Pekerjaan Rumah Transformasi ala Jokowi

Senin, 31 Januari 2022 - 09:36 WIB
loading...
Pekerjaan Rumah Transformasi...
Hilirisasi menjadi salah satu bagian dari transformasi di era pemerintahan Jokowi. FOTO/TAHYUDIN
A A A
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah gencar melakukan berbagai transformasi di segala bidang pembangunan. Sejumlah perubahan mendasar dilakukan demi terciptanya daya saing Indonesia yang lebih baik di dunia internasional.

Langkah ini dilakukan karena disadari bahwa selama ini pengelolaan pembangunan masih kurang efektif. Selain itu, paradigma pembangunan ekonomi juga kini telah berubah. Pola inilah yang kemudian menjadi acuan Jokowi dalam membuat sejumlah kebijakan transformasi yang diharapkan dapat membuat ekonomi nasional kian kompetitif.

Entah berapa kali ajakan transformasi ke arah yang lebih baik ini disampaikan oleh Presiden. Mulai dari siding kabinet, di hadapan DPR, organisasi masyarakat, hingga organisas profesi. Yang teranyar, ikhwal transformasi ini disampaikan Kepala Negara pada saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (29/1).

Pada kesempatan tersebut, Jokowi menyebutkan bahwa pemerintah saat ini tengah melakukan berbagai transformasi mulai dari hilirisasi industri, transformasi digital, transisi menuju energi hijau, hingga pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) .

Selain empat sasaran transformasi di atas, sebenarnya ada satu lagi yang sedang dilakukan perubahan besar-besaran di tataran pemerintah. Yakni, transformasi struktural di bidang kepegawaian negara alias aparatur sipil negara (ASN). Sektor ini termasuk penting karena bagaimanapun ASN sangat berperan dalam jalannya birokrasi di Tanah Air.

Dari sejumlah transformasi tersebut, yang sedang menjadi perhatian besar oleh pemerintah adalah hilirisasi industri. Pemerintah di era pascareformasi ini rupanya telah menyadari model pembangunan kini telah berubah. Pemanfaatan sumber daya alam pun kini mulai bergeser. Dari yang tadinya mengandalkan ekspor komoditas mentah, ke depan akan diubah menjadi ekspor hasil olahan. Artinya, komoditas yang diambil dari perut bumi Ibu Pertiwi kini wajib diolah di dalam negeri, agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas.

Langkah ini tentu saja harus dimanfaatkan para pelaku usahayang biasa mengekspor bahan mentah agar bisa menciptakan model bisnis baru yang lebih sustainable.

Memang, belum semua komoditas mentah hasil tambang dilarang diekspor oleh pemerintah. Saat ini, tercatat baru nikel yang disetop ekspornya ke luar negeri sejak 2020 lalu. Sementara bauksit, rencananya baru akan disetop ekspornya secara bertahap pada tahun ini. Kemudian tembaga dan timah ditargetkan dihentikan ekspornya pada 2023 dan 2024.

Di luar itu, masih banyak komoditas yang masih melenggeng bebas ke luar negeri. Yang paling besar dari sisi volume adalah batubara yakni hampir 500 juta ton per tahun, kendati ada kewajiban memasok ke pasar domestik sebesar 20% dari produksi.

Terkait hilirisasi, Jokowi tak bosan-bosan menyampaikan bahwa peningkatan nilai tambah menjadi alasan utama agar komoditas nasional diolah di dalam negeri. Ini karena multiflier efeknya akan merembet ke sektor ekonomi lain yang masuk dalam rantai pasok industrinya. Begitu pun di sektor tenaga kerja, akan tercipta dengan sendirinya apabila industrinya berkembang.

Transformasi lain yang juga gencar dilakukan adalah perubahan pola penggunaan energi fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan. Langkah ini dilakukan dengan terus dikembangkannya pasokan energi baru dan terbarukan ke sistem energi nasional.

Akan tetapi, untuk sektor energi pemerintah mesti ekstra hati-hati dalam mengambil kebijakan. Dorongan dunia internasional agar Indonesia turut menurunkan efek gas rumah kaca sudah seharusnya disikapi dengan membuat aturan yang menguntungkan semua pihak.

Misalnya saja dalam implementasi energi ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan batu bara atau minyak bumi dan beralih ke sumber energi non fosil. Regulasi yang ada nantinya harus mengakomodasi kepentingan pelaku usaha, masyarakat, dan stakeholders lain yang terkait.

Jangan sampai kekhawatiran bahwa penggunaan energi baru dan terbarukan yang dari sisi biaya lebih mahal sehingga merugikan masyarakat menjadi kenyataan. Perlu formulasi khusus dengan mempertimbangkan aspek daya beli, keekonomian, kebermanfaatan, dan keunggulan sumber daya yang dimiliki.

Maka, sudah selayaknya kita sebagai bagian dari bangsa ini turut mengawal agar segala bentuk transformasi yang dilakukan pemerintah bisa berjalan sesuai jalurnya. Tanpa ada yang dirugikan, dan menguntungkan pihak lain.
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1251 seconds (0.1#10.140)