Putusan Unik PN Sumber Cirebon: Boleh Ganti Kelamin, Tak Boleh Ganti Nama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dua kakak beradik warga Kecamatan Dukupuntang, Cirebon , Jawa Barat dibuat bingung dengan putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Sumber. Permohonan perubahan jenis kelamin dari perempuan menjadi laki-laki dikabulkan tapi perubahan namanya ditolak.
Permohonan perubahan jenis kelamin dan nama itu didaftarkan oleh Abdurohman (55), ayah dari Nurbasmalah (17) dan Hamidah (15) ke PN Sumber, Cirebon pada 4 Oktober 2021. Perkara ini kemudian terdaftar dengan nomor 59/Pdt.P/2021/PN Sbr dan 60/Pdt.P/2021/PN Sbr. PN Sumber menunjuk Mhd Iqbal Fahri Juneidy Purba dan Chandra Revolisa menjadi hakim tunggal untuk dua perkara tersebut. Setelah melalui proses persidangan, hakim memberikan putusan pada 24 November 2021.
Mengutip dari sipp.pn.sumber.go.id, Selasa (7/12/2021), kedua hakim mengabulkan permohonan pemohon sebagian, yakni mengizinkan pemohon untuk mengganti jenis kelamin anak pemohon dan memerintahkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Cirebon untuk mencatat perubahan tersebut. Namun hakim menolak petitum lainnya terkait perubahan nama Nurbasmalah menjadi Ahmad Muhammad dan Hamidah menjadi Muhammad Hamdan.
Baca juga: Potret Oscar Lawalata Gunakan Baju Renang Usai Operasi Ganti Kelamin
Putusan hakim tersebut juga dikonfirmasi oleh kuasa hukum pemohon, Topik. Menurutnya, sesuai dengan yurisprudensi dan common sense, pengabulan perubahan jenis kelamin seharusnya berbarengan dengan perubahan nama. Hal itu bisa dilihat dalam putusan PN Ungaran Nomor 518/Pdt.P/2013/PN.Ung atau putusan PN Semarang pada 27 Desember 2011 dan putusan-putusan lain dalam kasus yang sama.
"Sayangnya hakim dalam kasus klien saya ini hakim memandang bahwa persoalan perubahan jenis kelamin dan perubahan nama adalah dua perkara yang berbeda," kata Topik kepada SINDOnews, Selasa (7/12/2021).
Menurut Topik, amar putusan hakim yang mengabulkan permohonan perubahan jenis kelamin tetapi menolak perubahan nama itu keliru. Sebab, jenis kelamin dan nama itu semestinya satu kesatuan. "Karena itu kami menyatakan banding ke tingkat kasasi agar permohonannya dikabulkan secara lengkap," kata Topik usai melayangkan memori kasasi ke Mahkamah Agung melalui kepaniteraan PN Sumber.
Untuk diketahui, pemohon Abdurohman memiliki tiga remaja perempuan dengan kecenderungan berkelamin ganda. Setelah menemui beberapa kejanggalan, fisik maupun psikis, mereka akhirnya menjalani serangkaian pemeriksaan medis. Oleh para dokter anak paling tua Ft (21) dinyatakan memiliki rahim yang tidak sempurna dan berkelamin ganda. Sementara Nurbasmalah dan Hamidah tidak memiliki rahim dan indung telur serta berkelamin ganda atau ambiguous genitalia. Dalam istilah Arab disebut khuntsa.
Baca juga: Dipecat karena Ganti Kelamin, Tentara Korea Selatan Bunuh Diri
Pada perkembangannya, Ft lebih memilih menjadi wanita karena sudah merasa nyaman dan dia merasa nalurinya juga perempuan. Sementara Nurbasmalah dan Hamidah memilih menjadi laki-laki. Akhirnya, setelah melalui serangkaian pemeriksaan medis, psikologis, dan psikiatris, ketiga remaja ini akan menjalani operasi untuk menjelaskan jenis kelamin masing-masing. Ft akan segera menjalani operasi untuk menyempurnakan keperempuanannya, sedangkan kedua adiknya kemudian menyusul untuk menjalani operasi kelamin menjadi laki-laki.
Dalam proses operasi kelamin agar menjadi jelas, Nurbasmalah dan Hamidah harus berganti status hukum dari perempuan menjadi laki-laki. Maka orang tuanya mengajukan permohonan penetapan perubahan jenis kelamin dan nama ke PN Sumber. Namun sayangnya, hakim hanya mengabulkan perubahan jenis kelamin, sedangkan perubahan nama ditolak.
"Seyogianya nama dan jenis kelamin itu satu kesatuan. Putusannya pun mestinya selaras. Ini lucu dan ambigu, hakim mengabulkan perubahan jenis kelamin anak-anak menjadi laki-laki, tetapi mereka masih menyandang nama perempuan," kata Topik.
Ahli tata bahasa Arab, Abdul Rifai menjelaskan, di dalam tradisi penamaan anak di Indonesia yang mayoritas warganya beragama Islam, masyarakat gemar memakai kata-kata dari bahasa Arab yang berarti baik dan mulia. "Umat Islam juga meyakini nama itu laksana doa, jadi nama-nama yang indah, baik, dan mulia disematkan pada bayi-bayi yang baru lahir," tuturnya.
Pria lulusan Jurusan Sastra Arab, Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ini mencontohkan beberapa nama dari kata bahasa Arab. Ada salim yang berarti orang yang selamat, jamil artinya rupawan, atau aziz yang berarti perkasa. Rifai menambahkan bahwa kata-kata tersebut dipakai untuk anak-anak berjenis kelamin laki-laki. Kalau nama-nama itu dilekatkan pada anak-anak berjenis kelamin perempuan akan berubah menjadi Salimah, Jamilah, dan Azizah.
"Biasanya ada akhiran ta' marbuthah pada kata asalnya dalam nama-nama perempuan, untuk mencirikan bahwa itu isim muannats, kata benda dari golongan perempuan atau jenis betina," paparnya.
Seorang penyelaras bahasa sebuah harian nasional, Jay AM, pun menjelaskan hal serupa. "Rasanya di seluruh dunia, bukan cuma Indonesia atau Arab, nama bagi anak perempuan dan laki-laki itu dibedakan. Stephanie biasanya perempuan, untuk laki-lakinya Steven. Tidak ada Jhon untuk anak perempuan. Itu banyak sekali dipakai di berbagai belahan dunia, dengan beragam variasinya," katanya.
Meski demikian, di mana pun ada nama yang ambigu, yang bisa dipakai oleh laki-laki dan perempuan alias netral gender. Misalnya Dian, Ade, Ari, Adrian, Ananta, Eka, dsb. "Tetapi pada dasarnya memang dibedakan secara terang, apalagi di dalam penamaan yang bersumber dari kata-kata bahasa Arab," ucap Jay.
Permohonan perubahan jenis kelamin dan nama itu didaftarkan oleh Abdurohman (55), ayah dari Nurbasmalah (17) dan Hamidah (15) ke PN Sumber, Cirebon pada 4 Oktober 2021. Perkara ini kemudian terdaftar dengan nomor 59/Pdt.P/2021/PN Sbr dan 60/Pdt.P/2021/PN Sbr. PN Sumber menunjuk Mhd Iqbal Fahri Juneidy Purba dan Chandra Revolisa menjadi hakim tunggal untuk dua perkara tersebut. Setelah melalui proses persidangan, hakim memberikan putusan pada 24 November 2021.
Mengutip dari sipp.pn.sumber.go.id, Selasa (7/12/2021), kedua hakim mengabulkan permohonan pemohon sebagian, yakni mengizinkan pemohon untuk mengganti jenis kelamin anak pemohon dan memerintahkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Cirebon untuk mencatat perubahan tersebut. Namun hakim menolak petitum lainnya terkait perubahan nama Nurbasmalah menjadi Ahmad Muhammad dan Hamidah menjadi Muhammad Hamdan.
Baca juga: Potret Oscar Lawalata Gunakan Baju Renang Usai Operasi Ganti Kelamin
Putusan hakim tersebut juga dikonfirmasi oleh kuasa hukum pemohon, Topik. Menurutnya, sesuai dengan yurisprudensi dan common sense, pengabulan perubahan jenis kelamin seharusnya berbarengan dengan perubahan nama. Hal itu bisa dilihat dalam putusan PN Ungaran Nomor 518/Pdt.P/2013/PN.Ung atau putusan PN Semarang pada 27 Desember 2011 dan putusan-putusan lain dalam kasus yang sama.
"Sayangnya hakim dalam kasus klien saya ini hakim memandang bahwa persoalan perubahan jenis kelamin dan perubahan nama adalah dua perkara yang berbeda," kata Topik kepada SINDOnews, Selasa (7/12/2021).
Menurut Topik, amar putusan hakim yang mengabulkan permohonan perubahan jenis kelamin tetapi menolak perubahan nama itu keliru. Sebab, jenis kelamin dan nama itu semestinya satu kesatuan. "Karena itu kami menyatakan banding ke tingkat kasasi agar permohonannya dikabulkan secara lengkap," kata Topik usai melayangkan memori kasasi ke Mahkamah Agung melalui kepaniteraan PN Sumber.
Untuk diketahui, pemohon Abdurohman memiliki tiga remaja perempuan dengan kecenderungan berkelamin ganda. Setelah menemui beberapa kejanggalan, fisik maupun psikis, mereka akhirnya menjalani serangkaian pemeriksaan medis. Oleh para dokter anak paling tua Ft (21) dinyatakan memiliki rahim yang tidak sempurna dan berkelamin ganda. Sementara Nurbasmalah dan Hamidah tidak memiliki rahim dan indung telur serta berkelamin ganda atau ambiguous genitalia. Dalam istilah Arab disebut khuntsa.
Baca juga: Dipecat karena Ganti Kelamin, Tentara Korea Selatan Bunuh Diri
Pada perkembangannya, Ft lebih memilih menjadi wanita karena sudah merasa nyaman dan dia merasa nalurinya juga perempuan. Sementara Nurbasmalah dan Hamidah memilih menjadi laki-laki. Akhirnya, setelah melalui serangkaian pemeriksaan medis, psikologis, dan psikiatris, ketiga remaja ini akan menjalani operasi untuk menjelaskan jenis kelamin masing-masing. Ft akan segera menjalani operasi untuk menyempurnakan keperempuanannya, sedangkan kedua adiknya kemudian menyusul untuk menjalani operasi kelamin menjadi laki-laki.
Dalam proses operasi kelamin agar menjadi jelas, Nurbasmalah dan Hamidah harus berganti status hukum dari perempuan menjadi laki-laki. Maka orang tuanya mengajukan permohonan penetapan perubahan jenis kelamin dan nama ke PN Sumber. Namun sayangnya, hakim hanya mengabulkan perubahan jenis kelamin, sedangkan perubahan nama ditolak.
"Seyogianya nama dan jenis kelamin itu satu kesatuan. Putusannya pun mestinya selaras. Ini lucu dan ambigu, hakim mengabulkan perubahan jenis kelamin anak-anak menjadi laki-laki, tetapi mereka masih menyandang nama perempuan," kata Topik.
Ahli tata bahasa Arab, Abdul Rifai menjelaskan, di dalam tradisi penamaan anak di Indonesia yang mayoritas warganya beragama Islam, masyarakat gemar memakai kata-kata dari bahasa Arab yang berarti baik dan mulia. "Umat Islam juga meyakini nama itu laksana doa, jadi nama-nama yang indah, baik, dan mulia disematkan pada bayi-bayi yang baru lahir," tuturnya.
Pria lulusan Jurusan Sastra Arab, Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ini mencontohkan beberapa nama dari kata bahasa Arab. Ada salim yang berarti orang yang selamat, jamil artinya rupawan, atau aziz yang berarti perkasa. Rifai menambahkan bahwa kata-kata tersebut dipakai untuk anak-anak berjenis kelamin laki-laki. Kalau nama-nama itu dilekatkan pada anak-anak berjenis kelamin perempuan akan berubah menjadi Salimah, Jamilah, dan Azizah.
"Biasanya ada akhiran ta' marbuthah pada kata asalnya dalam nama-nama perempuan, untuk mencirikan bahwa itu isim muannats, kata benda dari golongan perempuan atau jenis betina," paparnya.
Seorang penyelaras bahasa sebuah harian nasional, Jay AM, pun menjelaskan hal serupa. "Rasanya di seluruh dunia, bukan cuma Indonesia atau Arab, nama bagi anak perempuan dan laki-laki itu dibedakan. Stephanie biasanya perempuan, untuk laki-lakinya Steven. Tidak ada Jhon untuk anak perempuan. Itu banyak sekali dipakai di berbagai belahan dunia, dengan beragam variasinya," katanya.
Meski demikian, di mana pun ada nama yang ambigu, yang bisa dipakai oleh laki-laki dan perempuan alias netral gender. Misalnya Dian, Ade, Ari, Adrian, Ananta, Eka, dsb. "Tetapi pada dasarnya memang dibedakan secara terang, apalagi di dalam penamaan yang bersumber dari kata-kata bahasa Arab," ucap Jay.
(abd)