Refleksi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Minggu, 19 Desember 2021 - 03:35 WIB
loading...
Refleksi Perlindungan...
Bekerja di luar negeri, meskipun bukan impian, merupakan salah satu jalan yang bisa dipilih demi mendapatkan penghasilan yang lebih baik, di tengah kesempatan bekerja di dalam negeri yang semakin terbatas. Foto/Ist
A A A
M Martri Agoeng,
Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS

BEKERJA di luar negeri, meskipun bukan impian, merupakan salah satu jalan yang bisa dipilih demi mendapatkan penghasilan yang lebih baik, di tengah kesempatan bekerja di dalam negeri yang semakin terbatas. Namun, bukan berarti pilihan tersebut tidak memiliki risiko. Justru inilah titik poinnya, risikonya sangat besar, tetapi, demi keluarga dan masa depan yang lebih baik, maka risiko itu bukanlah halangan yang perlu ditakutkan. Dan di sinilah pentingnya peran pemerintah, dengan kebijakan dan regulasi peraturan diperlukan untuk mengantisipasi dan meminimalisasi risiko-risiko yang mungkin akan dihadapai oleh calon pekerja migran, yang sudah bekerja di luar negeri, maupun pekerja migran yang sudah kembali ke Tanah Air (purna pekerja migran).

Lebih dari dua tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin memerintah negeri ini. Dalam periode kedua, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi harapannya bisa bekerja lebih baik lagi, sebagaimana yang dijanjikan dalam kampanye waktu itu. Namun, hal tersebut masih jauh dari harapan. Salah satu contohnya adalah penyelesaian permasalahan Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik yang akan berangkat, yang sedang bekerja di luar negeri ataupun yang sudah kembali ke tanah air (purna PMI). Banyak sekali permasalahan yang hingga saat ini belum terselesaikan dengan baik. Padahal, waktu itu tanggal 28 Oktober 2019, kelompok pekerja migran Indonesia yang tergabung dalam Jokowi Pro Pekerja Migran Indonesia (Jopromig) telah mendeklarasikan dukungan kepada calon pasangan Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin. Salah satu alasannya adalah, ketika Presiden Jokowi yang saat itu berpasangan dengan Jusuf Kalla menjadi presiden dan wakil presiden untuk periode 2014-2019 dianggap telah berhasil memberikan perhatian yang luar biasa terhadap nasib para PMI.

Dalam pandangan kami, minimal ada dua hal yang menjadi alasan mengapa PMI layak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Pertama, PMI telah mendatangkan banyak devisa bagi Negara ini. Menurut catatan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pada tahun 2019, PMI telah memberikan sumbangan devisa ke negara sebesar Rp159,6 triliun. Ini merupakan jumlah yang sangat besar. Maka dari itu, pemerintah harus serius dengan membuat kebijakan yang bisa memberikan perlindungan yang lebih baik lagi tidak hanya bagi PMI, tetapi juga kepada keluarga yang ditinggalkannya.

Kedua, PMI telah mengurangi jumlah pengangguran yang ada di Tanah Air. Hingga akhir Agustus 2021, meskipun dalam keadaan masih pandemi Covid-19, Indonesia telah menempatkan sebanyak 46.043 PMI ke luar negeri. Walaupun jumlah tersebut relatif kecil jika dibandingan dalam kondisi normal yang mampu menempatkan 260 ribu PMI setiap tahunnya.

Dalam rangka memperingati Hari Pekerja Migran Internasional yang jatuh pada tanggal 18 Desember 2021, kami memberikan beberapa catatan penting kepada pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, terkait permasalahan yang selama ini masih dihadapi oleh PMI.

Pertama, penanganan Covid-19 terhadap PMI di luar negeri. Masih banyak PMI kita di luar negeri yang belum tertangani dengan baik, seperti di Tiongkok, Singapura, dan para pekerja Anak Buah Kapal (ABK) di kapal pesiar maupun kapal ikan. Berdasarkan data dari Kemenaker yang dihimpun dari rentang waktu Januari 2020 sampai Juli 2021, jumlah PMI yang meninggal dunia sebanyak 841 orang. Sedangkan jumlah yang kembali ke Tanah Air dalam kondisi sakit sebanyak 1.105 orang. Meskipun belum tentu dikarenakan Covid-19, hal ini tetap harus menjadi catatan penting bagi pemerintah dalam menangani PMI di luar negeri, terutama terkait pandemic Covid-19.

Kedua, pemerintah lamban dalam mengantisipasi gelombang kepulangan para PMI yang kemudian berdampak pada bertambahnya pengangguran di dalam negeri. Hal ini diperkuat dengan survei yang dilakukan oleh International Organization forMigration(IOM) pada medium Juli 2021 terhadap PMI yang kembali ke Tanah Air selama pandemi. Dalam survei tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 70% pekerja migran yang pulang ke Indonesia, mereka menjadi pengangguran.

Dampak dari pengangguran ini, secara nyata dirasakan oleh masyarakat di tingkat bawah. Tanggal 15 Desember 2021 lalu, sedikitnya 11 orang calon PMI ilegal meninggal dunia dan 27 orang belum ditemukan setelah perahu yang membawa mereka ke Malaysia untuk bekerja tenggelam di laut karena cuaca dan badai di Malaysia Selatan. Bahkan menurut laporan, perahu yang mereka tumpangi diyakini membawa tidak kurang dari 60 orang calon pekerja. Kita tidak bisa menyalahkan mereka, karena pemerintah hingga saat ini tidak mampu menyediakan pekerjaan yang layak bagi warganya.

Ketiga, pada medio Agustus dan September 2020, pemerintah gagal memberangkatkan calon pekerja migran Indonesia ke luar negeri. Hal ini merupakan dampak dari dikeluarkannya Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No.151/2020 tentang Penghentian Sementara Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Namun disisi lain, pemerintah tidak menyiapkan sebuah kebijakan yang bisa memberikan solusi atas kegagalan pemberangkatan tersebut. Padahal setidaknya menurut data dari Migrant Care ada sekitar 43 ribu calon PMI yang akhirnya terkatung-katung di tempat penampungan. Ada pendapat bahwa PMI yang gagal berangkat akan mendapatkan bantuan dari pemerintah dengan mengakses Kartu Prakerja, tetapi hal itu masih belum jelas seperti apa implementasinya di lapangan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1503 seconds (0.1#10.140)