TII: Tingkat Risiko Korupsi Lembaga Pertahanan Indonesia Tinggi
loading...
A
A
A
"Kerangka kode etik dan pelatihan tentang masalah korupsi sangat terbatas dan belum dilaksanakan secara regular, serta sistem perlindungan whistleblowing di lembaga-lembaga pertahanan dinilai belum cukup kuat," kata Danang.
Pada indikator militer, Indonesia memperoleh skor 16. Hal itu dikarenakan sebagai penyumbang pasukan terbesar ke-8 untuk operasi perdamaian PBB, Indonesia belum memiliki langkah antikorupsi yang kuat untuk memastikan mitigasi selama deployment.
Selain itu, doktrin militer Indonesia tidak membahas korupsi sebagai isu strategis dalam operasi militer. Saat ini, menurut TII, pelatihan antikorupsi yang diberikan kepada prajurit tidak secara khusus membahas operasi dan komandan pasukan kan tidak menerima pelatihan tentang masalah korupsi selama pra penempatan
"Operasi militer juga belum dilengkapi dengan instrumen monitoring dan evaluasi untuk mendeteksi dan mengurangi risiko korupsi di lingkungan operasional, terutama di posisi yang rentan seperti pengadaan," kata Danang.
Dan terakhir pada indikator pengadaan mendapatkan skor 56. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar pengadaan pertahanan bersifat single source dan pemilihan prosedur pengadaan tidak dinilai oleh Badan Pengawasan eksternal sehingga meningkatkan resiko korupsi dalam prosesnya.
Tidak hanya itu, kewajiban pemenuhan kontrak offset berjalan belum transparan dan hanya ada sedikit penilaian terhadap dampak dari kesepakatan pengadaan tersebut pada industri Pertahanan Nasional.
" Dan jualitas transparasi pengadaan cukup rendah dimana rincian kontak tidak tersedia untuk umum dan pembelian sebenarnya juga sering tidak diungkapkan. Sebagian besar akuisisi tidak dimasukkan dalam portal pengadaan umum karena dilakukan melalui pemberian langsung atau tender terbatas dan pengawasan parlemen hanya sangat terbatas pada proses pengadaan secara keseluruhan," ungkap Danang.
Maka dari itu, TII merekomendasikan agar lembaga pertahanan Indonesia melakukan penguatan pengawasan internal dan eksternal. "Serta penguatan integritas perusahaan pertahanan, penguatan instrumen antikorupsi di lembaga pertahanan dan penguatan pengawasan kelompok masyarakat sipil," pungkasnya.
Pada indikator militer, Indonesia memperoleh skor 16. Hal itu dikarenakan sebagai penyumbang pasukan terbesar ke-8 untuk operasi perdamaian PBB, Indonesia belum memiliki langkah antikorupsi yang kuat untuk memastikan mitigasi selama deployment.
Selain itu, doktrin militer Indonesia tidak membahas korupsi sebagai isu strategis dalam operasi militer. Saat ini, menurut TII, pelatihan antikorupsi yang diberikan kepada prajurit tidak secara khusus membahas operasi dan komandan pasukan kan tidak menerima pelatihan tentang masalah korupsi selama pra penempatan
"Operasi militer juga belum dilengkapi dengan instrumen monitoring dan evaluasi untuk mendeteksi dan mengurangi risiko korupsi di lingkungan operasional, terutama di posisi yang rentan seperti pengadaan," kata Danang.
Dan terakhir pada indikator pengadaan mendapatkan skor 56. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar pengadaan pertahanan bersifat single source dan pemilihan prosedur pengadaan tidak dinilai oleh Badan Pengawasan eksternal sehingga meningkatkan resiko korupsi dalam prosesnya.
Tidak hanya itu, kewajiban pemenuhan kontrak offset berjalan belum transparan dan hanya ada sedikit penilaian terhadap dampak dari kesepakatan pengadaan tersebut pada industri Pertahanan Nasional.
" Dan jualitas transparasi pengadaan cukup rendah dimana rincian kontak tidak tersedia untuk umum dan pembelian sebenarnya juga sering tidak diungkapkan. Sebagian besar akuisisi tidak dimasukkan dalam portal pengadaan umum karena dilakukan melalui pemberian langsung atau tender terbatas dan pengawasan parlemen hanya sangat terbatas pada proses pengadaan secara keseluruhan," ungkap Danang.
Maka dari itu, TII merekomendasikan agar lembaga pertahanan Indonesia melakukan penguatan pengawasan internal dan eksternal. "Serta penguatan integritas perusahaan pertahanan, penguatan instrumen antikorupsi di lembaga pertahanan dan penguatan pengawasan kelompok masyarakat sipil," pungkasnya.
(muh)