Di UMI Makassar, Ketua DPD RI Tegaskan Presidential Threshold Tak Sesuai Konstitusi
loading...
A
A
A
"Di sinilah semakin ketidakjelasannya. Selain memberi ambang batas yang angkanya entah dari mana dan ditentukan siapa, di Pasal tersebut juga terdapat kalimat; 'pada Pemilu anggota DPR sebelumnya'. Akhirnya komposisi perolehan suara partai secara nasional atau kursi DPR diambil dari komposisi yang lama,” papar Senator asal Jawa Timur itu.
“Sungguh pasal yang aneh dan menyalahi Konstitusi. Apalagi menggunakan basis hasil suara yang sudah “basi”. Karena basis suara hasil pemilu 5 tahun yang lalu,” imbuhnya.
Sayangnya, meski jelas pasal dalam UU Pemilu itu tidak derivatif dari Pasal 6A UUD hasil amendemen, tetapi Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pasal tersebut adalah bagian dari Open Legal Policy atau wewenang pembuat Undang-Undang. Sehingga, sampai hari ini, pasal tersebut masih berlaku.
"Oleh karena itulah kami di DPD RI berpendapat bahwa Wacana Amandemen Konstitusi perubahan ke-5 yang kini tengah bergulir harus benar-benar dimanfaatkan untuk mengkoreksi sistem tata negara dan arah perjalanan bangsa,” tuturnya.
LaNyalla juga berharap FGD-FGD yang dilakukannya di berbagai kampus maupun institusi lainnya menambah literasi dan memperkaya pemahaman sebagai motivasi untuk melakukan perbaikan atas beberapa persoalan fundamental yang ada di negara ini.
“Tentu DPD RI akan mendapatkan dorongan energi, bila mahasiswa Indonesia, termasuk para mahasiswa UMI Makassar menjadikan agenda Amendemen Konstitusi sebagai momentum yang sama,” ucap dia.
Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Prof Basri Modding mengucapkan terima kasih kepada Ketua DPD dan anggota DPD atas kepercayaan kepada UMI sebagai host FGD yang bertema sangat menarik tersebut.
"Terkait tema hari ini UMI sebagai masyarakat kampus tidak mengenal adanya pembatasan dalam pencalonan Presiden. Artinya Presidential Threshold harus diubah karena memang hal itu menghambat," katanya.
Ditambahkan Basri, masyarakat kampus juga tidak ingin adanya oligarki. Partai besar yang bergandengan tangan dengan pemodal juga tidak boleh berkuasa terus. "Makanya kita ingin ada perubahan. UMI mendukung karena hal itu untuk kepentingan rakyat," ucapnya.
“Sungguh pasal yang aneh dan menyalahi Konstitusi. Apalagi menggunakan basis hasil suara yang sudah “basi”. Karena basis suara hasil pemilu 5 tahun yang lalu,” imbuhnya.
Sayangnya, meski jelas pasal dalam UU Pemilu itu tidak derivatif dari Pasal 6A UUD hasil amendemen, tetapi Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pasal tersebut adalah bagian dari Open Legal Policy atau wewenang pembuat Undang-Undang. Sehingga, sampai hari ini, pasal tersebut masih berlaku.
"Oleh karena itulah kami di DPD RI berpendapat bahwa Wacana Amandemen Konstitusi perubahan ke-5 yang kini tengah bergulir harus benar-benar dimanfaatkan untuk mengkoreksi sistem tata negara dan arah perjalanan bangsa,” tuturnya.
LaNyalla juga berharap FGD-FGD yang dilakukannya di berbagai kampus maupun institusi lainnya menambah literasi dan memperkaya pemahaman sebagai motivasi untuk melakukan perbaikan atas beberapa persoalan fundamental yang ada di negara ini.
“Tentu DPD RI akan mendapatkan dorongan energi, bila mahasiswa Indonesia, termasuk para mahasiswa UMI Makassar menjadikan agenda Amendemen Konstitusi sebagai momentum yang sama,” ucap dia.
Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Prof Basri Modding mengucapkan terima kasih kepada Ketua DPD dan anggota DPD atas kepercayaan kepada UMI sebagai host FGD yang bertema sangat menarik tersebut.
"Terkait tema hari ini UMI sebagai masyarakat kampus tidak mengenal adanya pembatasan dalam pencalonan Presiden. Artinya Presidential Threshold harus diubah karena memang hal itu menghambat," katanya.
Ditambahkan Basri, masyarakat kampus juga tidak ingin adanya oligarki. Partai besar yang bergandengan tangan dengan pemodal juga tidak boleh berkuasa terus. "Makanya kita ingin ada perubahan. UMI mendukung karena hal itu untuk kepentingan rakyat," ucapnya.