Pelapor Kasus Korupsi Malah Jadi Tersangka

Jum'at, 04 Maret 2022 - 15:01 WIB
loading...
Pelapor Kasus Korupsi Malah Jadi Tersangka
Kasus Nurhayati sebagai pelapor dugaan korupsi namun justru jadi tersangka harus menjadi bahan evaluasi pihak kepolisian agar lebih berhati-hati dalam menetapkan status hukum seseorang. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
NAMA Nurhayati mendadak ramai dibucarakan berbagai kalangan terutama para stakeholder terkait kasus penegakan hukum. Nurhayati yang seharusnya mendapat penghargaan karena melaporkan dugaan kasus korupsi justru dijadikan tersangka oleh kepolisian. Langkah oknum polisi yang semena-mena ini tentu sangat merugikan masyrakat sekaligus juga mencoreng citra para aparat penegak hukum. Fenomena ini harus dijadikan peringatan dan pelajaran berharga demi tegaknya penegakan hukum yang berkeadilan.

Idiom yang menyebut bahwa penegakan hukum kita masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas tampaknya ada benarnya. Kasus Nurhayati menjadi contoh nyata bahwa aparat penegak hukum masih sering semena-mena dalam menjalankan tugas. Polres Cirebon tiba-tiba menetapkan tersangka kasus korupsi kepada Nurhayati. Padahal Nurhayati yang merupakan Bendahara Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat ini merupakan pelapor kasus dugaan pelanggaran hukum. Dia melaporkan kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Citemu Tahun Anggaran 2018-2020. Dalam laporan tersebut, Kepala Desa Citemu Supriyadi telah ditetapkan tersangka oleh kepolisian atas rekomendasi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Namun, tidak lama kemudian polisi juga menetapkan Nurhayati sebagai tersangka. Kasus ini kemudian viral dan menjadi pembicaraan masyarakat. Menko Polhukam Mahfud MD bahkan langsung turun tangan untuk menyelidiki kasus ini. Mahfud MD memastikan bahwa kasus ini tidak dilanjutkan lagi setelah berkoordinasi dengan polisi dan kejaksaan setempat.

Polisi juga langsung menghentikan kasus Nurhayati. Mereka beralasan bahwa penetapan Nurhayati sebagai tersangka merupakan bentuk ketidaksengajaan. Penjelasan polisi ini akhirnya memicu polemik terutama soal alasan yang tidak sengaja menetapkan Nurhayati sebagai tersangka. Komisi III DPR menyayangkan kinerja polisi yang cenderung mengabaikan prinsip penegakan hukum berkeadilan. Sungguh mengherankan ketika orang yang seharusnya dilindungi malah dijadikan tersangka kasus korupsi.

Apa yang sempat dialami Nurhayati tentu menyesakkan dada kita semua. Betapa ini merupakan keteledoran yang besar oleh para oknum polisi yang dinilai tidak berhati-hati dalam menentukan status hukum seseorang. Kecakapan mereka dalam melakukan penegakan hukum terhadap kasus korupsi dipertanyakan. Setidaknya langkah ceroboh para oknum polisi ini membuat implikasi yang serius terhadap penegakan kasus korupsi. Pertama, masyarakat akan enggan dan takut untuk melaporkan kasus-kasus dugaan korupsi yang terjadi karena mereka khawatir langkah melaporkan kasus tersebut bisa menjadi bumerang. Mereka takut dijadikan tersangka atau diteror.

Kedua, Langkah oknum polisi dalam kasus Nurhayati tersebut mencoreng lembaga penegak hukum karena dinilai tidak profesional dalam menangani kasus korupsi. Selanjutnya, kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum akan tergerus. Tentu kita tidak bisa membayangkan apa yang terjadi kalau penegak hukum sudah tidak dipercaya lagi kinerjanya oleh masyarakat.

Ketiga, sudah menjadi rahasia umum bahwa korupsi di Indonesia masih tergolong parah. Bahkan, boleh dikatakan sudah menjadi budaya karena terjadi hampir di semua level pemerintahan mulai dari tingkat kelurahan hingga lembaga tinggi negara. Dengan temuan ketidakprofesional oknum polisi di atas membuat penegakan hukum atas kasus korupsi semakin jauh. Cita-cita mewujudkan negara yang adil makmur tanpa korupsi akhirnya hanya menjadi mimpi belaka.

Karena itu, temuan ketidakprofesionalan oknum polisi di atas harus menjadi pelajaran penting bagi semua stakeholder terutama penegak hukum di Tanah Air. Kasus seperti itu tidak boleh lagi terjadi di masa mendatang baik oleh lembaga kepolisian, kejaksaan, atau pun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena bagaimana pun alasan tidak sengaja dalam menetapkan tersangka bagi seseorang sangat konyol dan perlu dipertanyakan lebih jauh terutama penguasaan oknum polisi tersebut dalam memahami peraturan perundangan yang dijadikan dasar dalam melakukan penegakan hukum.

Polisi memang akhirnya telah membebaskan Nurhayati dari jeratan hukum. Namun, hal tersebut terjadi karena kasusnya viral di masyarakat. Tentu jika kasusnya tidak viral, Nurhayati saat ini pasti sedang meratapi nasibnya berada di jeruji besi penjara. Karena itu, untuk memberikan efek jera, kejadian ini harus diusut tuntas mulai dari motif dan latar belakang terjadinya kasus tersebut.

Meski terjadi hanya di lingkup desa, namun kasus ini harus tetap mendapat perhatian serius. Siapa pun yang bersalah dan terlibat harus diberikan sanksi tegas. Tujuannya agar ini jadi pelajaran bagi penegak hukum lain untuk lebih berhati-hati dalam bekerja. Tanpa hukuman yang setimpal, kasus-kasus tersebut akan cenderung terulang di masa mendatang. Jangan sampai aparat hukum justru bertindak dzalim terhadap rakyat.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1215 seconds (0.1#10.140)