Penjabat Kepala Daerah di Tahun Pemilu 2024
loading...
A
A
A
Ferry Kurnia Rizkiyansyah
Wakil Ketua Umum DPP Partai Perindo
BEBERAPA hari lalu, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian melantik lima orang penjabat gubernur untuk menggantikan gubernur di lima provinsi yang habis masa jabatan pada bulan ini. Lima orang penjabat gubernur itu adalah Sekretaris Daerah Provinsi Banten Al Muktabar sebagai Penjabat Gubernur Banten, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat, Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga Hamka Hendra Noer sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo, dan Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Paulus Waterpauw sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat.
Sebagaimana diketahui, 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota bakal habis masa jabatan menjelang tahun 2024. Lantaran pemilihan kepala daerah baru akan digelar serentak pada 2024, kursi kepala daerah definitif akan dibiarkan kosong dan diisi sementara oleh penjabat kepala daerah. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 201 Ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, "Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024."
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 juga disebutkan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur definitif. Sementara itu, untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/wali kota, diangkat penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati dan wali kota definitif.
Tercatat, 101 kepala daerah akan lengser dari kursi kepemimpinan daerah karena telah habis masa jabatan pada tahun ini. Sedangkan 171 kepala daerah lain akan berakhir masa jabatan pada tahun depan.
Penjabat kepala daerah yang ditunjuk untuk memimpin daerah-daerah tersebut sudah tentu akan menjadi ujung tombak dari setiap pelayanan publik di daerah bersangkutan, tidak terkecuali juga segala hal terkait pelaksanaan pemilihan umum tahun 2024.
Memang, bukan baru kali ini saja diangkat para penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan kepemimpinan daerah. Akan tetapi, selama ini masa jabatan dari penjabat kepala daerah umumnya berlangsung relatif singkat, yaitu sepanjang masa kampanye hingga hari pemilihan. Kali ini penjabat daerah memiliki masa jabatan cukup panjang hingga digelar pemilihan kepala daerah pada 2024 untuk menghasilkan kepala daerah definitif baru.
Untuk itu, sangat penting bagi publik untuk mengawal kiprah kepemimpinan para penjabat kepala daerah ini mengingat masa jabatan mereka cukup panjang sehingga sangat mungkin akan melahirkan kerumitan-kerumitan tersendiri dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pengalaman di masa lalu mememperlihatkan kehadiran penjabat kepala daerah tidak jarang melahirkan kerumitan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah meskipun kehadiran mereka bersifat sementara dengan masa jabatan singkat.
Sebagai contoh, masih segar dalam ingatan publik menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Seram Bagian Timur pada 2020 lalu. Saat itu penjabat kepala daerah yang ditunjuk untuk menjalankan roda pemerintahan daerah karena Bupati Abdul Mukti Keliobas tengah menjalani masa cuti kampanye, menganulir surat keputusan yang telah dikeluarkan oleh Bupati Abdul Mukti Keliobas tentang pengangkatan sejumlah caretaker kepala desa. Hal itu kemudian memunculkan polemik karena penjabat kepala daerah dinilai tidak berwenang membatalkan surat keputusan yang dikeluarkan oleh kepala daerah.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Perindo
BEBERAPA hari lalu, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian melantik lima orang penjabat gubernur untuk menggantikan gubernur di lima provinsi yang habis masa jabatan pada bulan ini. Lima orang penjabat gubernur itu adalah Sekretaris Daerah Provinsi Banten Al Muktabar sebagai Penjabat Gubernur Banten, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat, Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga Hamka Hendra Noer sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo, dan Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Paulus Waterpauw sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat.
Sebagaimana diketahui, 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota bakal habis masa jabatan menjelang tahun 2024. Lantaran pemilihan kepala daerah baru akan digelar serentak pada 2024, kursi kepala daerah definitif akan dibiarkan kosong dan diisi sementara oleh penjabat kepala daerah. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 201 Ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, "Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024."
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 juga disebutkan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur definitif. Sementara itu, untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/wali kota, diangkat penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati dan wali kota definitif.
Tercatat, 101 kepala daerah akan lengser dari kursi kepemimpinan daerah karena telah habis masa jabatan pada tahun ini. Sedangkan 171 kepala daerah lain akan berakhir masa jabatan pada tahun depan.
Penjabat kepala daerah yang ditunjuk untuk memimpin daerah-daerah tersebut sudah tentu akan menjadi ujung tombak dari setiap pelayanan publik di daerah bersangkutan, tidak terkecuali juga segala hal terkait pelaksanaan pemilihan umum tahun 2024.
Memang, bukan baru kali ini saja diangkat para penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan kepemimpinan daerah. Akan tetapi, selama ini masa jabatan dari penjabat kepala daerah umumnya berlangsung relatif singkat, yaitu sepanjang masa kampanye hingga hari pemilihan. Kali ini penjabat daerah memiliki masa jabatan cukup panjang hingga digelar pemilihan kepala daerah pada 2024 untuk menghasilkan kepala daerah definitif baru.
Untuk itu, sangat penting bagi publik untuk mengawal kiprah kepemimpinan para penjabat kepala daerah ini mengingat masa jabatan mereka cukup panjang sehingga sangat mungkin akan melahirkan kerumitan-kerumitan tersendiri dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pengalaman di masa lalu mememperlihatkan kehadiran penjabat kepala daerah tidak jarang melahirkan kerumitan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah meskipun kehadiran mereka bersifat sementara dengan masa jabatan singkat.
Sebagai contoh, masih segar dalam ingatan publik menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Seram Bagian Timur pada 2020 lalu. Saat itu penjabat kepala daerah yang ditunjuk untuk menjalankan roda pemerintahan daerah karena Bupati Abdul Mukti Keliobas tengah menjalani masa cuti kampanye, menganulir surat keputusan yang telah dikeluarkan oleh Bupati Abdul Mukti Keliobas tentang pengangkatan sejumlah caretaker kepala desa. Hal itu kemudian memunculkan polemik karena penjabat kepala daerah dinilai tidak berwenang membatalkan surat keputusan yang dikeluarkan oleh kepala daerah.