Panitia Ad Hoc Pilkada Akan Dibekali APD, Vitamin, dan Jalani Rapid Test

Jum'at, 05 Juni 2020 - 13:54 WIB
loading...
Panitia Ad Hoc Pilkada Akan Dibekali APD, Vitamin, dan Jalani Rapid Test
Penyelenggara pemilu termasuk petugas ad hoc seperti PPK, PPS, KPPS dan KPPK dengan alat pelindung diri (APD), vitamin guna menjaga imunitas, serta rapid test guna memastikan mereka tak tertular Covid-19. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah membuat sejumlah skenario dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 . Salah satunya, melindungi penyelenggara pemilu termasuk petugas ad hoc seperti PPK, PPS, KPPS dan KPPK dengan alat pelindung diri (APD), vitamin guna menjaga imunitas, serta rapid test atau uji cepat guna memastikan mereka tak tertular Covid-19.

"Konsekuensinya perlu alat pelindung kesehatan yang lengkap, akhirnya KPU menyusun protokol kesehatan dan kebutuhan yang diperlukan, KPU ingin menjamin semua pihak, bukan hanya penyelenggara tapi peserta pemilu dan pemilih di setiap tahapan dengan baik. KPU merancang semua layanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan baik,” kata Ketua KPU Arief Budiman dalam live Instagram Bincang Seru SINDOnews bersama Ketua KPU dengan tema 'Pilkada Serentak dan New Normal', Kamis (4/6/2020) malam.

Arief menguraikan, kebutuhan yang diusulkan KPU yakni masker, disinfektan, penyanitasi tangan atau hand sanitizer, sarung tangan, termasuk vitamin agar imun penyelenggara terjaga. Sehingga, di tengah perjalanan proses pilkada nanti, mereka tidak mudah terserang penyakit. KPU juga mengusulkan baju hazmat, pelindung wajah, serta thermo gun scanner untuk mengukur suhu tubuh.

Kemudian, KPU juga mengusulkan beberapa opsi desain penyelenggaran pilkada, termasuk teknis pelaksanaannya. Dalam Undang-Undang Pilkada diatur bahwa pemilih per TPS itu maksimal 800 orang. Agar lebih longgar maka pemilih harus dikurangi per TPS yang menimbulkan konsekuensi bertambahnya TPS. Sehingga, perlu merekrut lebih banyak petugas dan perlu lebih banyak mendirikan TPS. "Maka memerlukan tambahan anggaran yang lebih besar," ujarnya. ( ).

Karena itu, sambung Arief, KPU mengusulkan dua opsi yakni, kategori A dengan pemilih 800 per TPS dan kategori B pemilih 500 per TPS. Masing-masing kategori memiliki dua opsi yaitu diberikan perlengkapan kesehatan secara lengkap baik item maupun jumlahnya, atau dikurangi jumlah peralatan kesehatannya. Dan, rapat dengan DPR dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Rabu 3 Juni 2020 disepakati pemilih per TPS 500 atau kategori B.

"Nah, kategori B ini pilih opsi pertama atau kedua, ini yang akan dibahas lagi dengan Kementerian Keuangan nanti terkait kebutuhan keuangannya," terang Arief.

Lebih lanjut Arief menjelaskan, karena kondisi geografis jarak antarrumah penduduk mencapai hitungan km atau puluhan km, beberapa wilayah memiliki TPS yang jumlah pemilihnya di bawah 500. Kemudian, TPS yang jumlah pemilihnya di atas 500 berdasarkan data terakhir ada 60.400 lebih TPS. TPS inilah yang pemilihnya harus dibagi sehingga jumlah pemilih kurang dari 500. "Kalau pemilih sampai dengan 800 per TPS total ada 253 ribu TPS di 270 daerah, tapi kalau dikurangi jadi 500 pemilih per TPS jumlahnya bisa mencapai 311 ribu TPS."

Dengan demikian, Arief menambahkan, skenario tersebut membuat anggaran penambahan pilkada ini membengkak hingga Rp5 triliun. Dan, pengeluaran tertinggi yakni untuk komponen pengadaan APD seperti thermo gun scanner dan baju hazmat, serta pelaksanaan rapid test untuk penyelenggara pemilu secara berkala.

"Kami memang membuat rapid test, kami mengusulkan karena penyelenggara kami ada yang bekerja selama 7 bulan, PPK PPS itu bekerja kurang lebih selama 7 bulan, KPPS masa kerjanya 1 bulan, kepada mereka kami ingin memastikan mereka tidak terpapar corona virus. Itu komponen yang besar. Kalau yang sudah ditandatangani pemerintah daerah adalah penyelenggara ad hoc," tandasnya.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4204 seconds (0.1#10.140)