Era Baru Akreditasi
loading...
A
A
A
Jejen Musfah
Dosen Analisis Kebijakan Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan Islam UIN Jakarta
DI PENGHUJUNG 2021 pemerintah menerbitkan izin operasional lima Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM), yakni LAM Teknik, LAM Sains Alam dan Ilmu Formal, LAM Ekonomi Management Bisnis dan Akuntansi, LAM Informatika dan Komputer, LAM Kependidikan. Sebelumnya sudah ada LAM PTKes.
Meski sangat terlambat, kehadiran LAM merujuk pada regulasi berikut. Pasal 55 ayat 4 dan 5 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bahwa akreditasi PT dilakukan oleh BAN PT dan akreditasi Program Studi (Prodi) sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan oleh LAM.
Sebelumnya akreditasi Prodi dilakukan oleh BAN PT yang merupakan representasi pemerintah di bawah Kemendikbudristek. Jika tidak solutif dan adaptif, LAM akan mengulangi kelemahan-kelemahan BAN PT, bahkan lebih berat lagi. Misal, kelemahan dalam aspek kekurangan dana dan kekurangan asesor.
Berdasarkan pengalaman sebagai Kaprodi Magister dan empat kali menyusun borang Prodi yang berbeda untuk akreditasi, berikut masalah dan kelemahan yang akan dihadapi LAM dalam menjalankan tugasnya.
Kinerja Dosen
Pertama, perbandingan jumlah asesor dengan jumlah prodi. Jika jumlah asesor tidak seimbang dengan jumlah Prodi maka masa tunggu akreditasi akan lama, dan beban setiap asesor akan berat. Lambatnya akreditasi akan berpengaruh terhadap masa studi mahasiswa yang tidak bisa selesai tepat waktu.
Sedangkan dosen yang terlalu sering mengakreditasi akan berpengaruh negatif terhadap kinerja utamanya, yakni mengajar dan membimbing mahasiswa. Keseringan mengakreditasi juga bisa membuka peluang copy paste hasil analisis Prodi sebelumnya untuk Prodi baru.
Kedua, subjektivitas penilaian. Para asesor LAM besar kemungkinan mengenal baik pejabat dan dosen Prodi di kampus-kampus tertentu, karena sama-sama menjadi pengurus asosiasi prodi, asosiasi profesi, atau satu kampus saat kuliah. Bahkan hubungannya bisa mahasiswa-dosen.
Idealnya akreditasi Prodi dilakukan blind review seperti penilaian artikel jurnal ilmiah tetapi tidak mungkin dalam akreditasi ini. Integritas, keadilan, dan kejujuran asesor dibutuhkan untuk menghasilkan penilaian yang objektif dan valid. Kolusi dan nepotisme menjadi tantangan asesor karena sama-sama sebagai dosen dalam satu rumpun keilmuan.
Asesor sebidang ilmu memiliki kelebihan menguasai substansi tetapi juga mengandung kelemahan, yakni kedekatan yang bisa mengarah ke subjektivitas, kolusi, dan nepotisme. Apalagi misalnya honor asesor tidak cukup memadai atau tidak dibayar tepat waktu.
Dosen Analisis Kebijakan Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan Islam UIN Jakarta
DI PENGHUJUNG 2021 pemerintah menerbitkan izin operasional lima Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM), yakni LAM Teknik, LAM Sains Alam dan Ilmu Formal, LAM Ekonomi Management Bisnis dan Akuntansi, LAM Informatika dan Komputer, LAM Kependidikan. Sebelumnya sudah ada LAM PTKes.
Meski sangat terlambat, kehadiran LAM merujuk pada regulasi berikut. Pasal 55 ayat 4 dan 5 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, bahwa akreditasi PT dilakukan oleh BAN PT dan akreditasi Program Studi (Prodi) sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan oleh LAM.
Sebelumnya akreditasi Prodi dilakukan oleh BAN PT yang merupakan representasi pemerintah di bawah Kemendikbudristek. Jika tidak solutif dan adaptif, LAM akan mengulangi kelemahan-kelemahan BAN PT, bahkan lebih berat lagi. Misal, kelemahan dalam aspek kekurangan dana dan kekurangan asesor.
Berdasarkan pengalaman sebagai Kaprodi Magister dan empat kali menyusun borang Prodi yang berbeda untuk akreditasi, berikut masalah dan kelemahan yang akan dihadapi LAM dalam menjalankan tugasnya.
Kinerja Dosen
Pertama, perbandingan jumlah asesor dengan jumlah prodi. Jika jumlah asesor tidak seimbang dengan jumlah Prodi maka masa tunggu akreditasi akan lama, dan beban setiap asesor akan berat. Lambatnya akreditasi akan berpengaruh terhadap masa studi mahasiswa yang tidak bisa selesai tepat waktu.
Sedangkan dosen yang terlalu sering mengakreditasi akan berpengaruh negatif terhadap kinerja utamanya, yakni mengajar dan membimbing mahasiswa. Keseringan mengakreditasi juga bisa membuka peluang copy paste hasil analisis Prodi sebelumnya untuk Prodi baru.
Kedua, subjektivitas penilaian. Para asesor LAM besar kemungkinan mengenal baik pejabat dan dosen Prodi di kampus-kampus tertentu, karena sama-sama menjadi pengurus asosiasi prodi, asosiasi profesi, atau satu kampus saat kuliah. Bahkan hubungannya bisa mahasiswa-dosen.
Idealnya akreditasi Prodi dilakukan blind review seperti penilaian artikel jurnal ilmiah tetapi tidak mungkin dalam akreditasi ini. Integritas, keadilan, dan kejujuran asesor dibutuhkan untuk menghasilkan penilaian yang objektif dan valid. Kolusi dan nepotisme menjadi tantangan asesor karena sama-sama sebagai dosen dalam satu rumpun keilmuan.
Asesor sebidang ilmu memiliki kelebihan menguasai substansi tetapi juga mengandung kelemahan, yakni kedekatan yang bisa mengarah ke subjektivitas, kolusi, dan nepotisme. Apalagi misalnya honor asesor tidak cukup memadai atau tidak dibayar tepat waktu.