Krisis Lingkungan dan Paradigma Baru Pengelolaan SDA

Senin, 13 Desember 2021 - 13:59 WIB
loading...
Krisis Lingkungan dan...
Gilang Ramadan, Center for Religious and Cross-Cultural Studies UGM
A A A
Gilang Ramadan
Center for Religious and Cross-Cultural Studies
Universitas Gadjah Mada

KERUSAKAN lingkungan yang berefek pada penderitaan manusia secara besar-besaran, akan menjadi catatan sejarah paling mengerikan dalam lanskap kehidupan umat manusia selama dasawarsa ke depan. Meski tidak secara tersurat tertulis, kerusakan lingkungan yang muncul, merupakan konsekuensi logis dari pembangunan neoliberalisme dan sistem ekonomi kapitalis, yang secara umum berlandaskan pada produksi untuk akumulasi laba.

Akumulasi laba dalam pengertian ini merupakan upaya untuk mencapai efisiensi penurunan biaya produksi, bukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Di bawah logika efisiensi inilah, segala macam produksi mendapat legitimasi pembangunan ekonomi.

Digunakannya logika efisiensi, pada akhirnya berefek pada punahnya ribuan spesies biota makhluk hidup, yang secara langsung merupakan akibat dari alih fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi. Dalam neraca bisnis, cara yang demikian dianggap wajar dan absah.

Sebab, berapapun jumlah spesies yang punah tersebut, tidaklah masuk perhitungan biaya bisnis. Biaya bisnis dalam kategori ini berjalan di bawah spekrum bahwa sebuah bisnis bisa menekan biaya jual ‘murah’ tanpa harus memasukkan biaya konservasi biota terdampak, dan karenanya hal tersebut dinilai wajar.

Dalam logika kapitalisme, masyarakat sebagai target pasar dari pelaku bisnis, tentu akan memilih barang yang harganya lebih murah dibanding yang lebih mahal, meski di dalamnya terdapat biaya konservasi. Sistem kapitalisme semacam ini merupakan dampak dari ‘persaingan usaha bebas’, yang kemudian menjadi celah bagi pelaku bisnis untuk menekan biaya jual.

Dampaknya, selama tidak ada regulasi, perlindungan, dan keberpihakan negara pada yang terdampak tersebut, tentu sebuah bisnis akan memilih jalan efisien, dan terus melakukan eksploitasi terhadap alam. Bagi penulis, hal demikian adalah cacat logika dari sistem kapitalisme yang menempatkan akumulasi laba dan nilai penjualan menjadi acuan utama, tanpa memperhitungan permasalahan lingkungan yang muncul dikemudian hari.

Paradigma keilmuan yang bersifat sempit dan reduksionis—seperti yang terdapat dalam logika kapitalisme—memisahkan antara manusia dan lingkungan; menganggap bahwa lingkungan tidak tersentuh oleh aktivitas manusia (Haber, 2004). Tak dapat disangkal, keberlangsungan hidup manusia menuntut adanya produktivitas ekonomi yang berlangsung terus-menerus.

Semua kebutuhan manusia, diambil dari alam yang sebagian besar tidak terbaharukan. Jika dibiarkan secara simultan dan tak mengenal adanya pembatasan, kerusakan lingkungan pada akhirnya menjadi puncak dari usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebijakan pembangunan yang didominasi oleh modernisasi dan konsumerisme pemenuhan pasar, berdampak pada ketimpangan ekologis yang membabi buta.

Setelah memetakan kerentanan diskursus di atas, penulis berusaha untuk mengonstruk bentuk ketahanan adaptif yang menunjang sustainability pada sistem sosial. Meskipun dalam kategori tertentu, penulis akui bahwa penggunaan paradigma sistem ketahanan sosial belum sepenuhnya memadai untuk dijadikan sebagai bangun rancang dalam menganalisa persoalan ekologi, karena refleksi kapasitas manusia sangat kompleks bila diimplementasikan dalam tindakan sosial.
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Pope Francis dan Dialog...
Pope Francis dan Dialog Antaragama untuk Perdamaian
Mitigasi Daerah dalam...
Mitigasi Daerah dalam Efisiensi APBN
Memotret Kebijakan Palestina...
Memotret Kebijakan Palestina dan Urgensi Harmoni Sosial dalam Perspektif Global
Idulfitri dan Nyepi...
Idulfitri dan Nyepi sebagai Momentum Energi Cinta dan Perdamaian Umat
PMII dan Tantangan Kaderisasi...
PMII dan Tantangan Kaderisasi di Era Ketidakpastian
Nasib Pengawas Sekolah...
Nasib Pengawas Sekolah di Ujung Tanduk?
Ruh Perlawanan dan Tanda-Tanda...
Ruh Perlawanan dan Tanda-Tanda Zaman
BPI Danantara: Peluang...
BPI Danantara: Peluang atau Tantangan untuk Pertumbuhan Ekonomi Indonesia?
Dari Deflasi menuju...
Dari Deflasi menuju Resesi: Lampu Kuning Ekonomi Indonesia
Rekomendasi
UTBK 2025 Diwarnai Kecurangan,...
UTBK 2025 Diwarnai Kecurangan, Panitia Temukan 10 Joki Lintas Provinsi
Dua Anak Usaha BRI Bersinergi...
Dua Anak Usaha BRI Bersinergi Lindungi Para Ibu Pencari Rezeki
Hasil Piala Sudirman...
Hasil Piala Sudirman 2025: Lanny/Fadia Sikat Ganda India, Indonesia Lolos ke Perempat Final
Berita Terkini
Menteri PPPA Sebut Womens...
Menteri PPPA Sebut Women's Inspiration Awards 2025 Perayaan atas Kekuatan, Kecerdasan, dan Ketangguhan Perempuan Indonesia
21 menit yang lalu
Momen Kedatangan Jenderal...
Momen Kedatangan Jenderal Ahmad Yani ke Padang yang Bikin PRRI Hengkang
31 menit yang lalu
Polemik Ijazah Jokowi...
Polemik Ijazah Jokowi Berujung Laporan Polisi, Rismon Hasiholan: Kajian Ilmiah Harus Dilawan dengan Kajian Ilmiah
1 jam yang lalu
Daftar Lengkap Penerima...
Daftar Lengkap Penerima Penghargaan Women's Inspiration Awards 2025
2 jam yang lalu
Survei Rumah Politik,...
Survei Rumah Politik, Mayoritas Publik Puas dengan Kinerja Gibran
2 jam yang lalu
May Day Bareng Ribuan...
May Day Bareng Ribuan Buruh di Monas: Prabowo dan Harapan Baru untuk Pekerja
2 jam yang lalu
Infografis
Pakistan dan India Diambang...
Pakistan dan India Diambang Perang Habis-habisan
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved