Krisis Lingkungan dan Paradigma Baru Pengelolaan SDA
loading...
A
A
A
Berangkat dari asumsi bahwa permasalahan ekologis juga dipengaruhi oleh proses ekonomi-politik serta berdampak pada nilai sosial, maka ekologi politik dapat dijadikan sebagai opsi untuk mengatasi hilangnya kesadaran manusia terhadap lingkungan.
Ada beberapa asumsi yang coba diajukan Bailey dan Bryant terhadap kerusakan lingkungan dan kaitannya dengan ekologi politik; pertama, perbedaan ekonomi, politik dan sosial antarmanusia berperan dalam ketimpangan distribusi manfaat dan kerugian terhadap akses sumber daya yang dimiliki bumi. Kedua, kerusakan lingkungan juga mempengaruhi perubahan dalam kehidupan ekonomi, politik dan sosial manusia (Bailey & Bryant, 1997).
Ekologi politik dapat menggambarkan adanya ketidaksetaraan kuasa dan akses terhadap lingkungan beserta kerusakannya sekaligus menawarkan alternatif keseimbangan ekologis secara ekonomi-politik dalam pemanfaatannya. Maka dengan begitu, dalam kaitannya terhadap pemangku kebijakan dan regulasi politik, ekologi politik dapat menjadi jembatan dari permasalahan lingkungan yang ada tanpa harus mereduksi satu dengan lainnya.
Selain ekologi politik, ekologi ekonomi turut menjadi faktor yang penting untuk diperhitungkan. Cara pandang manusia modern yang masih berkutat dengan sistem ekonomi klasik menjadi penyebab dari hilangnya kesadaran manusia modern terhadap kelestarian lingkungan sekitarnya.
Sebagaimana jamak diketahui, sistem ekonomi klasik yang sering dipakai oleh Max Webber, Joseph Schumpeter, ataupun William Ashley, masih mengaksentuasikan pada konsep pertumbuhan (growth); mengukur keberhasilan produksi melebihi yang diperoleh sebelumnya; mengukur surplus produksi berdasarkan pada lebihnya surplus yang diraih; mengukur suksesnya produksi dengan meningkatnya nilai finansial.
Cara pandang ekonomi klasik di atas, menghiraukan tentang apa yang ada di lingkungan sekitarnya, tidak peduli terhadap yang lain, dan lebih mengutamakan transaksi surplus (yang penting untung). Jika demikian pemaknaannya, kelestarian lingkungan tidak lagi menjadi perhatian utama; menanggalkan kesadaran ekologi, dan memposisikan alam sebagai sesuatu yang sub-ordinat. Dampaknya, kerusakan alam dengan segala bentuk variannya menjadi hal yang tak terhindari.
Untuk meminimalisir krisis ekologi yang lebih parah, Kate Raworth menawarkan konsep ekonomi donat (doughnut economy), sebagai jalan pintas untuk mengevaluasi dan meninjau ulang penggunaan konsep ekonomi klasik. Menurut Raworth, embrio lahirnya ekonomi donat dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa, alam penting untuk diperhatikan dan dilestarikan habitusnya melebihi surplus finansial seperti yang ditekankan oleh ekonomi klasik (Raworth, 2019).
Raworth menyebut, konsep ekonomi donat tidak lagi memakai adagium ‘membuang sampah pada tempatnya’ melainkan ‘kelola sampah untuk produk selanjutnya’. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Reworth hendak mengantarkan pada kesimpulan, tujuan utama produksi dalam sistem ekonomi harus didudukkan setara (equality) dengan lestarinya habitus lingkungan sekitar, tidak mensubordinatkan alam, apalagi mengeksploitasinya.
Kesadaran ekologi ekonomi—doughnut economy—dalam bentuk inilah yang penting untuk terus didesiminasikan kelanjutannya, dengan tujuan untuk menjaga habitus lingkungan dan alam yang lebih lestari.
Bibliography:
- Bacon, F. (1597). Meditationes Sacrae and Human Philosophy. United States: Literary Licensing.
- Bailey, S., & Bryant, R. (1997). Third World Political Ecology. London : Routledge.
- Barrow, C. (2003). Environmental Change and Human Development: Controlling Nature? London: Arnold .
- Bertens, K. (2013). Sejarah Filsafat Kontemporer: Jerman dan Inggris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Fox, W. (1995). Toward a Transpersonal Ecology. New York: State University of New York Press.
- Haber, W. (2004). Landscape Ecology as a Bridge From Ecosystems to Human Ecology. Ecological Research Vol 19, 99-106.
- Horkheimer, M. (1972). Critical Theory: Selected Essays. New York: Seabury Press.
- Horkheimer, M., & Adorno, T. (2002). Dialectic of Enlightenment. Stanford : Stanford University Press.
- Raworth, K. (2019). Doughnut Economics for Thriving 21st Century. Green European Journal, 8-13.
- Stiglitz, J. E. (2006). Making Globalization Work. New York: W.W. Norton & Company.
Ada beberapa asumsi yang coba diajukan Bailey dan Bryant terhadap kerusakan lingkungan dan kaitannya dengan ekologi politik; pertama, perbedaan ekonomi, politik dan sosial antarmanusia berperan dalam ketimpangan distribusi manfaat dan kerugian terhadap akses sumber daya yang dimiliki bumi. Kedua, kerusakan lingkungan juga mempengaruhi perubahan dalam kehidupan ekonomi, politik dan sosial manusia (Bailey & Bryant, 1997).
Ekologi politik dapat menggambarkan adanya ketidaksetaraan kuasa dan akses terhadap lingkungan beserta kerusakannya sekaligus menawarkan alternatif keseimbangan ekologis secara ekonomi-politik dalam pemanfaatannya. Maka dengan begitu, dalam kaitannya terhadap pemangku kebijakan dan regulasi politik, ekologi politik dapat menjadi jembatan dari permasalahan lingkungan yang ada tanpa harus mereduksi satu dengan lainnya.
Selain ekologi politik, ekologi ekonomi turut menjadi faktor yang penting untuk diperhitungkan. Cara pandang manusia modern yang masih berkutat dengan sistem ekonomi klasik menjadi penyebab dari hilangnya kesadaran manusia modern terhadap kelestarian lingkungan sekitarnya.
Sebagaimana jamak diketahui, sistem ekonomi klasik yang sering dipakai oleh Max Webber, Joseph Schumpeter, ataupun William Ashley, masih mengaksentuasikan pada konsep pertumbuhan (growth); mengukur keberhasilan produksi melebihi yang diperoleh sebelumnya; mengukur surplus produksi berdasarkan pada lebihnya surplus yang diraih; mengukur suksesnya produksi dengan meningkatnya nilai finansial.
Cara pandang ekonomi klasik di atas, menghiraukan tentang apa yang ada di lingkungan sekitarnya, tidak peduli terhadap yang lain, dan lebih mengutamakan transaksi surplus (yang penting untung). Jika demikian pemaknaannya, kelestarian lingkungan tidak lagi menjadi perhatian utama; menanggalkan kesadaran ekologi, dan memposisikan alam sebagai sesuatu yang sub-ordinat. Dampaknya, kerusakan alam dengan segala bentuk variannya menjadi hal yang tak terhindari.
Untuk meminimalisir krisis ekologi yang lebih parah, Kate Raworth menawarkan konsep ekonomi donat (doughnut economy), sebagai jalan pintas untuk mengevaluasi dan meninjau ulang penggunaan konsep ekonomi klasik. Menurut Raworth, embrio lahirnya ekonomi donat dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa, alam penting untuk diperhatikan dan dilestarikan habitusnya melebihi surplus finansial seperti yang ditekankan oleh ekonomi klasik (Raworth, 2019).
Raworth menyebut, konsep ekonomi donat tidak lagi memakai adagium ‘membuang sampah pada tempatnya’ melainkan ‘kelola sampah untuk produk selanjutnya’. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Reworth hendak mengantarkan pada kesimpulan, tujuan utama produksi dalam sistem ekonomi harus didudukkan setara (equality) dengan lestarinya habitus lingkungan sekitar, tidak mensubordinatkan alam, apalagi mengeksploitasinya.
Kesadaran ekologi ekonomi—doughnut economy—dalam bentuk inilah yang penting untuk terus didesiminasikan kelanjutannya, dengan tujuan untuk menjaga habitus lingkungan dan alam yang lebih lestari.
Bibliography:
- Bacon, F. (1597). Meditationes Sacrae and Human Philosophy. United States: Literary Licensing.
- Bailey, S., & Bryant, R. (1997). Third World Political Ecology. London : Routledge.
- Barrow, C. (2003). Environmental Change and Human Development: Controlling Nature? London: Arnold .
- Bertens, K. (2013). Sejarah Filsafat Kontemporer: Jerman dan Inggris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Fox, W. (1995). Toward a Transpersonal Ecology. New York: State University of New York Press.
- Haber, W. (2004). Landscape Ecology as a Bridge From Ecosystems to Human Ecology. Ecological Research Vol 19, 99-106.
- Horkheimer, M. (1972). Critical Theory: Selected Essays. New York: Seabury Press.
- Horkheimer, M., & Adorno, T. (2002). Dialectic of Enlightenment. Stanford : Stanford University Press.
- Raworth, K. (2019). Doughnut Economics for Thriving 21st Century. Green European Journal, 8-13.
- Stiglitz, J. E. (2006). Making Globalization Work. New York: W.W. Norton & Company.