Jangan Jadikan Rapid Test Ladang Bisnis

Selasa, 23 Juni 2020 - 06:16 WIB
loading...
A A A
"Kalau kita bicara penanganan Covid-19, sekarang ini semua orang terdampak. Kalau saya menyarankan kepada pemerintah agar masyarakat, utamanya yang tidak mampu dan anak sekolah, rapid test mestinya tidak dibebani biaya," katanya kemarin.

Anwar kemudian menuturkan, rapid test adalah bagian dari penanganan Covid-19. Karena itu, DPR pun menyetujui penggunaan anggaran sebesar-besarnya untuk penanganan Covid-19 melalui pengesahan Perppu Nomor 1/2020. "Saya berharap rapid test dilakukan gratis dan lebih masif. Kalau bisa semua orang Indonesia itu melakukan rapid test. Itulah kenapa anggaran Covid-19 itu diberikan sebesar-besarnya untuk itu sebenarnya," paparnya.

Direktur Indonesia Public Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah juga mempertanyakan alasan pemerintah tetap membiarkan masyarakat membayar sendiri biaya rapid test. "Bisa saja negara yang gagal mengalokasikan anggaran sekaligus gagal menertibkan praktik di lapangan," ujar Dedi kepada SINDOnews kemarin.

Menurut dia, kondisi ini semakin menyakitkan masyarakat. Apalagi anggaran ratusan triliun itu tidak dapat dipertanggungjawabkan karena perppu yang telah menjadi undang-undang terkait penanganan Covid-19 memiliki imunitas hukum, sehingga membebaskan para pengguna anggaran untuk sewenang tanpa ada konsekuensi hukum. (Baca juga: Jumlah Polisi di Rembang yang Positif Covid-19 Bertambah)

Pihak Gabungan Perusahaan Farmasi mengungkapkan bahwa rapid test ini tidak semuanya tertanggung oleh anggaran pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Pasalnya, anggaran yang diberikan pemerintah hanya kepada rumah sakit yang ditunjuk resmi dalam menangani dan menjalankan rapid test massal. "Jadi, ini bisa menjadi bisnis baru untuk para pedagang rapid test karena akan meningkatkan permintaan alat rapid test," ujar Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Vincent Harjanto saat dihubungi SINDOnews di Jakarta kemarin.

Dia menuturkan, produsen rapid test di luar negeri juga sudah banyak sekali. Hal ini tentu akan semakin memurahkan pembelian produk alat rapid test. "Karena banyak jadi harga produk impornya sekitar USD3-4 (atau di bawah Rp60.000 dangan kurs Rp14.000)," katanya.

Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melakukan pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap pelaksanaan lima program pada penanggulangan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pernyataan ini disampaikan anggota BPK Achsanul Qosasi melalui tiga cuitan di akun Twitter @AchsanulQosasi, Senin (22/6/2020) siang. Menuut dia, langkah ini diambil salah satuya karena banyaknya permintaan dari berbagai pihak.

"Saat ini BPK sedang menyiapkan rencana pemeriksaan yang akan dilaksanakan pada awal Juli 2020. Pemeriksaan BPK mencakup lima program, yakni bantuan sosial (bansos), pengadaan alat pelindung diri (APD) dan alat tes, Kartu Prakerja, bantuan langsung tunai-dana desa (BLT-DD), dan BPJS. Pemeriksaan dilaksanakan serentak," cuitnya. (Baca juga: Arab Saudi Putuskan Ibadah Haji Tahun Ini Tetap Berlangsung)

Kepada KORAN SINDO yang mengonfirmasi, Achasnul memastikan, pemeriksaan yang akan dilakukan BPK berupa dua bentuk pemeriksaan, yakni pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan PDTT (pemeriksaan dengan tujuan tertentu). Saat ini BPK sedang membahas apa saja cakupan pemeriksaan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1763 seconds (0.1#10.140)