Menapaki Setapak Perubahan dengan Literasi
loading...
A
A
A
Konsekuensi hidup di era disrupsi harus menerima fakta baru, yaitu hidup berdampingan dengan tingginya intensitas laju informasi. 24 jam nonstop informasi lalu lalang di gadget. Dan tak jarang dari kita yang secara serampangan mengkonsumsi informasi tanpa filter. Kecenderungan ini kita bisa amati dalam kasus hoaks dan hate speech yang seringkali menjadi ancaman bagi persatuan dan kebhinekaan kita.
Untuk itu, dalam peringatan Hari Buku Sedunia ini, seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda atau milenial terus meningkatkan minat baca sebagai modal utama membangun bangsa yang besar dan maju dalam segala sektor. Karena tingkat kemampuan literasi suatu negara sangat mempengaruhi cara berfikir dan cara pandang masyarakatnya. Demikian juga apabila tingkat budaya literasi suatu negara rendah, tak menutup kemungkinan cara berfikirnya eksklusif bahkan enggan menghargai perbedaan dan keragaman (pluralitas dan kebhinnekaan).
Oleh karena, budaya literasi harus ditingkatkan dan diperkuat sehingga lahir generasi yang berwawasan luas dan memiliki pemikiran brilian serta cara pandang yang moderat (watshatiyah).
Sementara ini, jika mencermati tingkat literasi kita terbilang rendah saat ini. Tahun 2021 lalu, Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Kenyataan ini tentu sangat memprihatinkan di tengah meluapnya arus informasi yang sesungguhnya membutuhkan kemampuan literasi yang mumpuni. Artinya, setiap informasi hoaks bermuatan SARA, hate speech yang berpotensi memecah belah persatuan dan kebhinnekaan sejatinya perlu disaring sedemikian rupa.
Verifikasi (tabayyun) atas suatu informasi atau peristiwa adalah keniscayaan sehingga menghasilkan jawaban yang shohih dan tak menimbulkan diskursus yang berujung kegaduhan. Dalam konteks ini, sebagai bagian dari generasi milenial atau kelompok sosial yang paling dominan menggunakan media sosial, tentu merasa terpanggil untuk memperbaiki hal tersebut. Setidaknya perlu diselenggarakan kegiatan khusus untuk meningkatkan literasi generasi muda. Semisal kegiatan pelatihan (training khusus) untuk membekali kemampuan literasi anak-anak muda.
Untuk itu, dalam peringatan Hari Buku Sedunia ini, seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda atau milenial terus meningkatkan minat baca sebagai modal utama membangun bangsa yang besar dan maju dalam segala sektor. Karena tingkat kemampuan literasi suatu negara sangat mempengaruhi cara berfikir dan cara pandang masyarakatnya. Demikian juga apabila tingkat budaya literasi suatu negara rendah, tak menutup kemungkinan cara berfikirnya eksklusif bahkan enggan menghargai perbedaan dan keragaman (pluralitas dan kebhinnekaan).
Oleh karena, budaya literasi harus ditingkatkan dan diperkuat sehingga lahir generasi yang berwawasan luas dan memiliki pemikiran brilian serta cara pandang yang moderat (watshatiyah).
Sementara ini, jika mencermati tingkat literasi kita terbilang rendah saat ini. Tahun 2021 lalu, Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Kenyataan ini tentu sangat memprihatinkan di tengah meluapnya arus informasi yang sesungguhnya membutuhkan kemampuan literasi yang mumpuni. Artinya, setiap informasi hoaks bermuatan SARA, hate speech yang berpotensi memecah belah persatuan dan kebhinnekaan sejatinya perlu disaring sedemikian rupa.
Verifikasi (tabayyun) atas suatu informasi atau peristiwa adalah keniscayaan sehingga menghasilkan jawaban yang shohih dan tak menimbulkan diskursus yang berujung kegaduhan. Dalam konteks ini, sebagai bagian dari generasi milenial atau kelompok sosial yang paling dominan menggunakan media sosial, tentu merasa terpanggil untuk memperbaiki hal tersebut. Setidaknya perlu diselenggarakan kegiatan khusus untuk meningkatkan literasi generasi muda. Semisal kegiatan pelatihan (training khusus) untuk membekali kemampuan literasi anak-anak muda.
(kri)