Aktor Penting di Balik Pembangunan Indonesia
loading...
A
A
A
Romanio Bahama Lazuardy
Pranata Humas Badan Informasi Geospasial
SEBAGAI sebuah lembaga negara yang menginjak usia ke-52 tahun, BIG ( Badan Informasi Geospasial ) terbilang cukup lama keberadaannya. Perannya yang sangat besar dalam penyediaan informasi geospasial, idealnya menempatkan institusi ini banyak dikenal masyarakat. Namun tak seperti badan-badan negara yang lain, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Narkotika (BNN), Badan Urusan Logistik (Bulog) maupun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pengenalan pada BIG terbatas di kalangan tertentu. Tak jarang reaksi atas pertanyaan terhadap apa itu BIG, bersambut “Geospasial?”, “Badan Informasi Geospasial?”, yang diucapkan dengan nada asing.
Istilah geospasial itu sendiri tak populer. Terlebih ketika dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi institusi ini, bakal lebih banyak yang mengernyitkan dahi, ditimpa pertanyaan terkait BIG. Namun ketika evaluasi pengenalan dilakukan ke kalangan ilmuwan, warga kampus -civitas academica- dan para pemangku kebijakan perencanaan wilayah, tak demikian keadaannya. Kelompok elite masyarakat yang bersentuhan dengan ilmu pengetahuan ini, mengenal dengan baik BIG. Mereka kerap bersentuhan dengan tugas pokok dan fungsi BIG.
Sering kali anggota dari Kesatuan Brimob datang ke BIG guna mendapatkan peta daerah yang diperlukan. Kesatuan Brimob sering menggunakan peta dari BIG untuk menentukan daerah mana saja yang akan dipakai untuk latihan. Selain itu, beberapa pihak pengembang properti pun kerap kali mencari peta dari BIG untuk melihat secara detail kondisi wilayah yang akan dibangun hunian.
Arti Kata Geospasial dan Otoritas Badan Informasi Geospasial
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, pengejaan geospasial yang betul, sebagai ge.o.spa.si.al. Namun dalam praktik pengucapan sehari-hari, masih sering terjadi kesalahan. Ini juga yang dialami para tamu pengunjung BIG. Mereka sering tak tepat dalam mengucapkan nama institusi ini. Hal ini terjadi saat kegiatan diseminasi di berbagai daerah. Pembawa acara setempat sering kali menyebut Geospasial dengan kata “Geopasial”, “Geospesial” bahkan “Geofacial”. Untuk itu dilakukan berbagai upaya untuk mengenalkan istilah maupun pengertian geospasial secara sistematis dan berkesinambungan oleh BIG kepada masyarakat luas. Pengertian tentang geospasial terdapat pada UU Nomor 4 Tahun 2011, yang kemudian diperkuat melalui keberadaan Informasi Geospasial (IG) sebagai bagian dari UU Cipta Kerja. Sedangkan pada Peraturan Pemerintah no 45 Tahun 2021, Pasal 1 angka 1, didefinisikan : geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek maupun kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Dapat kita ambil contoh sederhana, apabila ada seseorang mencari sebuah alamat dengan patokan disamping Gedung A, 200 meter dari lampu lalu lintas atau gedungnya memiliki atap yang unik, itu bisa diartikan sebagai informasi geospasial pula. Maka terdapat 3 unsur penting dari pengertian berdasar peraturan pemerintah tersebut : 1. Ruang, 2. Letaknya di permukaan bumi, dan 3. Posisinya dalam sistem koordinat
Untuk menjalankan peran negara terkait informasi geospasial bagi masyarakat luas, dibentuklah BIG (Badan Informasi Geospasial) yang memiliki otoritas terkait hal tersebut. BIG merupakan lembaga negara non kementerian yang berwenang menyelenggarakan informasi geospasial dasar. Informasi geospasial dasar ini merupakan acuan dari Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang akan mengisinya. Secara umum IG terbagi menjadi Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT). IGD mencakup acuan posisi dan peta dasar, adapun IGT mencakup berbagai ragam tema, seperti kehutanan, pertanian, perikanan, dan pertambangan. IGD menjadi acuan pembuatan berbagai IGT. Oleh karena itu, salah satu ciri penting IGD adalah unsurunsurnya tidak berubah dalam waktu yang lama sesuai dengan karakteristik dari unsur-unsur. Kewenangan ini sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011. Sebelumnya, Badan Informasi Geospasial (BIG) bernama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Perubahan nama yang telah disahkan pada tanggal 27 Desember 2011 melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 94 Tahun 2011 ini juga menguatkan kebijakan nasional di bidang informasi geospasial.
BIG Produktif walau di Bawah Radar Media
Meski jarang mendapat liputan pemberitaan di media massa maupun disebut oleh pemilik akun di media sosial, BIG tetap produktif membuktikan kinerjanya. Peran BIG acap kali tak tertangkap radar pengelola media, namun produktivitasnya dirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia. Ini juga yang terjadi pada lembaga negara lainnya, sebagaimana yang dicontohkan di atas. Jika data prakiraan cuaca yang disiarkan oleh BMKG dapat memberi pedoman pada masyarakat terkait kondisi cuaca, sedangkan data BNPB digunakan pada pengelolaan mitigasi bencana, dan BASARNAS bergerak tanggap dan cepat membantu korban bencana alam, maka berbeda halnya dengan BIG. BIG merupakan institusi negara, yang memiliki otoritas sebagai penghasil peta dasar. Ini dalam fungsinya akan dikolaborasikan dengan berbagai data kementerian maupun lembaga yang ada di Indonesia. Bentuk kolaborasi ini dapat dicontohkan, pada peringatan dini pasca terjadinya gempa di berbagai wilayah pesisir Indonesia, terhadap potensi terjadinya tsunami, BMKG mengakses data terkait pasang surut yang dimiliki BIG untuk dianalisis. Hasil analisis ini digunakan sebagai dasar disusunnya informasi ada tidaknya potensi tsunami, di wilayah yang dilanda gempa. Waktu antara kejadian gempa dengan pernyataan potensi tsunami sangat singkat. Ini selain implikasi dari kolabrasi yang telah terjalin rapi antara BIG dan BMKG, juga pengembangan perangkat analisis dan informasi yang senantiasa diperbaharui. Pada kesempatan yang lain, BMKG mengolaborasikan datanya dengan peta dasar BIG, untuk menghasilkan peta rawan bencana tsunami. Peta ini dapat dijadikan acuan untuk membuat jalur evakuasi saat bencana, oleh BNPB maupun BASARNAS.
Selain itu peta dasar BIG juga digunakan oleh BNPB untuk secara umum memetakan wilayah-wilayah di Indonesia yang rawan bencana. Ini juga yang dilakukan BASARNAS. Basarnas berkolaborasi dengan tim pemetaan BIG untuk memetakan daerah yang terkena bencana alam. Melalui peta itu, pemerintah setempat dapat mengalkulasikan berapa dana yang bakal dikucurkan kepada korban terdampak bencana alam.
Tidak berada di bawah radar media, bukanlah ukuran tinggi rendahnya kinerja BIG. BIG punya tugas pokok dan fungsinya sendiri dalam pemanfaatan informasi geospasial yang dihasilkannya. Tanpa disadari pula, berbagai pembangunan yang dijalankan oleh kementerian, lembaga maupun pemerintah daerah mengacu kepada peta dasar BIG agar pembangunan yang dilakukan dapat tepat sasaran. Jika institusi-institusi itu punya peta dasar yang andal, perencanaan tata wilayahnya juga akan baik. Perencanaan wilayah yang baik akan berdampak kepada kehidupan masyarakat yang lebih baik. BIG berperan penting pada banyak kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, walaupun tak selalu diliput media. Tanpa peta dasar yang andal, pembangunan infrastruktur maupun SDM yang digaungkan pemerintah bakal jadi hal yang sia-sia. Ini karena tak tepat sasaran dan menyia-nyiakan anggaran.
Pranata Humas Badan Informasi Geospasial
SEBAGAI sebuah lembaga negara yang menginjak usia ke-52 tahun, BIG ( Badan Informasi Geospasial ) terbilang cukup lama keberadaannya. Perannya yang sangat besar dalam penyediaan informasi geospasial, idealnya menempatkan institusi ini banyak dikenal masyarakat. Namun tak seperti badan-badan negara yang lain, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Narkotika (BNN), Badan Urusan Logistik (Bulog) maupun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pengenalan pada BIG terbatas di kalangan tertentu. Tak jarang reaksi atas pertanyaan terhadap apa itu BIG, bersambut “Geospasial?”, “Badan Informasi Geospasial?”, yang diucapkan dengan nada asing.
Istilah geospasial itu sendiri tak populer. Terlebih ketika dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi institusi ini, bakal lebih banyak yang mengernyitkan dahi, ditimpa pertanyaan terkait BIG. Namun ketika evaluasi pengenalan dilakukan ke kalangan ilmuwan, warga kampus -civitas academica- dan para pemangku kebijakan perencanaan wilayah, tak demikian keadaannya. Kelompok elite masyarakat yang bersentuhan dengan ilmu pengetahuan ini, mengenal dengan baik BIG. Mereka kerap bersentuhan dengan tugas pokok dan fungsi BIG.
Sering kali anggota dari Kesatuan Brimob datang ke BIG guna mendapatkan peta daerah yang diperlukan. Kesatuan Brimob sering menggunakan peta dari BIG untuk menentukan daerah mana saja yang akan dipakai untuk latihan. Selain itu, beberapa pihak pengembang properti pun kerap kali mencari peta dari BIG untuk melihat secara detail kondisi wilayah yang akan dibangun hunian.
Arti Kata Geospasial dan Otoritas Badan Informasi Geospasial
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, pengejaan geospasial yang betul, sebagai ge.o.spa.si.al. Namun dalam praktik pengucapan sehari-hari, masih sering terjadi kesalahan. Ini juga yang dialami para tamu pengunjung BIG. Mereka sering tak tepat dalam mengucapkan nama institusi ini. Hal ini terjadi saat kegiatan diseminasi di berbagai daerah. Pembawa acara setempat sering kali menyebut Geospasial dengan kata “Geopasial”, “Geospesial” bahkan “Geofacial”. Untuk itu dilakukan berbagai upaya untuk mengenalkan istilah maupun pengertian geospasial secara sistematis dan berkesinambungan oleh BIG kepada masyarakat luas. Pengertian tentang geospasial terdapat pada UU Nomor 4 Tahun 2011, yang kemudian diperkuat melalui keberadaan Informasi Geospasial (IG) sebagai bagian dari UU Cipta Kerja. Sedangkan pada Peraturan Pemerintah no 45 Tahun 2021, Pasal 1 angka 1, didefinisikan : geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek maupun kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Dapat kita ambil contoh sederhana, apabila ada seseorang mencari sebuah alamat dengan patokan disamping Gedung A, 200 meter dari lampu lalu lintas atau gedungnya memiliki atap yang unik, itu bisa diartikan sebagai informasi geospasial pula. Maka terdapat 3 unsur penting dari pengertian berdasar peraturan pemerintah tersebut : 1. Ruang, 2. Letaknya di permukaan bumi, dan 3. Posisinya dalam sistem koordinat
Untuk menjalankan peran negara terkait informasi geospasial bagi masyarakat luas, dibentuklah BIG (Badan Informasi Geospasial) yang memiliki otoritas terkait hal tersebut. BIG merupakan lembaga negara non kementerian yang berwenang menyelenggarakan informasi geospasial dasar. Informasi geospasial dasar ini merupakan acuan dari Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang akan mengisinya. Secara umum IG terbagi menjadi Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT). IGD mencakup acuan posisi dan peta dasar, adapun IGT mencakup berbagai ragam tema, seperti kehutanan, pertanian, perikanan, dan pertambangan. IGD menjadi acuan pembuatan berbagai IGT. Oleh karena itu, salah satu ciri penting IGD adalah unsurunsurnya tidak berubah dalam waktu yang lama sesuai dengan karakteristik dari unsur-unsur. Kewenangan ini sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011. Sebelumnya, Badan Informasi Geospasial (BIG) bernama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Perubahan nama yang telah disahkan pada tanggal 27 Desember 2011 melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 94 Tahun 2011 ini juga menguatkan kebijakan nasional di bidang informasi geospasial.
BIG Produktif walau di Bawah Radar Media
Meski jarang mendapat liputan pemberitaan di media massa maupun disebut oleh pemilik akun di media sosial, BIG tetap produktif membuktikan kinerjanya. Peran BIG acap kali tak tertangkap radar pengelola media, namun produktivitasnya dirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia. Ini juga yang terjadi pada lembaga negara lainnya, sebagaimana yang dicontohkan di atas. Jika data prakiraan cuaca yang disiarkan oleh BMKG dapat memberi pedoman pada masyarakat terkait kondisi cuaca, sedangkan data BNPB digunakan pada pengelolaan mitigasi bencana, dan BASARNAS bergerak tanggap dan cepat membantu korban bencana alam, maka berbeda halnya dengan BIG. BIG merupakan institusi negara, yang memiliki otoritas sebagai penghasil peta dasar. Ini dalam fungsinya akan dikolaborasikan dengan berbagai data kementerian maupun lembaga yang ada di Indonesia. Bentuk kolaborasi ini dapat dicontohkan, pada peringatan dini pasca terjadinya gempa di berbagai wilayah pesisir Indonesia, terhadap potensi terjadinya tsunami, BMKG mengakses data terkait pasang surut yang dimiliki BIG untuk dianalisis. Hasil analisis ini digunakan sebagai dasar disusunnya informasi ada tidaknya potensi tsunami, di wilayah yang dilanda gempa. Waktu antara kejadian gempa dengan pernyataan potensi tsunami sangat singkat. Ini selain implikasi dari kolabrasi yang telah terjalin rapi antara BIG dan BMKG, juga pengembangan perangkat analisis dan informasi yang senantiasa diperbaharui. Pada kesempatan yang lain, BMKG mengolaborasikan datanya dengan peta dasar BIG, untuk menghasilkan peta rawan bencana tsunami. Peta ini dapat dijadikan acuan untuk membuat jalur evakuasi saat bencana, oleh BNPB maupun BASARNAS.
Selain itu peta dasar BIG juga digunakan oleh BNPB untuk secara umum memetakan wilayah-wilayah di Indonesia yang rawan bencana. Ini juga yang dilakukan BASARNAS. Basarnas berkolaborasi dengan tim pemetaan BIG untuk memetakan daerah yang terkena bencana alam. Melalui peta itu, pemerintah setempat dapat mengalkulasikan berapa dana yang bakal dikucurkan kepada korban terdampak bencana alam.
Tidak berada di bawah radar media, bukanlah ukuran tinggi rendahnya kinerja BIG. BIG punya tugas pokok dan fungsinya sendiri dalam pemanfaatan informasi geospasial yang dihasilkannya. Tanpa disadari pula, berbagai pembangunan yang dijalankan oleh kementerian, lembaga maupun pemerintah daerah mengacu kepada peta dasar BIG agar pembangunan yang dilakukan dapat tepat sasaran. Jika institusi-institusi itu punya peta dasar yang andal, perencanaan tata wilayahnya juga akan baik. Perencanaan wilayah yang baik akan berdampak kepada kehidupan masyarakat yang lebih baik. BIG berperan penting pada banyak kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, walaupun tak selalu diliput media. Tanpa peta dasar yang andal, pembangunan infrastruktur maupun SDM yang digaungkan pemerintah bakal jadi hal yang sia-sia. Ini karena tak tepat sasaran dan menyia-nyiakan anggaran.
(zik)