PPKM dan Omicron
loading...
A
A
A
Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
KITA ketahui bahwa angka Covid-19 terus meningkat di negara kita. Pada 8 Februari 2022 ada penambahan 37.492 kasus baru, padahal sebulan sebelumnya yaitu pada 8 Januari 2022 kasus barunya adalah 479 orang, jadi sudah naik hampir 75 kali lipat. Sebagian besar kasus nampaknya berhubungan dengan varian Omicron. Kasus nampaknya masih akan meningkat di hari-hari mendatang, hanya tentu kita belum tahu pasti akan seberapa besar peningkatannya. Prediksi Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dari University of Washington menyebutkan pertambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia pada akhir Februari 2022 akan lebih dari 185.000 kasus, pertengahan Maret 2022 diperkirakan lebih dari 275.000 dan pada April 2022 kasus Covid-19 diperkirakan oleh IHME akan tembus 387.850 per hari.
Sebagaimana proyeksi pada umumnya maka tentu mereka mendasari pada data yang tersedia dan lalu membuat asumsi tentang kejadian di waktu mendatang. Tentu saja proyeksi dapat tepat atau mendekati tepat, dan dapat juga tidak tepat karena ada berbagai variabel terkait yang belum diketahui pasti apa dan bagaimana terjadinya. Sementara itu pemerintah kita memperkirakan puncak kasus akan terjadi pada Februari-Maret 2022, diharapkan tidak berkepanjangan seperti prediksi IHME itu.
Dengan terus meningkatnya kasus maka pada 8 Februari 2022 pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di beberapa daerah di negara kita, antara lain diberitakan di wilayah Jabodetabek, Bandung Raya, DI Yogyakarta, dan Bali. Selanjutnya dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 09 Tahun 2022 tertanggal 7 Februari 2022 maka diatur rinci bagaimana penerapan PPKM level 3 ini, antara lain meliputi pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan, pelaksanaan kegiatan pada berbagai sektor esensial dan nonesensial. Aturannya cukup rinci termasuk untuk sektor pemerintahan, kritikal, pusat perbelanjaan, tempat makan dan fasilitas umum lainnya.
PPKM adalah salah satu bentuk pembatasan sosial yang merupakan komponen penting pengendalian Covid-19, bersama dengan 3T dan vaksinasi. Selain penerapan PPKM oleh pemerintah maka dari sudut masyarakat maka pembatasan sosial yang perlu dilakukan masyarakat adalah penerapan 3M dan 5M, bahkan baik kalau kita mengubah perilaku new normal ini menjadi now normal, karena 3M dan 5 M memang sekarang merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari.
Pembatasan sosial seperti penerapan PPKM ini dan juga oleh kita warga masyarakat luas memang amat diperlukan untuk menekan angka penularan di masyarakat yang terus makin tinggi dari hari ke hari. Hal ini memang amat diperlukan karena setidaknya ada tiga hal yang harus diantisipasi dengan meningkat tingginya penularan Covid-19 di masyarakat.
Perawatan RS dan Kemungkinan Varian
Antisipasi pertama, dengan makin banyaknya kasus maka tentu secara proporsional akan makin banyak juga yang sakit sedang atau berat, atau setidaknya membuat beban pelayanan kesehatan makin meningkat. Apalagi sudah dikabarkan bahwa sudah mulai banyak petugas kesehatan yang tertular Covid-19. Artinya, penularan di masyarakat harus ditekan agar jumlah kasus sedang-berat juga dapat dikendalikan dan pelayanan rumah sakit juga dapat lebih optimal. Jangan sampai kejadian Juni dan Juli tahun yang lalu terjadi lagi.
Antisipasi kedua tentang beban kerja rumah sakit. Kalau kita lihat pengalaman Amerika Serikat maka jumlah kasus harian rata-rata tertinggi akibat Omicron di negara tersebut adalah 799.000 orang, dan angka ini lima kali lebih tinggi daripada rata-rata kasus harian tertinggi Delta negara itu, yaitu 164.000 orang.
Angka lima kali lipat lebih tinggi ini tentu saja tidak dapat diterjemahkan begitu saja ke negara kita, yang pernah punya kasus harian tertinggi akibat Delta sebanyak lebih dari 50.000 orang. Tentu banyak faktor lain yang mungkin memengaruhi, tetapi setidaknya pengalaman Amerika Serikat ini dapat jadi bahan analisa penting bagi para penentu kebijakan kita. Selain kasus yang meningkat maka angka rata-rata harian masuk rumah sakit di Amerika Serikat karena varian Omicron adalah 22.000, dan ini 1,8 kali lebih tinggi daripada angka rata-rata harian masuk rumah sakit karena varian Delta, yaitu 12.000. Ini sekali lagi menunjukkan bahwa walaupun secara umum Omicron memang lebih ringan tetapi karena total kasusnya tinggi maka yang harus masuk rumah sakit juga jadi sangat banyak.
Antisipasi ketiga sehubungan peningkatan kasus adalah analisa bahwa kalau penularan di masyakat sedang tinggi seperti sekarang, maka virus harus bereplikasi untuk terus memperbanyak diri dalam penularan ini. Pada waktu virus bereplikasi maka dapat saja terjadi mutasi, dan kalau mutasi berkepanjangan maka ini dapat berpotensi menimbulkan varian baru. Jadi pengendalian penularan di masyarakat juga akan amat berperan untuk mencegah timbulnya lagi varian-varian baru di masa datang.
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
KITA ketahui bahwa angka Covid-19 terus meningkat di negara kita. Pada 8 Februari 2022 ada penambahan 37.492 kasus baru, padahal sebulan sebelumnya yaitu pada 8 Januari 2022 kasus barunya adalah 479 orang, jadi sudah naik hampir 75 kali lipat. Sebagian besar kasus nampaknya berhubungan dengan varian Omicron. Kasus nampaknya masih akan meningkat di hari-hari mendatang, hanya tentu kita belum tahu pasti akan seberapa besar peningkatannya. Prediksi Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dari University of Washington menyebutkan pertambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia pada akhir Februari 2022 akan lebih dari 185.000 kasus, pertengahan Maret 2022 diperkirakan lebih dari 275.000 dan pada April 2022 kasus Covid-19 diperkirakan oleh IHME akan tembus 387.850 per hari.
Sebagaimana proyeksi pada umumnya maka tentu mereka mendasari pada data yang tersedia dan lalu membuat asumsi tentang kejadian di waktu mendatang. Tentu saja proyeksi dapat tepat atau mendekati tepat, dan dapat juga tidak tepat karena ada berbagai variabel terkait yang belum diketahui pasti apa dan bagaimana terjadinya. Sementara itu pemerintah kita memperkirakan puncak kasus akan terjadi pada Februari-Maret 2022, diharapkan tidak berkepanjangan seperti prediksi IHME itu.
Dengan terus meningkatnya kasus maka pada 8 Februari 2022 pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di beberapa daerah di negara kita, antara lain diberitakan di wilayah Jabodetabek, Bandung Raya, DI Yogyakarta, dan Bali. Selanjutnya dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 09 Tahun 2022 tertanggal 7 Februari 2022 maka diatur rinci bagaimana penerapan PPKM level 3 ini, antara lain meliputi pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan, pelaksanaan kegiatan pada berbagai sektor esensial dan nonesensial. Aturannya cukup rinci termasuk untuk sektor pemerintahan, kritikal, pusat perbelanjaan, tempat makan dan fasilitas umum lainnya.
PPKM adalah salah satu bentuk pembatasan sosial yang merupakan komponen penting pengendalian Covid-19, bersama dengan 3T dan vaksinasi. Selain penerapan PPKM oleh pemerintah maka dari sudut masyarakat maka pembatasan sosial yang perlu dilakukan masyarakat adalah penerapan 3M dan 5M, bahkan baik kalau kita mengubah perilaku new normal ini menjadi now normal, karena 3M dan 5 M memang sekarang merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari.
Pembatasan sosial seperti penerapan PPKM ini dan juga oleh kita warga masyarakat luas memang amat diperlukan untuk menekan angka penularan di masyarakat yang terus makin tinggi dari hari ke hari. Hal ini memang amat diperlukan karena setidaknya ada tiga hal yang harus diantisipasi dengan meningkat tingginya penularan Covid-19 di masyarakat.
Perawatan RS dan Kemungkinan Varian
Antisipasi pertama, dengan makin banyaknya kasus maka tentu secara proporsional akan makin banyak juga yang sakit sedang atau berat, atau setidaknya membuat beban pelayanan kesehatan makin meningkat. Apalagi sudah dikabarkan bahwa sudah mulai banyak petugas kesehatan yang tertular Covid-19. Artinya, penularan di masyarakat harus ditekan agar jumlah kasus sedang-berat juga dapat dikendalikan dan pelayanan rumah sakit juga dapat lebih optimal. Jangan sampai kejadian Juni dan Juli tahun yang lalu terjadi lagi.
Antisipasi kedua tentang beban kerja rumah sakit. Kalau kita lihat pengalaman Amerika Serikat maka jumlah kasus harian rata-rata tertinggi akibat Omicron di negara tersebut adalah 799.000 orang, dan angka ini lima kali lebih tinggi daripada rata-rata kasus harian tertinggi Delta negara itu, yaitu 164.000 orang.
Angka lima kali lipat lebih tinggi ini tentu saja tidak dapat diterjemahkan begitu saja ke negara kita, yang pernah punya kasus harian tertinggi akibat Delta sebanyak lebih dari 50.000 orang. Tentu banyak faktor lain yang mungkin memengaruhi, tetapi setidaknya pengalaman Amerika Serikat ini dapat jadi bahan analisa penting bagi para penentu kebijakan kita. Selain kasus yang meningkat maka angka rata-rata harian masuk rumah sakit di Amerika Serikat karena varian Omicron adalah 22.000, dan ini 1,8 kali lebih tinggi daripada angka rata-rata harian masuk rumah sakit karena varian Delta, yaitu 12.000. Ini sekali lagi menunjukkan bahwa walaupun secara umum Omicron memang lebih ringan tetapi karena total kasusnya tinggi maka yang harus masuk rumah sakit juga jadi sangat banyak.
Antisipasi ketiga sehubungan peningkatan kasus adalah analisa bahwa kalau penularan di masyakat sedang tinggi seperti sekarang, maka virus harus bereplikasi untuk terus memperbanyak diri dalam penularan ini. Pada waktu virus bereplikasi maka dapat saja terjadi mutasi, dan kalau mutasi berkepanjangan maka ini dapat berpotensi menimbulkan varian baru. Jadi pengendalian penularan di masyarakat juga akan amat berperan untuk mencegah timbulnya lagi varian-varian baru di masa datang.