Tom Lembong Ditahan Kejagung, Pakar Ingatkan Omongan Jokowi Minta Kebijakan Jangan Dikriminalisasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) gegabah menetapkan Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong ( Tom Lembong ) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016. Dia pun mengingatkan omongan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang pernah meminta kebijakan jangan dikriminalisasi.
“Kejaksaan sudah gegabah dan bermain politik, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka karena kebijakannya ini tidak tepat dan tidak berdasar,” kata Abdul Fickar Hadjar kepada SINDOnews, Sabtu (2/11/2024).
Dia menilai langkah penetapan tersangka terhadap Tom Lembong itu berbahaya karena akan mengakibatkan orang tidak berani menjadi pejabat publik untuk mengurus negara. “Kebijakan itu tidak bisa dipidanakan karena dibuat oleh seorang pejabat publik yang memiliki wewenang untuk itu, kecuali kalau bisa dibuktikan pejabat publik itu mendapatkan sesuatu materi yang bernilai ekonomis, ini namanya penyalahgunaan jabatan, gratifikasi dan sebagainya,” ungkapnya.
Namun, dia menjelaskan bahwa sebagai kebijakan publik yang bisa berlaku pada siapa saja termasuk memberikan izin impor tidak bisa dipidanakan. Dia menambahkan, soal koordinasi atau tidak dengan pejabat publik lain itu bukan urusan Kejaksaan Agung dan bukan urusan hukum pidana.
“Ini jelas-jelas kriminalisasi, jangan-jangan karena Tom pernah menjadi tim sukses dari salah satu calon dalam kontestasi pemilihan presiden. Jika ingin dipersoalkan, mengapa baru sekarang? Mengapa tidak 8 tahun yang lalu?” ungkapnya.
“Sementara terhadap Menteri Perdagangan sebelumnya dengan kebijakan yang sama tidak dikualifisir sebagai kejahatan. Ini betul-betul diskriminasi dan kriminalisasi. Kalau Tom bisa disebut korupsi karena merugikan negara ketika membolehkan perusahaan swasta yang impor gula dan bukan BUMN harus dilihat lagi kerugiannya apa? Itu tafsir kejaksaan belum ada buktinya,” jelasnya.
Dia pun mempertanyakan kenapa Presiden Jokowi sebagai atasan Mendag ketika itu diam. Dia juga mempertanyakan kenapa Menteri BUMN ketika itu juga tidak bereaksi.
“Artinya presiden dan menteri BUMN juga tidak mempersoalkan kebijakan itu, bahkan Presiden Jokowi pada waktu berkuasa menyatakan kebijakan tidak boleh dikriminalisasi,” imbuhnya.
“Kejaksaan sudah gegabah dan bermain politik, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka karena kebijakannya ini tidak tepat dan tidak berdasar,” kata Abdul Fickar Hadjar kepada SINDOnews, Sabtu (2/11/2024).
Dia menilai langkah penetapan tersangka terhadap Tom Lembong itu berbahaya karena akan mengakibatkan orang tidak berani menjadi pejabat publik untuk mengurus negara. “Kebijakan itu tidak bisa dipidanakan karena dibuat oleh seorang pejabat publik yang memiliki wewenang untuk itu, kecuali kalau bisa dibuktikan pejabat publik itu mendapatkan sesuatu materi yang bernilai ekonomis, ini namanya penyalahgunaan jabatan, gratifikasi dan sebagainya,” ungkapnya.
Namun, dia menjelaskan bahwa sebagai kebijakan publik yang bisa berlaku pada siapa saja termasuk memberikan izin impor tidak bisa dipidanakan. Dia menambahkan, soal koordinasi atau tidak dengan pejabat publik lain itu bukan urusan Kejaksaan Agung dan bukan urusan hukum pidana.
“Ini jelas-jelas kriminalisasi, jangan-jangan karena Tom pernah menjadi tim sukses dari salah satu calon dalam kontestasi pemilihan presiden. Jika ingin dipersoalkan, mengapa baru sekarang? Mengapa tidak 8 tahun yang lalu?” ungkapnya.
“Sementara terhadap Menteri Perdagangan sebelumnya dengan kebijakan yang sama tidak dikualifisir sebagai kejahatan. Ini betul-betul diskriminasi dan kriminalisasi. Kalau Tom bisa disebut korupsi karena merugikan negara ketika membolehkan perusahaan swasta yang impor gula dan bukan BUMN harus dilihat lagi kerugiannya apa? Itu tafsir kejaksaan belum ada buktinya,” jelasnya.
Dia pun mempertanyakan kenapa Presiden Jokowi sebagai atasan Mendag ketika itu diam. Dia juga mempertanyakan kenapa Menteri BUMN ketika itu juga tidak bereaksi.
“Artinya presiden dan menteri BUMN juga tidak mempersoalkan kebijakan itu, bahkan Presiden Jokowi pada waktu berkuasa menyatakan kebijakan tidak boleh dikriminalisasi,” imbuhnya.