibangun berdasarkan kedekatan dengan alam. Mudah sekali menemukan masjid-masjid tradisional di Turki yang menyediakan rumah bagi para hewan, seperti burung, anjing, dan kucing. Di sekililing masjid-masjid di Turki juga tidak sulit ditemukan pepohonan rindang yang menambah keasrian sekitar. Tradisi ini kemudian juga diterapkan di masjid-masjid yang dibangun di masa Republik.

Berkaitan dengan ini, negara melakukan objektivikasi terhadap tradisi itu, seperti mengesahkan undang-undang tentang hak hewan, yang di antaranya mengelola kesejahteraan hewan dan melarang sirkus-sirkus hewan serta mengubah nomenklatur Kementerian Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Lingkungan Hidup, Urbanisasi, dan Perubahan Iklim pada 2021 lalu. Dengan perubahan nomenklatur itu, negara dituntut untuk lebih aktif dalam mengampanyekan target bebas emisi karbon.

Kementerian menargetkan penggunaan bahan netral-karbon pada bangunan-bangunan publik yang digunakan secara populis, seperti stadion sepak bola dan masjid. Beberapa masjid di Turki, seperti Masjid Sakirin di Istanbul yang didesain oleh seorang perempuan, Zeynep Fadillioglu sudah dibangun dengan dominasi bahan netral-karbon.Indonesia sejatinya sudah memiliki percontohan masjid hijau, seperti Masjid Istiqlal dan Masjid Raya Pondok Indah. Untuk menjadikannya lebih populis, kehadiran negara sebagai creative minority, terutama dalam regulasi dan kampanye perlu lebih jauh.

Negara bisa mengakomodasi secara serius organisasi massa, pesantren, maupun komunitas keagamaan menjadi imam dalam melestarikan lingkungan berbasis masjid, seperti melalui perlombaan, lokakarya yang rutin, alokasi anggaran untuk panel surya, hingga kategorisasi masjid hijau. Dalam hal ini, dikaitkannya isu lingkungan terhadap persoalan agama membuat hubungan antara negara-agama terjalin positif dan produktif.

Tidak ada yang keliru bila pemerintah mengetengahkan kebijakan yang populis mengenai masjid hijau, karena selain bersifat amal-karitatif, kebijakan itu juga akan efektif bagi objektivikasi Islam. Kehadiran masjid hijau dapat dirasakan manfaatnya secara luas, termasuk oleh non-muslim. Sekalipun dari sisi umat muslim sebagai pihak pengelola boleh jadi tetap menganggapnya sebagai perbuatan keagamaan.

Masjid hijau akan menjadi cerminan Islam yang komprehensif, dan dapat menepis keraguan sebagian masyarakat bahwa umat muslim hanya peka pada persoalan abstrak, seperti akhlak dan politik identitas. Kehadiran masjid hijau dapat menunjukkan bahwa umat Islam juga sensitif terhadap isu-isu konkret, seperti dampak perubahan iklim.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2591 seconds (0.1#10.140)