Pastikan BLT Minyak Goreng Tanpa Penyimpangan

Sabtu, 16 April 2022 - 07:24 WIB
loading...
Pastikan BLT Minyak Goreng Tanpa Penyimpangan
BLT minyak goreng harus dikawal ketat agar tepat sasaran. FOTO/WAWAN BASTIAN
A A A
Pemerintah akhirnya memutuskan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng (migor) kepada masyarakat. Keputusan yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangan pers, Jumat (01/04) diarahkan untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak kenaikan harga kebutuhan pokok tersebut.

Bantuan senilai Rp6,2 triliun itu akan disalurkan kepada 20,5 juta keluarga penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan makanan gorengan. Rencananya, BLT migor akan diberikan sebesar Rp100 ribu setiap bulannya.

BLT migor akan diberikan untuk tiga bulan sekaligus, yaitu April, Mei, dan Juni serta dibayarkan di muka pada bulan April 2022 sebesar Rp300 ribu. Targetnya, BLT migor sudah tersalurkan semua sepekan sebelum Lebaran.Untuk memastikan tercapanya target tersebut, penyaluran secara serentak akan melibatkan Kemensos dengan dibantu jajaran TNI Polri.

Langkah yang diambil pemerintah untuk memberikan BLT minyak goreng patut diapresisasi sebagai bentuk sensitivitas terhadap tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat bawah, terutama kalangan ibu rumah tangga, terhadap kenaikan harga minyak goreng yang dipengaruhi kenaikan harga minyak sawit di dunia.

Betapa tidak, harga minyak goreng saat ini berada dalam rentang Rp20.000-23.000 per liter atau melonjak 50% dari harga sebelumnya.

Bahkan, saat gonjang-ganjing menerpa, harga melonjak tidak karuan hingga membuat ibu-ibu menjerit. Padahal, bagi masyarakat Indonesia, gorengan adalah makanan penting yang tidak bisa dipisahkan dari konsumsi sehari-hari.

Pemberian BLT sebagai mekanisme subsidi juga dinilai tepat karena lebih tepat sasaran dan hanya bisa dinikmati kelompok masyarakat yang membutuhkan. Hanya saja, di di sisi lain, kekhawatiran akan terjadinya penyimpangan tetap saja bisa terjadi. Kekhawatiran ini tidaklah berlebihan.

Mengaca pada penyaluran BLT, penyimpangan hampir merata terjadi di seluruh wilayah di Tanah Air dan dengan menggunakan berbagai modus operandi.Tentu saja, kondisi demikian sangat merugikan kelompok masyarakat yang sangat membutuhkan. Apalagi di tengah bulan Ramadan dan jelang Lebaran.

Sebuah penelitian bertajuk ‘’Penyimpangan penyaluran bantuan langsung tunai dana kompensasi bahan bakar minyak di Kota Pekanbaru’’ yang dilakukan Dr Samodra Wibawa Suyoto dengan menggunakan pendekatan teori patologi birokrasi menemukan penyimpangan terjadi secara kompleks: mulai dari korupsi, kolusi, nepotisme, kurang koordinasi, hingga penegakkan hukum.

Karena itulah, selama proses penyaluran berlangsung, Kemensos bersama TNI dan Polri melakukan mitigasi untuk mengantisipasi semua kemungkinan terjadinya penyimpangan di berbagai lini.

Menutup ruang gerak penyimpangan bukan hanya penting untuk memastikan subtansi pemberian BLT migor tercapai, tapi juga untuk menjaga kepercayaan masayarakat pada pemerintah: bahwa negara masih hadir di tengah masyarakat ketika sedang membutuhkan.

Di samping memaksimalkan penyaluran BLT migor, gejolak harga migor tentu harus menjadi pelajaran pemerintah untuk dalam jangka panjang agar terus melakukan pembenahan seluruh tata niaga migor dari hulu sampai hilir. Tak kalah penting juga untuk membenahi struktur pasar dan struktur industri migor.

Langkah ini urgen dilakukan karena melambungnya harga minyak goreng di Tanah Air bukan sekadar urusan terpukulnya daya beli masyarakat. Lebih substantif dari itu adalah, tercederainya rasa keadilan. Bagaimana tidak, sebagai negara pemilik perkebunan sawit terbesar dunia, masyarakat Indonesia kekurangan suplai dan harus membeli mahal minyak goreng. Ibaratnya, tikus mati dalam lumbung pangan.

Kondisi ini begitu ironis bila dibanding dengan murahnya negara mengobral konsensi sawit, walaupun hutan-hutan ditebangi. Pertanyaan yang muncul kemudian muncul untuk siapakah semua itu? Apakah hanya sebatas untuk mengejar setoran devisa negara dari sektor sawit? Mengemukkan pundi-pundi mereka yang menguasai konsensi perkebunan sawit?

Tapi yang jelas, ekplorasi besar-besaran kekayaan alam untuk perkebunan sawit -setelah terverikasi munculnya gejolak harga migor- ternyata hanya untuk kepentingan golongan tertentu. Sebaliknya, rakyat hanya menjadi korban eksploitasi kepentingan oligarki dan kapitalis yang hanya berorientasi mengejar keuntungan.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2422 seconds (0.1#10.140)