Rawan Terpapar Covid-19, Honor Petugas Adhoc Pilkada Bakal Ditambah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pilkada Serentak 2020 yang dilaksanakan di masa pandemi Covid-19 membuat petugas adhoc yang bekerja di lapangan mengalami risiko tinggi terpapar virus. Muncul usulan agar honor untuk petugas adhoc ini dinaikkan sebagai bentuk apresiasi.
Usulan menaikkan honor ini mengemuka pada rapat dengar pendapat antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu pada Rabu (3/6/2020). Usulan ini selanjutnya akan ikut dibahas oleh DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Kementerian Keuangan. Petugas adhoc ini terdiri atas panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, usulan memberi tambahan penghasilan kepada petugas adhoc ini datang dari anggota Komisi II DPR. Dia menyambut baik dan menyebut bahwa sangat mungkin usulan tersebut terealisasi. Mengenai besaran kenaikan honor, Arief belum bisa memastikan. (Baca: Panitia Adhoc Pilkada Akan Dilengkapi APD, Vitamin, dan Jalani Rapd Test)
Sejauh ini, kata dia, aturan mengenai jumlah honor untuk panitia adhoc Pilkada 2020 sudah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan. Namun, aturan dari Kementerian Keuangan tersebut terbit pada Desember 2019, saat rencana pelaksanaan tahapan pilkada belum terganggu oleh pandemi Covid-19.
"Sangat mungkin usulan beberapa anggota DPR itu kami juga akan sampaikan nanti dalam pembahasan dengan Kementerian Keuangan. Mudah-mudahan bisa diberi tambahan. Tapi tentu saat ini kami tidak bisa memastikan itu," ujar Arief melalui Live Instagram SINDOnews bertajuk “Pilkada Serentak dan New Normal”, Kamis 4 Juni 2020.
Arief juga menyinggung pentingnya menjamin kesehatan dan keselamatan penyelenggara pilkada sehingga tambahan anggaran yang diajukan hingga Rp5 triliun kepada pemerintah itu lebih besar digunakan untuk pengadaan alat pelindung diri. Ini berkaitan dengan kewajiban menerapkan protokol kesehatan dalam menjalankan tahapan pilkada, termasuk saat pencoblosan pada 9 Desember 2020.
Konsekuensi dari penerapan protokol kesehatan adalah perlunya alat pelindung yang lengkap. KPU, kata Arief, ingin menjamin semua pihak, bukan hanya penyelenggara, tapi peserta pemilu dan pemilih di setiap tahapan terlindungi dari paparan virus. (Baca juga: KPU Tak Bisa Pastikan Honor Penyelenggara Pilkada 2020 Ditambah)
Kebutuhan alat pelindung yang diusulkan KPU, yakni masker, disinfektan, hand sanitizer, dan sarung tangan. KPU juga mengusulkan baju hazmat, pelindung wajah, serta thermo gun scanner untuk mengukur suhu tubuh. Selain itu, petugas adhoc juga akan diberi suplemen berupa vitamin agar imunitas mereka terjaga. “Kami ingin di tengah perjalanan proses pilkada nanti, mereka (petugas adhoc) tidak mudah terserang penyakit,” kata Arief.
KPU mengajukan usulan tambahan anggaran ke pemerintah dan sudah disepakati dilakukan melalui APBN. Ini dilakukan karena pemerintah daerah di 270 daerah penyelenggara sudah tidak sanggup lagi memberikan tambahan anggaran kepada KPU masing-masing. Sebelumnya, tambahan anggaran akibat pandemi Covid-19 diperkirakan hanya Rp535, 9 miliar, namun belakangan bertambah. Dalam skema yang diajukan, KPU mengusulkan tambahan anggaran Rp2,5 triliun hingga Rp5,6 triliun.
Selain pengadaan alat pelindung, tambahan anggaran juga akan banyak dialokasikan untuk membangun tempat pemungutan suara (TPS). KPU harus menambah jumlah TPS hingga 60.000 sebagai konsekuensi pengurangan kapasitas TPS. Pada pilkada sebelumnya setiap TPS menampung 800 pemilih, kini demi menghindari kerumunan massa saat pencoblosan yang memudahkan penularan virus, jumlah pemilih di tiap TPS berkurang menjadi 500 orang. Ini menjadi keputusan pada rapat dengar pendapat DPR, pemerintah, KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu (3/6). Bertambahnya TPS ini juga berdampak pada naiknya jumlah petugas KPPS yang mengakibatkan anggaran pilkada membengkak.
Usulan menaikkan honor ini mengemuka pada rapat dengar pendapat antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu pada Rabu (3/6/2020). Usulan ini selanjutnya akan ikut dibahas oleh DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Kementerian Keuangan. Petugas adhoc ini terdiri atas panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, usulan memberi tambahan penghasilan kepada petugas adhoc ini datang dari anggota Komisi II DPR. Dia menyambut baik dan menyebut bahwa sangat mungkin usulan tersebut terealisasi. Mengenai besaran kenaikan honor, Arief belum bisa memastikan. (Baca: Panitia Adhoc Pilkada Akan Dilengkapi APD, Vitamin, dan Jalani Rapd Test)
Sejauh ini, kata dia, aturan mengenai jumlah honor untuk panitia adhoc Pilkada 2020 sudah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan. Namun, aturan dari Kementerian Keuangan tersebut terbit pada Desember 2019, saat rencana pelaksanaan tahapan pilkada belum terganggu oleh pandemi Covid-19.
"Sangat mungkin usulan beberapa anggota DPR itu kami juga akan sampaikan nanti dalam pembahasan dengan Kementerian Keuangan. Mudah-mudahan bisa diberi tambahan. Tapi tentu saat ini kami tidak bisa memastikan itu," ujar Arief melalui Live Instagram SINDOnews bertajuk “Pilkada Serentak dan New Normal”, Kamis 4 Juni 2020.
Arief juga menyinggung pentingnya menjamin kesehatan dan keselamatan penyelenggara pilkada sehingga tambahan anggaran yang diajukan hingga Rp5 triliun kepada pemerintah itu lebih besar digunakan untuk pengadaan alat pelindung diri. Ini berkaitan dengan kewajiban menerapkan protokol kesehatan dalam menjalankan tahapan pilkada, termasuk saat pencoblosan pada 9 Desember 2020.
Konsekuensi dari penerapan protokol kesehatan adalah perlunya alat pelindung yang lengkap. KPU, kata Arief, ingin menjamin semua pihak, bukan hanya penyelenggara, tapi peserta pemilu dan pemilih di setiap tahapan terlindungi dari paparan virus. (Baca juga: KPU Tak Bisa Pastikan Honor Penyelenggara Pilkada 2020 Ditambah)
Kebutuhan alat pelindung yang diusulkan KPU, yakni masker, disinfektan, hand sanitizer, dan sarung tangan. KPU juga mengusulkan baju hazmat, pelindung wajah, serta thermo gun scanner untuk mengukur suhu tubuh. Selain itu, petugas adhoc juga akan diberi suplemen berupa vitamin agar imunitas mereka terjaga. “Kami ingin di tengah perjalanan proses pilkada nanti, mereka (petugas adhoc) tidak mudah terserang penyakit,” kata Arief.
KPU mengajukan usulan tambahan anggaran ke pemerintah dan sudah disepakati dilakukan melalui APBN. Ini dilakukan karena pemerintah daerah di 270 daerah penyelenggara sudah tidak sanggup lagi memberikan tambahan anggaran kepada KPU masing-masing. Sebelumnya, tambahan anggaran akibat pandemi Covid-19 diperkirakan hanya Rp535, 9 miliar, namun belakangan bertambah. Dalam skema yang diajukan, KPU mengusulkan tambahan anggaran Rp2,5 triliun hingga Rp5,6 triliun.
Selain pengadaan alat pelindung, tambahan anggaran juga akan banyak dialokasikan untuk membangun tempat pemungutan suara (TPS). KPU harus menambah jumlah TPS hingga 60.000 sebagai konsekuensi pengurangan kapasitas TPS. Pada pilkada sebelumnya setiap TPS menampung 800 pemilih, kini demi menghindari kerumunan massa saat pencoblosan yang memudahkan penularan virus, jumlah pemilih di tiap TPS berkurang menjadi 500 orang. Ini menjadi keputusan pada rapat dengar pendapat DPR, pemerintah, KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu (3/6). Bertambahnya TPS ini juga berdampak pada naiknya jumlah petugas KPPS yang mengakibatkan anggaran pilkada membengkak.