PPKM dan Omicron

Kamis, 10 Februari 2022 - 11:21 WIB
loading...
PPKM dan Omicron
Tjandra Yoga Aditama (Foto: Ist)
A A A
Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

KITA ketahui bahwa angka Covid-19 terus meningkat di negara kita. Pada 8 Februari 2022 ada penambahan 37.492 kasus baru, padahal sebulan sebelumnya yaitu pada 8 Januari 2022 kasus barunya adalah 479 orang, jadi sudah naik hampir 75 kali lipat. Sebagian besar kasus nampaknya berhubungan dengan varian Omicron. Kasus nampaknya masih akan meningkat di hari-hari mendatang, hanya tentu kita belum tahu pasti akan seberapa besar peningkatannya. Prediksi Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dari University of Washington menyebutkan pertambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia pada akhir Februari 2022 akan lebih dari 185.000 kasus, pertengahan Maret 2022 diperkirakan lebih dari 275.000 dan pada April 2022 kasus Covid-19 diperkirakan oleh IHME akan tembus 387.850 per hari.

Sebagaimana proyeksi pada umumnya maka tentu mereka mendasari pada data yang tersedia dan lalu membuat asumsi tentang kejadian di waktu mendatang. Tentu saja proyeksi dapat tepat atau mendekati tepat, dan dapat juga tidak tepat karena ada berbagai variabel terkait yang belum diketahui pasti apa dan bagaimana terjadinya. Sementara itu pemerintah kita memperkirakan puncak kasus akan terjadi pada Februari-Maret 2022, diharapkan tidak berkepanjangan seperti prediksi IHME itu.

Dengan terus meningkatnya kasus maka pada 8 Februari 2022 pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di beberapa daerah di negara kita, antara lain diberitakan di wilayah Jabodetabek, Bandung Raya, DI Yogyakarta, dan Bali. Selanjutnya dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 09 Tahun 2022 tertanggal 7 Februari 2022 maka diatur rinci bagaimana penerapan PPKM level 3 ini, antara lain meliputi pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan, pelaksanaan kegiatan pada berbagai sektor esensial dan nonesensial. Aturannya cukup rinci termasuk untuk sektor pemerintahan, kritikal, pusat perbelanjaan, tempat makan dan fasilitas umum lainnya.

PPKM adalah salah satu bentuk pembatasan sosial yang merupakan komponen penting pengendalian Covid-19, bersama dengan 3T dan vaksinasi. Selain penerapan PPKM oleh pemerintah maka dari sudut masyarakat maka pembatasan sosial yang perlu dilakukan masyarakat adalah penerapan 3M dan 5M, bahkan baik kalau kita mengubah perilaku new normal ini menjadi now normal, karena 3M dan 5 M memang sekarang merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari.

Pembatasan sosial seperti penerapan PPKM ini dan juga oleh kita warga masyarakat luas memang amat diperlukan untuk menekan angka penularan di masyarakat yang terus makin tinggi dari hari ke hari. Hal ini memang amat diperlukan karena setidaknya ada tiga hal yang harus diantisipasi dengan meningkat tingginya penularan Covid-19 di masyarakat.

Perawatan RS dan Kemungkinan Varian
Antisipasi pertama, dengan makin banyaknya kasus maka tentu secara proporsional akan makin banyak juga yang sakit sedang atau berat, atau setidaknya membuat beban pelayanan kesehatan makin meningkat. Apalagi sudah dikabarkan bahwa sudah mulai banyak petugas kesehatan yang tertular Covid-19. Artinya, penularan di masyarakat harus ditekan agar jumlah kasus sedang-berat juga dapat dikendalikan dan pelayanan rumah sakit juga dapat lebih optimal. Jangan sampai kejadian Juni dan Juli tahun yang lalu terjadi lagi.

Antisipasi kedua tentang beban kerja rumah sakit. Kalau kita lihat pengalaman Amerika Serikat maka jumlah kasus harian rata-rata tertinggi akibat Omicron di negara tersebut adalah 799.000 orang, dan angka ini lima kali lebih tinggi daripada rata-rata kasus harian tertinggi Delta negara itu, yaitu 164.000 orang.

Angka lima kali lipat lebih tinggi ini tentu saja tidak dapat diterjemahkan begitu saja ke negara kita, yang pernah punya kasus harian tertinggi akibat Delta sebanyak lebih dari 50.000 orang. Tentu banyak faktor lain yang mungkin memengaruhi, tetapi setidaknya pengalaman Amerika Serikat ini dapat jadi bahan analisa penting bagi para penentu kebijakan kita. Selain kasus yang meningkat maka angka rata-rata harian masuk rumah sakit di Amerika Serikat karena varian Omicron adalah 22.000, dan ini 1,8 kali lebih tinggi daripada angka rata-rata harian masuk rumah sakit karena varian Delta, yaitu 12.000. Ini sekali lagi menunjukkan bahwa walaupun secara umum Omicron memang lebih ringan tetapi karena total kasusnya tinggi maka yang harus masuk rumah sakit juga jadi sangat banyak.

Antisipasi ketiga sehubungan peningkatan kasus adalah analisa bahwa kalau penularan di masyakat sedang tinggi seperti sekarang, maka virus harus bereplikasi untuk terus memperbanyak diri dalam penularan ini. Pada waktu virus bereplikasi maka dapat saja terjadi mutasi, dan kalau mutasi berkepanjangan maka ini dapat berpotensi menimbulkan varian baru. Jadi pengendalian penularan di masyarakat juga akan amat berperan untuk mencegah timbulnya lagi varian-varian baru di masa datang.

Telemedis
Pengalaman Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa angka kematian secara total juga cukup tinggi. Dalam hal ini, kita tentu amat berduka melihat berita 83 warga kita wafat akibat Covid-19 pada 8 Februari 2022, semoga mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan YME. Sebulan sebelumnya, pada 8 Januari 2022 tercatat ada 6 orang yang meninggal akibat Covid-19, artinya angka kematian harian naik lebih dari 10 kali lipat. Dengan peningkatan yang tajam dalam sebulan ini maka tentu akan baik kalau dilakukan analisa mendalam setidaknya dari dua aspek. Pertama tentang varian yang berhubungan dengan peningkatan angka kematiani ini apakah memang karena varian Omicron atau mungkin masih ada akibat varian Delta atau yang lain. Hasil analisa menjelaskan tentang varian mana yang memengaruhi peningkatan angka kematian tentu mungkin akan dapat memengaruhi kebijakan pengendalian dan juga mitigasi kita di hari-hari mendatang, agar dapat disesuaikan dengan lebih tepat.

Aspek kedua, akan baik kalau dilakukan audit untuk mengetahui penyebab kematian (“cause of death -COD”), katakanlah sejak 16 Desember 2021 di mana kasus Omicron pertama dilaporkan. Seperti yang biasa dilakukan maka mungkin dapat dianalisa kelompok umur yang wafat, ada tidaknya komorbid dan kalau ada maka apa jenisnya, status vaksinasi dll. Hal yang juga penting adalah di mana tempat meninggalnya, apakah di rumah sakit atau di rumah. Data yang didapat akan punya dampak klinik bagaimana penanganan pasien gawat dan juga dampak kebijakan kapan pasien harus masuk rumah sakit, atau bentuk kebijakan lainnya.

Sehubungan antisipasi peningkatan kasus maka pemerintah menganjurkan agar mereka yang tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan untuk diisolasi mandiri di rumah saja, dan akan ditunjang dengan pelayanan telemedis. Melihat perkembangan dalam beberapa hari ini maka ada tiga usulan untuk lebih meningkatkan pelayanan telemedis kita. Pertama, sebaiknya konsultasi dengan dokter telemedis tidak hanya di hari pertama saja, tetapi setiap hari selama masa isolasi mandiri. Ini diperlukan untuk memonitor perkembangan keluhan pasien dari hari ke hari dan juga evaluasi terhadap obat yang dikonsumsi. Kedua, setidaknya pada konsultasi pertama maka seyogianya juga melibatkan keluarga yang sehari-hari menangani pasien. Kepada keluarga perlu dijelaskan apa yang harus mereka lakukan dalam merawat pasien di rumah ini, yang seringkali bukan masalah mudah.

Hal ketiga, selain pemberian obat maka harus dipikirkan juga bagaimana ketersediaan alat kesehatan untuk memantau keadaan kesehatan. Termometer dan tensimeter mungkin banyak keluarga yang memilikinya, tetapi alat oximetri untuk menilai saturasi oksigen baik kalau dapat dipinjamkan oleh puskesmas atau Satgas Covid-19 di lingkungan pasien yang menjalani isolasi mandiri.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1953 seconds (0.1#10.140)