Sosialisasi RAN PASTI, BKKBN Minta Jateng Tak Ada Zona Merah Stunting di 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) menggelar Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) di Semarang. Kegiatan tersebut untuk memastikan komitmen bersama dalam percepatan penurunan angka stunting di Jawa Tengah.
“Sosialisasi ini penting mengingat BKKBN sedang memfinalisasi RAN PASTI dengan pendekatan keluarga berisiko stunting. Peran Tim Pendamping Keluarga di daerah-daerah begitu penting karena menjadi garda terdepan. RAN PASTI menjadi acuan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting bagi kementerian dan lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa, serta pemangku kepentingan lainnya,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Selasa (1/3/2022).
Menurut Hasto, Jawa Tengah akan menjadi kawasan penentu dan berkontribusi besar di 2024 jika angka stunting bisa mengalami penurunan. Jika di 2022 ini, Jawa Tengah termasuk salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi maka dengan komitmen semua kepala daerah dipastikan angka stunting bisa ditekan dengan optimal.
Komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan angka stunting nasional di angka 14% di 2024, bukanlah harapan kosong belaka. Komitmen semua pemangku kepentingan untuk percepatan penurunan angka stunting yang diamanahkan kepada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), perlu mendapat dukungan maksimal dari semua pemerintah daerah termasuk dari Jawa Tengah.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Jawa Tengah masih mempunyai 19 kabupaten dan kota dengan kategori kuning dengan prevalensi 20-30%. Di antaranya Kendal, Kota Semarang, Blora, Banyumas, Batang, Kabupaten Magelang, Banjarnegara, Kota Tegal dan Pemalang.
Sedangkan untuk kategori hijau tercatat 15 kabupaten/kota dengan prevalensi di kisaran 10-20%. Daerah-daerah ini di antaranya, Sukoharjo, Kabupaten Pekalongan, Sragen, Rembang, Cilacap, Kudus, Purbalingga dan Kabupaten Semarang. Sementara Grobogan menjadi satu-satunya kabupaten di Jawa Tengah yang berstatus biru, yakni memiliki prevalensi di bawah 10%. Tepatnya di angka 9,6%.
”Jika dirangking berdasar prevalensi terbesar, lima kabupaten terbesar angka stuntingnya yakni, Wonosobo, Kabupaten Tegal, Brebes, Demak dan Jepara. Sementara lima kabupaten yang memiliki prevalensi stunting terendah dimulai dari Grobogan, Kota Magelang, Wonogiri, Kota Salatiga dan Purworejo,” ucapnya.
Agar sesuai dengan target nasional penurunan angka stunting 14%, maka laju penurunan stunting per tahun haruslah di kisaran 3,4%. Dengan melihat kondisi aktual yang terjadi saat ini, Pemprov Jawa Tengah ditagih komitmennya di 2024 agar tidak ada kabupaten dan kota di wilayah Jawa Tengah yang berstatus merah. Status merah diberikan untuk daerah yang memiliki prevalensi di atas angka 30%.
Hasto menggarisbawahi, BKKBN yang ditugaskan Presiden Jokowi sebagai pengendali pencegahan stunting selalu mendukung dan memperhatikan upaya konvergensi dengan mengedepankan kebaharuan, khususnya di tingkat desa dan keluarga. Pemanfaatan data mikro keluarga dengan by name by address dan by problem tentunya.
BKKBN dengan 200.000 Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari unsur bidan, PKK dan kader KB atau kader pembangunan lainnya telah ada di Desa. Dengan demikian jumlah ini setara dengan 600.000 orang. Mereka akan dilatih dan mendampingi calon pengantin/calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu dalam masa interval kehamilan, serta anak usia 0 - 59 bulan.
Sosialisasi RAN PASTI di Semarang ini juga menjadi titik tumpuh awal bagi penjelasan mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa. Dalam kegiatan ini juga dibahas mengenai pemantuan, pelaporan serta evaluasi. Bahkan yang tidak kalah pentingnya lagi, skenario pendanaan stunting di daerah. Indikator penurunan stunting akan menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam menyejahterakan warganya dan memacu kemajuan pembangunan daerah.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi yang hadir di acara ini, terlecut sekaligus menantang dirinya beserta jajarannya untuk terus berkomitmen memerangi stunting di wilayahnya. Secara intens, dirinya tidak segan-segan bersama Ketua PKK Kota Semarang melakukan pemeriksaan door to door ke lapangan untuk memastikan keluarga yang potensial stunting di daerah ditangani dengan benar dan maksimal.
“Begitu ada laporan kasus stunting, misalnya di daerah Mangunharjo, Tembalang saya bersama Ketua Forum Kota Sehat Semarang langsung turba atau turun ke bawah. Perangkat daerah hingga tokoh masyarakat saya libatkan untuk menjadikan persoalan stunting adalah persoalan dan kepedulian kita bersama,” ungkapnya.
Dalam Sosialisasi RAN PASTI yang digelar di Semarang ini menghadirkan Kepala BKKBN selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat serta para wakil ketua dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Kemendagri, serta Kemenkes.
“Sosialisasi ini penting mengingat BKKBN sedang memfinalisasi RAN PASTI dengan pendekatan keluarga berisiko stunting. Peran Tim Pendamping Keluarga di daerah-daerah begitu penting karena menjadi garda terdepan. RAN PASTI menjadi acuan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting bagi kementerian dan lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa, serta pemangku kepentingan lainnya,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Selasa (1/3/2022).
Menurut Hasto, Jawa Tengah akan menjadi kawasan penentu dan berkontribusi besar di 2024 jika angka stunting bisa mengalami penurunan. Jika di 2022 ini, Jawa Tengah termasuk salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi maka dengan komitmen semua kepala daerah dipastikan angka stunting bisa ditekan dengan optimal.
Komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan angka stunting nasional di angka 14% di 2024, bukanlah harapan kosong belaka. Komitmen semua pemangku kepentingan untuk percepatan penurunan angka stunting yang diamanahkan kepada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), perlu mendapat dukungan maksimal dari semua pemerintah daerah termasuk dari Jawa Tengah.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Jawa Tengah masih mempunyai 19 kabupaten dan kota dengan kategori kuning dengan prevalensi 20-30%. Di antaranya Kendal, Kota Semarang, Blora, Banyumas, Batang, Kabupaten Magelang, Banjarnegara, Kota Tegal dan Pemalang.
Sedangkan untuk kategori hijau tercatat 15 kabupaten/kota dengan prevalensi di kisaran 10-20%. Daerah-daerah ini di antaranya, Sukoharjo, Kabupaten Pekalongan, Sragen, Rembang, Cilacap, Kudus, Purbalingga dan Kabupaten Semarang. Sementara Grobogan menjadi satu-satunya kabupaten di Jawa Tengah yang berstatus biru, yakni memiliki prevalensi di bawah 10%. Tepatnya di angka 9,6%.
”Jika dirangking berdasar prevalensi terbesar, lima kabupaten terbesar angka stuntingnya yakni, Wonosobo, Kabupaten Tegal, Brebes, Demak dan Jepara. Sementara lima kabupaten yang memiliki prevalensi stunting terendah dimulai dari Grobogan, Kota Magelang, Wonogiri, Kota Salatiga dan Purworejo,” ucapnya.
Agar sesuai dengan target nasional penurunan angka stunting 14%, maka laju penurunan stunting per tahun haruslah di kisaran 3,4%. Dengan melihat kondisi aktual yang terjadi saat ini, Pemprov Jawa Tengah ditagih komitmennya di 2024 agar tidak ada kabupaten dan kota di wilayah Jawa Tengah yang berstatus merah. Status merah diberikan untuk daerah yang memiliki prevalensi di atas angka 30%.
Hasto menggarisbawahi, BKKBN yang ditugaskan Presiden Jokowi sebagai pengendali pencegahan stunting selalu mendukung dan memperhatikan upaya konvergensi dengan mengedepankan kebaharuan, khususnya di tingkat desa dan keluarga. Pemanfaatan data mikro keluarga dengan by name by address dan by problem tentunya.
BKKBN dengan 200.000 Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari unsur bidan, PKK dan kader KB atau kader pembangunan lainnya telah ada di Desa. Dengan demikian jumlah ini setara dengan 600.000 orang. Mereka akan dilatih dan mendampingi calon pengantin/calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu dalam masa interval kehamilan, serta anak usia 0 - 59 bulan.
Sosialisasi RAN PASTI di Semarang ini juga menjadi titik tumpuh awal bagi penjelasan mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa. Dalam kegiatan ini juga dibahas mengenai pemantuan, pelaporan serta evaluasi. Bahkan yang tidak kalah pentingnya lagi, skenario pendanaan stunting di daerah. Indikator penurunan stunting akan menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam menyejahterakan warganya dan memacu kemajuan pembangunan daerah.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi yang hadir di acara ini, terlecut sekaligus menantang dirinya beserta jajarannya untuk terus berkomitmen memerangi stunting di wilayahnya. Secara intens, dirinya tidak segan-segan bersama Ketua PKK Kota Semarang melakukan pemeriksaan door to door ke lapangan untuk memastikan keluarga yang potensial stunting di daerah ditangani dengan benar dan maksimal.
“Begitu ada laporan kasus stunting, misalnya di daerah Mangunharjo, Tembalang saya bersama Ketua Forum Kota Sehat Semarang langsung turba atau turun ke bawah. Perangkat daerah hingga tokoh masyarakat saya libatkan untuk menjadikan persoalan stunting adalah persoalan dan kepedulian kita bersama,” ungkapnya.
Dalam Sosialisasi RAN PASTI yang digelar di Semarang ini menghadirkan Kepala BKKBN selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat serta para wakil ketua dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Kemendagri, serta Kemenkes.
(cip)