Klaster Ketenagakerjaan Harus Dikeluarkan dari Pembahasan RUU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Obon Tabroni meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Terkait permintaan itu, Obon menyebut tiga alasan mengapa klaster tersebut harus dikeluarkan.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja itu menyebut wabah Covid-19 menyebabkan tatanan dan struktur ekonomi global berubah. Jangan sampai ketika RUU Cipta Kerja disahkan, ternyata tidak bisa menjawab tantangan ke depan.
"Omnibus law kan dipersiapkan sebelum Covid-19. Artinya tidak memperhitungkan perubahan tatanan global pascapandemi corona ini usai," kata Obon Tabroni dalam keterangannya kepada SINDOnews, Kamis (23/4/2020).
Kedua, pembahasan RUU Cipta Kerja ini akan berdampak pada lebih dari 50 juta pekerja formal. Sehingga, penyusunan RUU Cipta Kerja tidak boleh sembrono dan terburu-buru, apalagi tidak melibatkan partisipasi yang luas dari masyarakat.
"Saya rasa perlu kajian yang lebih mendalam, termasuk dengan melibatkan partisipasi dari elemen terkait yang lebih luas. Sejak dari penyusunan draft. Untuk itu kami juga menyarankan agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja," ujar anggota Fraksi Partai Gerindra tersebut. ( ).
Ketiga, lanjut Obon, pemerintah sebagai pihak yang menginisiasi RUU ini perlu meninjau ulang keberadaan omnibus law secara keseluruhan. Tidak perlu terburu-buru memaksakan untuk membahas RUU Cipta Kerja di masa pandemi, sehingga semua pihak bisa lebih fokus pada penanganan Covid-19.
"Omnibus law perlu ditinjau ulang kembali, dengan melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif. Tidak hanya semata-mata melihat dari sisi investasi," pungkasnya.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja itu menyebut wabah Covid-19 menyebabkan tatanan dan struktur ekonomi global berubah. Jangan sampai ketika RUU Cipta Kerja disahkan, ternyata tidak bisa menjawab tantangan ke depan.
"Omnibus law kan dipersiapkan sebelum Covid-19. Artinya tidak memperhitungkan perubahan tatanan global pascapandemi corona ini usai," kata Obon Tabroni dalam keterangannya kepada SINDOnews, Kamis (23/4/2020).
Kedua, pembahasan RUU Cipta Kerja ini akan berdampak pada lebih dari 50 juta pekerja formal. Sehingga, penyusunan RUU Cipta Kerja tidak boleh sembrono dan terburu-buru, apalagi tidak melibatkan partisipasi yang luas dari masyarakat.
"Saya rasa perlu kajian yang lebih mendalam, termasuk dengan melibatkan partisipasi dari elemen terkait yang lebih luas. Sejak dari penyusunan draft. Untuk itu kami juga menyarankan agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja," ujar anggota Fraksi Partai Gerindra tersebut. ( ).
Ketiga, lanjut Obon, pemerintah sebagai pihak yang menginisiasi RUU ini perlu meninjau ulang keberadaan omnibus law secara keseluruhan. Tidak perlu terburu-buru memaksakan untuk membahas RUU Cipta Kerja di masa pandemi, sehingga semua pihak bisa lebih fokus pada penanganan Covid-19.
"Omnibus law perlu ditinjau ulang kembali, dengan melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif. Tidak hanya semata-mata melihat dari sisi investasi," pungkasnya.
(zik)