Pencarian Online - Belanja Offline, Bagaimana Perusahaan Bersikap?

Selasa, 09 Juni 2020 - 12:19 WIB
loading...
Pencarian Online - Belanja...
Noveri Maulana, Dosen PPM School of Management. Foto/Dok. Pribadi
A A A
Noveri Maulana
Dosen PPM School of Management

PERKEMBANGAN teknologi internet di Indonesia selama satu dekade terakhir membuat perubahan perilaku konsumen dalam pola pembelian. Jika dulu offline store menjadi pilihan utama, namun sekarang sebagian konsumen cenderung memilih belanja ke online store, alasannya efisiensi waktu dan tenaga.

Perubahan perilaku ini juga diduga menjadi salah satu pemicu menurunnya omzet penjualan beberapa perusahaan retail berjaringan. Tidak hanya itu, dalam satu tahun terakhir, kita telah sama-sama menyaksikan beberapa perusahaan retail fast moving consumer goods (FMCG) turut mengurangi jumlah outlet mereka di kota-kota besar di Tanah Air. Bahkan, sebagian brand ternama itu harus gulung tikar dan angkat kaki dari Indonesia.

Lantas, apakah perusahaan harus segera beralih secara masif ke bisnis online? Sejatinya, perubahan perilaku konsumen adalah suatu hal yang memang akan terjadi. Perilaku konsumen sangat dinamis, tidak bisa dipandang dengan perspektif yang statis.

Di sinilah perusahaan diminta untuk arif dan bijak dalam menyikapi perubahan pola perilaku konsumen ini. Semakin bisa memahami konsumen, semakin baik strategi bisnis yang bisa dijalankan oleh perusahaan.

Memahami Konsep Keputusan Pembelian oleh Konsumen
Para pakar pemasaran telah mengeluarkan sebuah konsep keputusan pembelian yang disebut dengan Consumer Decision Making Process (CDMP) yang digagas oleh John Dewey sejak 1910 silam. Dalam konsep CDMP ini dijelaskan bahwa konsumen akan melewati lima tahapan ketika sebelum, saat, dan setelah proses pembelian produk.

Kelima tahapan tersebut adalah Problem Recognition, Information Search, Alternative Evaluation, Purchase, dan Post Purchase. Lantas, di bagian mana perusahaan bisa melakukan persuasi agar bisa dilirik dan dipilih oleh target konsumen? Sebagian ahli berpendapat bahwa persuasi bisa dilakukan pada semua tahapan tersebut, namun sebagian lagi berpendapat bahwa persuasi yang efektif hanya bisa dilakukan pada tiga tahapan sebelum pembelian (pre-purchase).

Jika kita telisik, pada tiga tahapan pre-purchase, pertama ialah problem recognition atau mengenali masalah. Pada tahap ini, konsumen melakukan proses identifikasi kebutuhan dan keinginan secara individu melalui proses kognisi (logika), afeksi (perasaan), dan konasi (kebiasaan) di dalam dirinya. Ada sebagian konsumen yang melalui tahap kognisi yang baik hingga menyadari ‘kebutuhan’ pada suatu produk, ada juga konsumen yang cenderung menggunakan proses afeksi hingga mengedepankan ‘keinginan’ untuk memutuskan pembelian pada suatu produk.

Sederhananya, tahapan ini mengindikasikan kepada pelaku usaha bahwa persuasi terus menerus untuk memengaruhi kognisi, afeksi, dan konasi konsumen adalah satu hal yang perlu dilakukan.

Tahap kedua ialah proses pencarian informasi atau information search. Ketika konsumen telah menyadari masalahnya dan ingin mencari solusi yang diterjemahkan menjadi kebutuhan (need) atau keinginan (wants), maka konsumen akan mulai mengumpulkan informasi mengenai produk apa yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0975 seconds (0.1#10.140)