Ketum IJTI Yadi Hendriana Bicara Kemerdekaan Pers di Kongres VI

Jum'at, 29 Oktober 2021 - 14:56 WIB
loading...
Ketum IJTI Yadi Hendriana...
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana berbicara tentang kemerdekaan pers pada Kongres VI IJTI di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Jumat (29/10/2021). FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia ( IJTI ) Yadi Hendriana berbicara tentang kemerdekaan pers pada Kongres VI IJTI di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Jumat (29/10/2021). Menurutnya, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) memuat poin-poin penting bagi jurnalis dalam menjalankan profesinya.

Prinsip pertama yang menjadi patokan adalah responsibility atau tanggung jawab. Yadi menegaskan tanggung jawab seorang jurnalis hanya kepada publik. Tanggung jawab tersebut dimaksud dengan kewajiban memberikan berita yang akurat serta berdampak positif bagi khalayak.

"Tanggung jawab jurnalis hanya kepada publik dengan kewajiban memberikan berita yang akurat dan berdampak positif bagi publik," ucapnya.

Baca juga: Diduga Lakukan Pelanggaran, Oknum Penyidik Polda Metro Jaya Disidang Kode Etik

Prinsip yang tidak kalah penting yakni freedom atau kemerdekaan. Yadi menjelaskan, kemerdekaan pers yang profesional mutlak harus diwujudkan demi menjaga demokrasi di Indonesia. Apalagi, perjuangan mewujudkan kemerdekaan pers bukanlah hal mudah kala rezim Orde Baru berkuasa.

"Bagi jurnalis kemerdekaan pers memiliki makna yang sangat luar biasa. Karena kemerdekaan ini tidak diperoleh dengan mudah. Saat itu kita fight dengan rezim Orba. Perlu perjuangan puluhan tahun sejak Indonesia merdrka sampai akhirnya lahir UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dan amandemen UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan pers dan memutus rantai tekanan terhadap kehidupan pers," kata Direktur Pemberitaan MNC Portal Indonesia itu.

Yadi menegaskan, kemerdekaan pers adalah bagian hak asasi masyarakat yang harus dilindungi dan dirawat bersama. Ia yakin sekaligus berharap Pemerintahan Joko Widodo berkomitmen untuk menjaga kemerdekaan pers.

Menurutnya, dalam 10 tahun terakhir setidaknya ada tiga sampai empat rancangan undang-undang yang di dalamnya berpotensi merebut kemerdekaan pers, termasuk yang terakhir UU Cipta Kerja. "Namun dengan komunikasi, akhirnya pasal berpotensi menghambat pers tersebut dicabut, terima kasih Pak Menteri (Menkominfo Johnny G Plate)," ucap Yadi.

Baca juga: Perludem Soroti Independensi Timsel KPU-Bawaslu dalam Menyusun Kode Etik

Selain di UU Ciptaker, Yadi menyebut ada 10 pasal dalam Rancangan Undang-Undang KUHP (RKHUP) yang berpotensi mengganggu kemerdekaan pers. Hingga kini komunitas pers belum menemukan titik temu dalam pembicaraannya dengan pemerintah dan parlemen.

Yadi pun menegaskan kemerdekaan pers yang profesional mutlak harus diwujudkan. Karenanya tidak boleh ada satu klausul hukum yang berpotensi merebut kemerdekaan tersebut.

"Kemerdekaan pers dijamin agar pers optimal dalam menjalankan perannya dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM serta menghormati kebinekaan," kata Yadi.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1834 seconds (0.1#10.140)