Asap Kretek Menguap di Hollywood
loading...
A
A
A
Mirip Mariyuana
Kabar kretek sangat disukai masyarakat Amerika sudah lama kita dengar. Mereka sering menyebut rokok beraroma perisa ini mirip-mirip mariyuana alias ganja.
Efek aroma mariyuana dipengaruhi oleh kandungan aneka perisa atau rempah yang terkandung dalam kretek, seperti cengkeh, manis jangan, kapulaga, dan lain-lain. Aroma ini menjadi faktor pembeda dari rokok putih produk Philip Morris Amerika atau BAT Inggris umumnya.
Kisah paling dramatik pernah digambarkan Pramudya Ananta Toer dengan sangat indah dalam buku Mark Hanusz Kretek, The Culture and He-ritage of Indonesia's Clove Cigarette(2000). Kisah tentang perjalanan diplomatik H Agus Salim di Britania Raya, yang menyebut aroma kretek sebagai alasan Barat menjajah dunia oleh karena kandungan rempahnya. Jawaban itu tak saja menghentikan upaya para diplomat Inggris yang meminta Agus Salim menyudahi mengisap kretek di pertemuan itu, sekaligus memperolok mereka.
Produk-produk kretek, khususnya Djarum yang diekspor ke Amerika, memang menawarkan berbagai aroma yang cukup memikat. Antara lain Djarum Super, LA Lights, L.A Menthol Lights, juga Djarum Black Menthol, Black Cappucino dan Black Tea.
Data-data ketertarikan selebriti Amerika terhadap kretek terus tumbuh dan menguatirkan FDA (Food and Drug Administration) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat. Pada 2009 mereka menyusun draft UU untuk mencegah masyarakat tertarik pada kretek. Ketertarikan itu bisa digambarkan melalui data ekspor pada tahun-tahun munculnya UU itu.
Perang Dagang
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kretek tercatat sampai tahun 2009 mencapai USD500 juta, atau setara Rp4,26 triliun (dengan kurs saat itu). Dan seperlimanya diekspor ke Amerika Serikat (neraca.co.id, 25/04/2012). Angka itu setara hampir satu triliun rupiah. Pertumbuhan ekspor kretek di dunia dari tahun ke tahun terus tumbuh mencapai lebih dari lima persen. Hampir satu persen dari itu diserap oleh pasar rokok di Amerika.
Ekspor kretek Indonesia dibanding total nilai pasar rokok dunia sebetulnya masih sangat rendah. Nilai pasar rokok dunia pada 2009 mencapai USD575 miliar (Euromonitor International, 2019), atau setara Rp5.000 triliun (dengan kurs dolar Rp9.000). Nilai ekspor kretek sebesar Rp4,26 triliun itu hanya setara 0,001% dari total nilai pasar rokok dunia.
Tetapi, pertumbuhan lebih dari 5% menunjukkan angka yang cukup signifikan dalam tren konsumsi jenis kretek dibanding rokok putih atau rokok tanpa perisa umumnya. Pertumbuhan ini secara bisnis cukup menguatirkan para pemain rokok. Apalagi telah menyasar kalangan Hollywood sebagai influencer paling berpengaruh terhadap perilaku anak muda di Amerika dan dunia.
Upaya penghentian itu terjadi pada 2009. Presiden Barack Obama atas usul FDA mengeluarkan UU Pengendalian Keluarga dari Asap Rokok (Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act) pada 22 Juni 2009. Dalam UU itu, rokok beraroma, termasuk perisa, dilarang diedarkan di pasar Amerika. Mulai 2010, ekspor kretek ke Amerika mengalami penurunan yang sangat drastis.
Pemerintah Indonesia melakukan protes kepada Amerika lewat WTO (World Trade Organization). UU ini dinilai diskriminatif, karena rokok putih mentol yang juga masuk kategori rokok beraroma tidak ikut dalam daftar produk yang dilarang. Rokok jenis ini menguasai 10% pasar rokok di Amerika dan sebagian besar diproduksi oleh Philip Morris.
Kabar kretek sangat disukai masyarakat Amerika sudah lama kita dengar. Mereka sering menyebut rokok beraroma perisa ini mirip-mirip mariyuana alias ganja.
Efek aroma mariyuana dipengaruhi oleh kandungan aneka perisa atau rempah yang terkandung dalam kretek, seperti cengkeh, manis jangan, kapulaga, dan lain-lain. Aroma ini menjadi faktor pembeda dari rokok putih produk Philip Morris Amerika atau BAT Inggris umumnya.
Kisah paling dramatik pernah digambarkan Pramudya Ananta Toer dengan sangat indah dalam buku Mark Hanusz Kretek, The Culture and He-ritage of Indonesia's Clove Cigarette(2000). Kisah tentang perjalanan diplomatik H Agus Salim di Britania Raya, yang menyebut aroma kretek sebagai alasan Barat menjajah dunia oleh karena kandungan rempahnya. Jawaban itu tak saja menghentikan upaya para diplomat Inggris yang meminta Agus Salim menyudahi mengisap kretek di pertemuan itu, sekaligus memperolok mereka.
Produk-produk kretek, khususnya Djarum yang diekspor ke Amerika, memang menawarkan berbagai aroma yang cukup memikat. Antara lain Djarum Super, LA Lights, L.A Menthol Lights, juga Djarum Black Menthol, Black Cappucino dan Black Tea.
Data-data ketertarikan selebriti Amerika terhadap kretek terus tumbuh dan menguatirkan FDA (Food and Drug Administration) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat. Pada 2009 mereka menyusun draft UU untuk mencegah masyarakat tertarik pada kretek. Ketertarikan itu bisa digambarkan melalui data ekspor pada tahun-tahun munculnya UU itu.
Perang Dagang
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kretek tercatat sampai tahun 2009 mencapai USD500 juta, atau setara Rp4,26 triliun (dengan kurs saat itu). Dan seperlimanya diekspor ke Amerika Serikat (neraca.co.id, 25/04/2012). Angka itu setara hampir satu triliun rupiah. Pertumbuhan ekspor kretek di dunia dari tahun ke tahun terus tumbuh mencapai lebih dari lima persen. Hampir satu persen dari itu diserap oleh pasar rokok di Amerika.
Ekspor kretek Indonesia dibanding total nilai pasar rokok dunia sebetulnya masih sangat rendah. Nilai pasar rokok dunia pada 2009 mencapai USD575 miliar (Euromonitor International, 2019), atau setara Rp5.000 triliun (dengan kurs dolar Rp9.000). Nilai ekspor kretek sebesar Rp4,26 triliun itu hanya setara 0,001% dari total nilai pasar rokok dunia.
Tetapi, pertumbuhan lebih dari 5% menunjukkan angka yang cukup signifikan dalam tren konsumsi jenis kretek dibanding rokok putih atau rokok tanpa perisa umumnya. Pertumbuhan ini secara bisnis cukup menguatirkan para pemain rokok. Apalagi telah menyasar kalangan Hollywood sebagai influencer paling berpengaruh terhadap perilaku anak muda di Amerika dan dunia.
Upaya penghentian itu terjadi pada 2009. Presiden Barack Obama atas usul FDA mengeluarkan UU Pengendalian Keluarga dari Asap Rokok (Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act) pada 22 Juni 2009. Dalam UU itu, rokok beraroma, termasuk perisa, dilarang diedarkan di pasar Amerika. Mulai 2010, ekspor kretek ke Amerika mengalami penurunan yang sangat drastis.
Pemerintah Indonesia melakukan protes kepada Amerika lewat WTO (World Trade Organization). UU ini dinilai diskriminatif, karena rokok putih mentol yang juga masuk kategori rokok beraroma tidak ikut dalam daftar produk yang dilarang. Rokok jenis ini menguasai 10% pasar rokok di Amerika dan sebagian besar diproduksi oleh Philip Morris.