Aliansi Ulama-Negara Hambat Demokrasi dan Pembangunan di Dunia Muslim

Selasa, 28 Desember 2021 - 13:22 WIB
loading...
A A A
Penyebab Utama Krisis: Aliansi Ulama-Negara
Daripada menyalahkan ajaran Islam ataupun intervensi Barat, seperti yang dipotret buku saya Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan, penyebab utama otoritarianisme dan ketertinggalan di sebagian besar masyarakat muslim adalah aliansi ulama-negara.

Antara Abad ke-8 dan ke-11-ketika umat Islam yang terafiliasi dalam berbagai mazhab teologi dan saling bahu-membahu dengan umat Kristen, Yahudi, dan lainnya dalam membentuk Golden Age-terdapat pemisahan antara ulama dan kekuasaan dalam tingkat tertentu. Pada masa itu, sebagian besar ulama bekerja secara swadaya pada sektor perdagangan. Realita sejarah ini membantah klise modern yang menyatakan bahwa ajaran Islam secara inheren menolak pemisahan agama dan kekuasaan.

Aliansi erat ulama dan kekuasaan mulai muncul pada pertengahan Abad ke-11. Kombinasi ini secara bertahap meminggirkan para cendekia independen dan kelas pedagang, yang kemudian menyebabkan stagnansi ekonomi dan intelektual selama berabad-abad di dunia muslim.

Selama Abad ke-19, para pemimpin reformis mencoba melemahkan aliansi kekuasaan dengan para ulama, dan pada awal Abad ke-20, hampir semua negara mayoritas muslim menampilkan dirinya sebagai negara sekular. Namun para reformis-sekularis ini tetap terjebak pada masalah klasik: mereka terlalu berpusat pada negara. Alih-alih mendorong munculnya kelas intelektual dan ekonomi yang dinamis, justru mereka memperluas peran birokrat militer dan sipil atas kendali politik dan ekonomi.

Kebijakan gagal kaum sekularis ini mendorong kebangkitan para Islamis sejak tahun 1970-an. Selama setengah abad, banyak negara Muslim, seperti Iran, Pakistan, Mesir, dan Turki mengalami islamisasi sebagai proyek sosial, politik, dan legislatif merespons kegagalan agenda reformis-sekularis. Alhasil, fenomena ini menghidupkan dan menguatkan kembali aliansi ulama-negara.

Rente Minyak yang Memicu Aliansi Ulama-Negara
Lebih lanjut, paska-krisis minyak 1973, beberapa negara, khususnya di Teluk, mulai menggunakan pendapatan minyak mereka untuk mendanai aliansi ulama-negara di dalam negeri dan agenda para islamis di luar negeri.

Aliansi ulama-negara modern ini turut mendorong pengesahan undang-undang penistaan dan penyimpangan agama, yang membatasi keberagaman pandangan agama dan politik. Kebijakan ekonomi aliansi ini juga bersifat restriktif dan tidak efisien, misal, penyitaan properti pribadi yang menjadi alasan negara untuk mengontrol ekonomi dan menghukum pihak oposisi.

Mengingat tantangan struktural yang berkepanjangan ini, apa yang dapat dilakukan untuk membentuk ulang masa depan dunia muslim?

Dalam laporan kerja yang baru terbit, The Ulema-State Alliance: A Barrier to Democracy and Development in the Muslim World, saya berpendapat, pembongkaran aliansi ulama-negara serta restrukturisasi ekonomi menjadi urgen bagi negara-negara muslim untuk mencapai demokrasi dan pembangunan.

Reformasi Menjadi Penting dan Tak Terelakkan
Pada tingkat diskursif, alih-alih hanya menyalahkan Islam atau kolonialisme Barat, masyarakat muslim seharusnya mempertanyakan sikap anti-intelektualisme dan kontrol negara atas ekonomi yang sudah menjangkiti mereka selama berabad-abad. Melalui sikap reflektif-kritis, masyarakat muslim dapat benar-benar mengatasi masalah politik dan sosial-ekonomi mereka. Bukankah Tuhan bersabda dalam Al-Qur'an, "Tuhan tidak mengubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu mengubah diri mereka sendiri" (13:11)?
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1564 seconds (0.1#10.140)