Menyoal RPP Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Laut

Senin, 20 Desember 2021 - 21:54 WIB
loading...
A A A
Ini juga saran yang sangat aneh bin ajaib. Mengalir dari saran ini ada dua hal yang mengemuka. Pertama, Memberikan "kewenangan sebagai Indonesia Coast Guard" kepada Bakamla melalui Pembuatan UU Keaman laut. Itu artinya Dalam UU Keamanan Laut akan dibuatkan kewenangan Indonesia Coast Guard. Padahal kewenangan Indonesia Coast Guard sekarang ini sudah tertulis dengan lengkap didalam UU 17/2008 tentang Pelayaran. Bahkan pada pejelasan UU 17/2008 tentang Pelayaran ditulis dengan jelas bahwa UU No. 17 Tahun 2008 tentang pelayaran adalah UU tentang Pembentukan Coast Guard.

Bunyi dari paragraf penjelasan UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran adalah sebagai berikut : "Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang ini adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri.” Lalu untuk apa membuat UU Keamanan Laut lagi kalau hanya untuk membentuk Coast Guard ?

Untuk membentuk Indonesia Coast Guard itu sangat mudah, tinggal membuat RPP tentang Sea and Coast Guard (Penjagaan Laut dan Pantai). RPP ini dibuat atas perintah dari Pasal 281 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Muatan materi dari Pasal 281 UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran selengkapnya berbunyi : “Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan serta organisasi dan tata kerja penjaga laut dan pantai (Sea and Coast Guard) sebagaimana dimaksuddalam Pasal 276 diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Kedua, Memberikan kewenangan sebagai penyidik kepada Bakamla melalui Pembuatan UU Keamanan Laut. Artinya akan dibentuk lagi Bakamla yang berstatus Penyidik oleh UU Kelautan. Lagi-lagi ini saran yang aneh bin ajaib. Lahirnya Bakamla diatur oleh UU No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Dalam UU Kelautan tersebut, Bakamla tidak diberikan status sebagai Penyidik. Tidak diberikannya status penyidik kepada Bakamla tentunya sudah melalui pembahasan yang Panjang, lalu sekarang tiba-tiba disarankan Bakamla diberikan status Penyidik hanya berdasarkan keputusan rapat ?

Untuk diketahui bahwa Bakamla Tidak mendapat status sebagai penyidik karena tidak ada tempat lagi bagi Bakamla untuk melakukan penyidikan di laut. Kenapa begitu? Lihat saja, di wilayah laut Teritorial, penyidiknya adalah Kepolisian RI sebagaimana yang diatur oleh UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara. Lalu di wilayah laut Yurisdiksi penyidiknya adalah TNI AL berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang TNI. Artinya seluruh wilayah laut Indonesia mulai dari wilayah laut Teritorial sampai dengan wilayah laut Yurisdiksi sudah ada penyidiknya.

Itulah sebabnya bila Bakamla diberikan status Penyidik, maka di laut teritorial akan terjadi tumpang tindih kewenangan dengan Polri, sedangkan di wilayah laut yurisdiksi akan terjadi tumpang tindih kewenangan dengan TNI AL. Itulah sebabnya maka UU 32/2014 tentang Kelautan tidak memberikan status Penyidik kepada Bakamla.

Dengan demikian saran kedua ini sudah diperkirakan juga akan ditolak oleh KSAL, karena untuk memberikan kewenangan sebagai Indonesia Coast Guard kepada Bakamla itu cukup dengan membuat RPP tentang Pembentukan Coast Guard berdasarkan UU 17/2008 tentang Pelayaran, sedangkan bila Bakamla diberikan status sebagai penyidik akan mengakibatkan tumpang tindih kewenangan dengan Polri diwilayah laut terotial dan tumpang tidih kewenangan dengan TNI AL diwilayah laut yurisdiksi nasional.

Mengingat pada rapat itu salah satu peserta yang diundang rapat adalah Kepala Bakamla yang masih bersatatus Perwira tinggi Angkatan laut aktif, maka untuk mencegah terjadinya silang pendapat dengan KSAL, maka KSAL tidak diundang untuk hadir dalam rapat itu. Ini menunjukan bahwa Bakamla yang dianggap lebih penting dari pada TNI AL. Hal itu tentunya sudah diperkirakan sebelumnya karena sudah pasti KSAL akan menolak habis habisan saran dari Menkopolhukam untuk memberikan status penyidik kepada Bakamla, karena hal itu akan mengganggu pelaksanaan tugas TNI AL.

Saya sebagai purnawirawan TNI AL juga ikut bertanya tanya dalam hati, apakah Menko Polhukam dengan sengaja untuk merekayasa Bakamla untuk menggantikan TNI AL, atau Bakamla dibentuk untuk mengecilkan arti TNI AL? Wah kalau ini yang terjadi saya yakin semua personel TNI AL tidak akan rela TNI AL dikerdilkan hanya untuk membesarkan Bakamla. Sampai saat ini sebagian besar personil Bakamla adalah perwira TNI AL aktif, sehingga masih tunduk kepada hukum pidana militer, dimana mereka sewaktu waktu dapat ditarik balik masuk kestruktur TNI AL. Kalau memang Bakamla ini dirancang untuk mengkerdilkan TNI AL, saya sarankan kepada KSAL untuk menarik semua personil TNI AL yang sekarang bertugas di Bakamla.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saran yang disampaikan oleh Menkopohukam pada ratas yang dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2021 yang lalu dapat berdampak pada Pertama, Presiden dapat tertuduh sebagai pelanggar UUD45, dan melanggar UU 12/2011 tentang Pembentukan aturan Perundangan, yang dapat mengakibatkan kegaduhan politik. Kedua, Terjadi tumpang tindih kewenangan antara Bakamla dan Polri di wilayah laut terittorial, dan tumpang tindih kewenangan antara Bakamla dan TNI AL diwilayah laut yurisdiksi nasional. Ketiga, Kemungkinan terjadinya pengkerdilan TNI AL.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4949 seconds (0.1#10.140)