Korona dan Jalan Panjang Perjuangan
loading...
A
A
A
TEPAT hari ini, Rabu (2/3), virus korona penyebab Covid-19 memasuki masa dua tahun sejak dinyatakan resmi menjangkiti masyarakat Indonesia pada 2 Maret 2020 silam. Dari awalnya hanya terdeteksi menjangkiti dua orang pada hari tersebut, virus korona hingga kini tak henti terus memapar. Merujuk data dari Satuan Tugas Covid-19, tercatat sudah ada 5,56 juta warga Indonesia yang terpapar. Dari jumlah itu, 148.000 di antaranya meninggal dunia.
Kita sepakat bahwa angka-angka itu bukanlah jumlah yang sedikit. Dan, dua tahun terakhir ini adalah periode yang begitu sangat berharga bagi perjalanan bangsa Indonesia. Terlebih pada pertengahan 2021, virus korona yang memapar hebat ratusan ribu warga Indonesia membuat banyak orang telah kehilangan nyawa dalam tempo singkat. Mereka yang menjadi korban sangat mungkin bagian dari keluarga, sahabat dan kawan terdekat kita.
Hingga 2022 ini, kendati berbagai jalan diikhtiarkan, faktanya virus ini belumlah benar-benar berhenti menghantui warga dunia. Bahkan terkadang yang membuat kita semakin was-was, virus ini tak henti terus berkembang, terpecah menjadi beragam varian dengan bermacam-macam sebutan identitas.
Di tengah situasi yang masih dihadapkan ketidakpastian tersebut, sudah seharusnya kita yang masih diberikan umur panjang untuk menggunakan kesempatan ini sebagai sarana bersyukur sekaligus bertafakur dalam rangka merumuskan solusi yang terbaik. Target finalnya adalah bagaimana ke depan bisa terbangun manusia-manusia yang lebih tahan terhadap gangguan virus ini. Syukur-syukur jika dalam waktu dekat bisa ditemukan obat Covid yang sangat manjur. Tentu hal itu menjadi kelegaan tersendiri, termasuk bagi seluruh penduduk di negeri ini.
Berpijak dari realitas tersebut, sejatinya meski Covid-19 telah berusia lebih dari dua tahun, namun belum ada pihak manapun di belahan bumi ini yang berani mengklaim telah lolos sepenuhnya dari ujian virus ini. Dari sini jelas, masa dua tahun memang panjang dan terasa sangatlah melelahkan. Dua tahun juga menjadi masa-masa yang memilukan dan penuh keprihatinan. Namun, dua tahun ini ternyata belumlah cukup untuk menyingkirkan virus mematikan ini.
Tak berlebihan kiranya tepat di usia dua tahun ini, kita tidak lantas pasrah. Boleh lelah, tapi tidak lantas membuat kita menyerah. Justru setumpuk kelelahan kolektif yang dirasakan seluruh penduduk dunia ini menjadi modal untuk membuat tata kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Bagi pemerintah Indonesia, momentum dua tahun ini menjadi titik strategis untuk makin menguatkan skema penanganan pandemi. Kekalutan bangsa ini kala dihantam gelombang varian Delta pada medio 2021 terbukti melahirkan hikmah tersendiri. Indonesia akhirnya memiliki model atau mekanisme penanganan Covid yang berbeda dengan negara lain. Kekhasan itu antara lain terlihat pada klasifikasi dengan model pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), aturan perjalanan luar negeri dan massifnya vaksinasi.
Kita juga cukup lega kala banyak negara besar kalang kabut dihantam varian Omicron, namun Indonesia relatif lebih tahan. Bahkan hari-hari ini, tren kasus Covid terus melandai dengan angka kematian yang tidak tinggi. Meski banyak menuai pujian, bukan berarti solusi yang dibuat bangsa ini sudahlah final.
Penanganan Covid-19 yang telah menjadi pandemi dan tidak diketahui ujungnya ini jelas membutuhkan rumusan-rumusan tidak formalistik sekaligus berkelanjutan. Sebab pandemi ini telah menyeruak hebat ke berbagai penjuru negeri dan menimbulkan berbagai dampak yang sangat kompleks.
Berpijak pada realitas tersebut, kolaborasi dan sinergi menjadi hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Sinergi ini membutuhkan kesepahaman bersama untuk membentuk kesadaran baru dan perubahan yang lebih nyata. Dalam konteks lebih sederhana, di tengah masyarakat yang kian multipleks, perjuangan melawan pandemi menuntut representasi sosial yang menghadirkan penekanan kognisi, diskusi hingga negosiasi. Dari sinilah akan memunculkan kesepahaman bersama di tengah kesadaran bahwa virus Covid-19 ini masih ada di sekitar kita.
Kita sepakat bahwa angka-angka itu bukanlah jumlah yang sedikit. Dan, dua tahun terakhir ini adalah periode yang begitu sangat berharga bagi perjalanan bangsa Indonesia. Terlebih pada pertengahan 2021, virus korona yang memapar hebat ratusan ribu warga Indonesia membuat banyak orang telah kehilangan nyawa dalam tempo singkat. Mereka yang menjadi korban sangat mungkin bagian dari keluarga, sahabat dan kawan terdekat kita.
Hingga 2022 ini, kendati berbagai jalan diikhtiarkan, faktanya virus ini belumlah benar-benar berhenti menghantui warga dunia. Bahkan terkadang yang membuat kita semakin was-was, virus ini tak henti terus berkembang, terpecah menjadi beragam varian dengan bermacam-macam sebutan identitas.
Di tengah situasi yang masih dihadapkan ketidakpastian tersebut, sudah seharusnya kita yang masih diberikan umur panjang untuk menggunakan kesempatan ini sebagai sarana bersyukur sekaligus bertafakur dalam rangka merumuskan solusi yang terbaik. Target finalnya adalah bagaimana ke depan bisa terbangun manusia-manusia yang lebih tahan terhadap gangguan virus ini. Syukur-syukur jika dalam waktu dekat bisa ditemukan obat Covid yang sangat manjur. Tentu hal itu menjadi kelegaan tersendiri, termasuk bagi seluruh penduduk di negeri ini.
Berpijak dari realitas tersebut, sejatinya meski Covid-19 telah berusia lebih dari dua tahun, namun belum ada pihak manapun di belahan bumi ini yang berani mengklaim telah lolos sepenuhnya dari ujian virus ini. Dari sini jelas, masa dua tahun memang panjang dan terasa sangatlah melelahkan. Dua tahun juga menjadi masa-masa yang memilukan dan penuh keprihatinan. Namun, dua tahun ini ternyata belumlah cukup untuk menyingkirkan virus mematikan ini.
Tak berlebihan kiranya tepat di usia dua tahun ini, kita tidak lantas pasrah. Boleh lelah, tapi tidak lantas membuat kita menyerah. Justru setumpuk kelelahan kolektif yang dirasakan seluruh penduduk dunia ini menjadi modal untuk membuat tata kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Bagi pemerintah Indonesia, momentum dua tahun ini menjadi titik strategis untuk makin menguatkan skema penanganan pandemi. Kekalutan bangsa ini kala dihantam gelombang varian Delta pada medio 2021 terbukti melahirkan hikmah tersendiri. Indonesia akhirnya memiliki model atau mekanisme penanganan Covid yang berbeda dengan negara lain. Kekhasan itu antara lain terlihat pada klasifikasi dengan model pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), aturan perjalanan luar negeri dan massifnya vaksinasi.
Kita juga cukup lega kala banyak negara besar kalang kabut dihantam varian Omicron, namun Indonesia relatif lebih tahan. Bahkan hari-hari ini, tren kasus Covid terus melandai dengan angka kematian yang tidak tinggi. Meski banyak menuai pujian, bukan berarti solusi yang dibuat bangsa ini sudahlah final.
Penanganan Covid-19 yang telah menjadi pandemi dan tidak diketahui ujungnya ini jelas membutuhkan rumusan-rumusan tidak formalistik sekaligus berkelanjutan. Sebab pandemi ini telah menyeruak hebat ke berbagai penjuru negeri dan menimbulkan berbagai dampak yang sangat kompleks.
Berpijak pada realitas tersebut, kolaborasi dan sinergi menjadi hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Sinergi ini membutuhkan kesepahaman bersama untuk membentuk kesadaran baru dan perubahan yang lebih nyata. Dalam konteks lebih sederhana, di tengah masyarakat yang kian multipleks, perjuangan melawan pandemi menuntut representasi sosial yang menghadirkan penekanan kognisi, diskusi hingga negosiasi. Dari sinilah akan memunculkan kesepahaman bersama di tengah kesadaran bahwa virus Covid-19 ini masih ada di sekitar kita.
(bmm)