Pertempuran di Banten dan Sosok Mayor Widagdo si Hantu Jembatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pertempuran terjadi di Tanah Air, termasuk Banten, pada masa mempertahankan kemerdekaan. Mayor Widagdo yang dijuluki "Hantu Jembatan" pun menjadi tokoh penting dalam pertempuran tersebut.
Putri kandung Mayor Widagdo, Purini Wiharsih (72) mencoba mengenang keberanian sosok ayahnya saat ikut berjuang melawan Belanda yang melakukan Agresi Militer Belanda II . Purini merupakan putri kedua Mayor Widagdo. Meski dia tak sempat berjumpa dengan sosok ayahnya, cerita yang didapatkan dari rekan-rekan seperjuangan ayahnya masih bisa diceritakan secara detail.
Mayor Widagdo meninggal saat Purini masih dalam kandungan. "Bapak meninggal di usia 29 tahun, dan saat itu aku masih dalam kandungan, kira-kira usia kandungan sekitar 4 bulan," tutur Purini saat dijumpai di kediamannya di Kawasan Pondok Petir, Depok, Jawa Barat, Rabu (10/11/2021).
Sambil melihat foto ayahnya, Purini menceritakan Mayor Widagdo adalah sosok pejuang yang gagah pemberani. Kala itu, Mayor Widagdo tergabung dalam Brigade Tirtayasa. Mayor Widagdo menjabat sebagai Kepala Bagian Persenjataan Brigade Tirtayasa, Banten.
Putri Kandung Mayor Widagdo, Purini Wiharsih saat berziarah ke makam ayahnya di TMP Pandeglang, Banten. Foto/Istimewa
Posisinya sebagai kepala bagian persenjataan menjadi sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan melawan Agresi Militer II . Seluruh kebutuhan persenjaatan para pejuang saat melakukan pertempuran di Banten diatur oleh Mayor Widagdo.
Selain menjabat sebagai kepala bagian persenjataan, Mayor Widagdo juga banyak terlibat langsung dalam aksi pertempuran melawan Belanda. Mayor Widagdo dikenal sosok yang ahli merakit bom. Tugasnya kala itu meledakkan jembatan dan jalan penting yang menjadi akses kendaraan tempur milik Belanda saat melakukan Agresi Militer II. Saking banyaknya jembatan dan jalan penting yang diledakkan, sosok Mayor Widagdo dikenal sebagai "Hantu Jembatan".
"Bapak itu dikenal sebagai 'Hantu Jembatan' karena tugasnya menghacurkan jembatan dan jalan untuk menghentikan mobilitas pasukan Belanda," cerita Purini.
Strategi pertempuran saat melawan Agresi Militer Belanda di Banten adalah pertempuran gerilya. Begitu juga dengan aksi Mayor Widagdo saat melakukan peledakan jembatan dan jalan-jalan penting. Semua aksinya dilakukan dengan cara senyap.
Sosok Mayor Widagdo laksana hantu yang sulit terdeteksi. Puluhan jembatan yang menjadi akses mobilitas agresi militer kedua dihancurkan satu demi satu.
Putri kandung Mayor Widagdo, Purini Wiharsih (72) mencoba mengenang keberanian sosok ayahnya saat ikut berjuang melawan Belanda yang melakukan Agresi Militer Belanda II . Purini merupakan putri kedua Mayor Widagdo. Meski dia tak sempat berjumpa dengan sosok ayahnya, cerita yang didapatkan dari rekan-rekan seperjuangan ayahnya masih bisa diceritakan secara detail.
Mayor Widagdo meninggal saat Purini masih dalam kandungan. "Bapak meninggal di usia 29 tahun, dan saat itu aku masih dalam kandungan, kira-kira usia kandungan sekitar 4 bulan," tutur Purini saat dijumpai di kediamannya di Kawasan Pondok Petir, Depok, Jawa Barat, Rabu (10/11/2021).
Sambil melihat foto ayahnya, Purini menceritakan Mayor Widagdo adalah sosok pejuang yang gagah pemberani. Kala itu, Mayor Widagdo tergabung dalam Brigade Tirtayasa. Mayor Widagdo menjabat sebagai Kepala Bagian Persenjataan Brigade Tirtayasa, Banten.
Putri Kandung Mayor Widagdo, Purini Wiharsih saat berziarah ke makam ayahnya di TMP Pandeglang, Banten. Foto/Istimewa
Posisinya sebagai kepala bagian persenjataan menjadi sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan melawan Agresi Militer II . Seluruh kebutuhan persenjaatan para pejuang saat melakukan pertempuran di Banten diatur oleh Mayor Widagdo.
Selain menjabat sebagai kepala bagian persenjataan, Mayor Widagdo juga banyak terlibat langsung dalam aksi pertempuran melawan Belanda. Mayor Widagdo dikenal sosok yang ahli merakit bom. Tugasnya kala itu meledakkan jembatan dan jalan penting yang menjadi akses kendaraan tempur milik Belanda saat melakukan Agresi Militer II. Saking banyaknya jembatan dan jalan penting yang diledakkan, sosok Mayor Widagdo dikenal sebagai "Hantu Jembatan".
"Bapak itu dikenal sebagai 'Hantu Jembatan' karena tugasnya menghacurkan jembatan dan jalan untuk menghentikan mobilitas pasukan Belanda," cerita Purini.
Strategi pertempuran saat melawan Agresi Militer Belanda di Banten adalah pertempuran gerilya. Begitu juga dengan aksi Mayor Widagdo saat melakukan peledakan jembatan dan jalan-jalan penting. Semua aksinya dilakukan dengan cara senyap.
Sosok Mayor Widagdo laksana hantu yang sulit terdeteksi. Puluhan jembatan yang menjadi akses mobilitas agresi militer kedua dihancurkan satu demi satu.