Minyak Goreng: Masalah dan Solusi

Rabu, 06 April 2022 - 16:28 WIB
loading...
Minyak Goreng: Masalah...
Megawati Simanjuntak dan Anna Maria Tri Anggraini (Foto: Ist)
A A A
Megawati Simanjuntak
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional dan Pengajar di Departemen Ilmu Keluarga Konsumen, FEMA, IPB

Anna Maria Tri Anggraini
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional dan Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti

MINYAK goreng yang dikonsumsi di Indonesia dihasilkan dari minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang berdasarkan data 9 Maret 2022, harga CPO berada di kisaran USD 2.010 per ton pada bursa komoditas Rotterdam. Tingginya harga CPO disebabkan pasokan CPO turun, sementara permintaan meningkat. Tingginya harga CPO dunia berdampak terhadap kehidupan konsumen. Apalagi minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan bahan pokok penting (Bapokting) dan komoditas strategis industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan ketersediaannya memiliki peran penting bagi aspek sosial dan ekonomi.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, total kapasitas minyak goreng nasional yang diolah dari CPO adalah 43,36 juta kilo liter dengan produksi minyak goreng 22,4 juta kilo liter. Tidak semua CPO tersebut dikonversi menjadi minyak goreng karena sebagian diolah menjadi biodiesel atau diekspor dalam bentuk CPO. Kinerja ekspor sebesar 11,82 juta ton atau setara 13,13 juta kilo liter. Dengan konsumsi per kapita 11 hingga 12 liter per kapita per tahun maka kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,8 juta kilo liter (25,8% dari produksi dalam negeri). Dengan demikian, proporsi untuk konsumsi nasional sebenarnya masih sangat mencukupi.

Apa yang Sudah Dilakukan Pemerintah?
Untuk mengendalikan kenaikan harga minyak goreng di tingkat konsumen, pemerintah menyusun berbagai instrumen kebijakan. Kebijakan tersebut antara lain adalah subsidi minyak goreng, domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) yang mewajibkan eksportir CPO hanya menjual 20% dari volume ekspornya (720.612 ton dari 3.507.241 ton), serta penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 11.500/liter untuk minyak goreng curah dan Rp 14.000/liter untuk minyak goreng kemasan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022. Namun dampaknya, berdasarkan pemantauan Ombudsman pada 16 Maret 2022, stok minyak goreng mengalami penurunan, terutama minyak goreng kemasan sederhana dan premium di 274 pasar di seluruh wilayah di Indonesia.

Berdasarkan Pasal 3 ayat 2 huruf i, j, k, l Perpres Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penentuan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Pemerintah wajib hadir dalam menentukan HET guna mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga kebutuhan pokok, khususnya minyak goreng.

Berdasarkan Pasal 4 Perpres Nomor 71 Tahun 2015, menteri dan pemerintah pusat menetapkan harga acuan dan harga pembelian agar bisa didistribusikan ke masyarakat. Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Perpres Nomor 71 Tahun 2015, pemerintah pusat wajib menjamin pasokan dan stabilitas harga barang kebutuhan pokok dan barang penting termaksud minyak goreng agar tidak menganggu kegiatan perdagangan nasional. Pada ayat 2 disebutkan yang menganggu perdagangan nasional merupakan kondisi pasokan dan kondisi harga yang berada di atas harga acuan atau di bawah harga acuan.

Beberapa regulasi untuk mengatur harga dan distribusi minyak goreng telah dikeluarkan mulai dari Permendag 01 Tahun 2022 (11 Januari 2022), Permendag 03 Tahun 2022 (19 Januari 2022), Permendag 06 Tahun 2022 (26 Januari 2022), Permendag 02 Tahun 2022 (18 Januari 2022), Permendag Nomor 11 Tahun 2022 (16 Maret 2022), Surat Edaran Nomor 09 Tahun 2022 tentang Relaksasi Penerapan Minyak Goreng Sawit Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium (16 Maret 2022), dan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2022.

Survei Konsumen dan Pedagang
Berbagai keluhan dari konsumen muncul pascadicabutnya Permendag 6 Tahun 2022 tentang HET Minyak Goreng pada 16 Maret 2022 dengan terbitnya Permendag Nomor 11 Tahun 2022. Ketersediaan minyak goreng sudah kembali normal di ritel modern, namun harganya cenderung tinggi di mana harga kemasan dua liter dijual Rp48.300 sampai Rp49.600 sehingga memberatkan konsumen.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sebagai lembaga yang concern terhadap perlindungan konsumen melakukan survei kepada masyarakat konsumen minyak goreng dan pedagang. Hasil survei ini menyimpulkan bahwa konsumen membeli minyak goreng secara kemasan di supermarket/minimarket (86%) dengan rata-rata sebanyak 3-4 kg/bulan (48%) dengan harga mencapai Rp.48.000/2 liter, dan harga tersebut dianggap terlalu tinggi untuk harga eceran pada saat ini. Kesanggupan konsumen untuk harga minyak goreng pada saat ini adalah sekitar Rp14.00-15.000/kg, atau sesuai harga HET minyak goreng dalam kemasan yang ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1614 seconds (0.1#10.140)